Bab. 7 Fitting Baju Pernikahan
Di sore harinya terlihat Amora yang berjalan masuk ke sebuah cafe, di sana sudah terdapat 3 sahabatnya, Sherly, Fara dan Indira yang tengah menunggunya dengan minuman yang sudah mereka pesan dan beberapa camilan lainnya.
Amora langsung duduk di sebelah Fara, “Maaf guys. Habis ketemu sama Marvell.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Cie ciee, udah jadian nih?” ujar Indira, sedangkan Fara dan Sherly tersenyum lebar.
Dengan lemas Amora menggelengkan kepalanya, “Gue punya kabar baik dan kabar buruk. Lo semua mau yang mana dulu?”
“Baik duluu. Gue ngga sabar denger kelanjutan lo sama Marvell” jawab Sherly.
Perlahan Amora menghela nafasnya pelan, “Tadi Marvell nyatain perasaannya ke gue” ucap Amora.
Seketika Indira, Sherly dan Fara sangat senang mendengar kabar itu, “Beneran kaann. Udah gue tebak dari awal kalau Marvell itu suka sama lo” ujar Indira.
“Iya, bener banget, dia aja cari tau lo sejak 2 bulan yang lalu, Mor. Dan tanya-tanya hal tentang lo ke Andrew” lanjut Sherly.
“Jadi?, lo nerima Marvell atau nolak dia?” tanya Fara.
“Gue nolak dia” jawab Amora yang sedari tadi hanya memang raut wajah lesu, seakan-akan dia tengah dalam dilema yang sangat besar.
Mendengar itu ke-3 sahabat Amora benar-benar terkejut, hingga Indira dan Sherly menonjolkan matanya karena sangat terkejut, “Hah?!!. Lo serius, Mor?” tanya Indira.
Amora hanya menganggukkan kepalanya, “Kenapa?, gue ngga nyangka kalau lo bakal nolak Marvell, Mor” tanya Sherly juga dengan kepala yang sedikit dia gelengkan.
“Berita buruknya, gue dijodohin sama bokap gue” ujar Amora yang semakin membuat ke-3 sahabatnya sangat amat terkejut sampai tidak bisa berkata-kata.
“Mor??”
Seketika Amora menundukkan kepalanya ketika Fara menatapnya dengan penuh pertanyaan, “Gue dijodohin sama anaknya sahabat bokap gue. Yang ngga gue sukai sama sekali.”
“Kenapa lo ngga nolak?” tanya Sherly.
“Kalian semua lupa bokap gue kayak gimana?, dia bakal ngelakuin segala hal untuk mencapai keinginannya” jawab Amora yang sebelum itu mengangkat kepalanya dan menatap ke-3 sahabatnya bergantian.
Mata Amora sudah memerah. Bagi Amora, di hadapan ke-3 sahabatnya inilah dia baru bisa mengadu dan mengeluarkan sisi lemahnya, “Gue ngga pernah minta hal besar lain ke bokap gue.”
“Tapi kenapa kali ini juga gue minta tetep ngga dikabulin sama diaa?!” ucap Amora mengeluarkan segala emosinya yang terus dia pendam dari kemarin.
Mendengar itu Fara langsung merangkul sahabatnya itu, sedangkan Sherly dan Indira masing-masing memegang kedua tangan Amora, “Keluarin aja semua, kita siap dengerin kok. Jangan dipendem sendirian” ujar Fara.
Amora menganggukkan kepalanya yang tersender di bahu Fara, “Ini cincin apa, Mor?. Gue baru lihat.”
“Pertunangan gue sama dia” jawab Amora atas pertanyaan dari Sherly.
“Lo udah tunangan?, kok ngga ada ngasih tau gue ataupun lainnya?” tanya Indira juga setelah pernyataan dari Amora membuatnya semakin terkejut dan bingung.
“Gue ngga tau harus ngasih tau kalian kayak gimana, gue bingung beberapa hari. Akhirnya gue ngambil keputusan sendiri dan setuju, karena usaha apapun yang gue lakuin bakal sia-sia di tangan Papa gue” jawab Amora dengan air mata yang mulai menetes.
Indira dan Sherly mengangguk-anggukkan kepalanya, mereka berdua mengerti menjadi Amora di titik ini memang sangatlah berat. Mereka sebagai sahabat dekatnya sekarang memiliki tugas untuk menenangkan gadis itu.
Fara adalah orang yang paling bijaksana di antara mereka berempat, maka dari itu dia sangat peduli dan ikut sedih mendengar kabar Amora yang ternyata memburuk dan baru berani bercerita kepadanya dan kepada para sahabatnya yang lain.
“Sabar ya. Tenang aja, gue dan lainnya akan selalu ada buat lo walaupun lo dalam kondisi apapun itu” ucap Fara seraya terus menenangkan Amora karena dia mulai menangis.
Di sela-sela tangisannya, Amora menganggukkan kepalanya dan memeluk Fara, disusul dengan Sherly dan Indira yang beranjak dari tempat duduk mereka dan langsung memeluk Fara dan Amora.
Di malam harinya terlihat Amora yang menatap dirinya di cermin yang ada di kamar mandi kamarnya dengan air mata yang mengalir di pipi mulusnya, perlahan dia mulai menarik sudut bibir bagian kirinya, smirk.
Setelah itu dia mengangkat tangan kirinya dan menghapus air mata yang menetes dari kedua matanya, “Maaf, gue udah bohongin kalian.”
“Tujuan gue lebih penting dibanding kisah cinta ini” lanjut Amora yang setelah itu keluar dari kamar mandi kamarnya.
Keesokan harinya terlihat Amora yang berjalan keluar dari fakultasnya dan masuk ke sebuah mobil, “Cepetan. Gue sibuk hari ini” ujar Amora.
“Tidak hanya kamu yang sibuk, saya juga masih banyak perkerjaan yang harus segera saya selesaikan” jawab datar seorang laki-laki berjas rapi berwarna biru yang ternyata adalah Daren. Setelah Amora masuk ke dalam mobilnya, dia langsung menancap gas untuk pergi dari kawasan kampus itu.
Mereka berdua hendak fitting baju pernikahan mereka yang akan dikenakan di hari Minggu besok. Serta menyiapkan baju untuk para Bridesmaid serta Groomsman mereka. Yang akan menjadi Bridesmaid dan Groomsman adalah kerabat serta sahabat dekat mereka berdua.
Halaman : 1 2 Selanjutnya