Hari demi hari berlalu. Faik benar-benar menikmati peran barunya sebagai seorang ibu. Ia bahkan sudah tidak pernah mengambil pekerjaan paruh waktu lagi semenjak Ihsan lahir.
Ia memang sudah bertekat akan mengasuh anaknya sendiri. Fadli yang memang sangat mencintai istrinya itu, setuju saja dengan pilihan istrinya. Fadli membebaskan istrinya untuk melakukan apa saja yang ia sukai.
Karena tekatnya itu, Faik tidak pernah melamar pekerjaan lagi sejak ia menikah dan mengikuti suaminya pindah ke ibu kota. Ia lebih memilih menyibukkan dirinya dengan mengambil pekerjaan paruh waktu saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sayangnya, ia tidak kunjung hamil. Faik sampai hampir putus asa kala itu. Namun, Fadli selalu menguatkan di sisinya.
Fadli menyadari bahwa stigma masyarakat di sekitarnya selalu memojokkan perempuan sebagai pihak yang patut untuk disalahkan saat tidak kunjung mengandung. Oleh karena itu, ia selalu berusaha kuat supaya bisa menguatkan Faik walaupun sebenarnya ia juga merasa sedih karena tak kunjung bisa menimang buah hatinya.
Setelah menunggu dan menunggu selama lebih dari lima tahun, Faik akhirnya hamil juga. Mereka berdua menyambut kehamilan ini dengan suka cita. Faik bertekad untuk menjaga kehamilannya sebaik-baiknya.
Ia membaca berbagai macam buku dan juga artikel kesehatan mengenai kehamilan dan perawatan bayi. Ia juga tidak segan untuk bertanya pada Mira mengenai apapun yang mengganjal di otaknya mengenai kehamilan.
Sekarang, setelah Ihsan lahir, ia ganti memberondong dokter anak Ihsan dengan segudang pertanyaan mengenai cara perawatan bayi yang benar. Hal ini membuat Faik menyadari bahwa ternyata ada banyak sekali mitos-mitos tentang bayi dan anak yang dipercayai oleh banyak orang, termasuk dirinya sendiri sebelumnya.
Kini, Ihsan sudah berumur lima bulan. Sesuai anjuran dokter anak Ihsan, Faik menerapkan jadwal rutinitas untuk Ihsan. Namun, selama tiga hari ini, Ihsan benar-benar membuat jadwal yang disusun oleh Faik berantakan.
Ihsan tiba-tiba suka bangun tengah malam dan menolak untuk tidur lagi hingga menjelang pagi. Selain itu, ia juga tiba-tiba menolak untuk tidur siang di kasurnya sendiri. Ia akan langsung terbangun dan menangis saat Faik menidurkannya di kasur.
Faik sudah mencoba memindahkan kasur Ihsan, tetapi Ihsan tetap menolak. Faik bahkan sudah mencoba untuk menidurkan Ihsan di sofa ruang tamu karena ia berpikir bahwa mungkin Ihsan membutuhkan suasana baru. Namun nyatanya, Ihsan tetap saja menolak. Ia hanya akan tidur tenang saat digendong sambil menyusu.
Faik menanyakan perihal perilaku aneh Ihsan ini pada dokter. Dokter anak Ihsan menyebutkan bahwa mungkin saja Ihsan sedang mengalami growth spurt, suatu masa singkat dimana seorang anak sedang mengalami pertumbuhan pesat. Hal ini lantaran Ihsan tidak demam dan juga tidak menunjukkan tanda-tanda sakit lainnya. Ia hanya lebih rewel dan lebih berlama-lama dalam menyusu.
Faik benar-benar merasa kelelahan saat harus menemani Ihsan terjaga di malam hari. Namun, ia juga tidak bisa meminta tolong pada suaminya untuk menggantikannya karena tahu bahwa suaminya harus bertugas keesokan harinya.
Fadli merasa nelangsa melihat istrinya. Ia berusaha untuk bergantian menjaga Ihsan sepulang kantor supaya istrinya bisa beristirahat. Namun sayangnya, ia tiba-tiba ditugaskan oleh bosnya untuk dinas ke luar kota.
Kepergiannya memang tidak akan lama. Namun, Fadli merasa tidak tega meninggalkan istrinya berjuang seorang diri merawat buah hati mereka yang sedang dalam masa penuh kegelisahan.
Ia akhirnya menyarankan Faik untuk tinggal di rumah ibunya dulu selama Fadli berada di luar kota. Fadli meyakinkan Faik bahwa ibunya tentu tidak akan keberatan membantu Faik mengurus Ihsan
Faik awalnya menolak ide Fadli karena menyadari bahwa ada ketidakcocokan pola asuh yang diterapkan oleh mereka berdua dengan ibu mertuanya itu. Namun, Fadli benar-benar tidak tega meninggalkan Faik seorang diri. Ia terus merayu Faik agar menyetujui idenya.
Faik akhirnya menyetujui ide yang diberikan Fadli setelah suaminya meyakinkannya bahwa ia akan dijemput langsung begitu Fadli kembali ke ibu kota. Ia kemudian langsung mempersiapkan barang-barang yang akan dibutuhkannya selama menginap di rumah Bu Atikah. Walaupun begitu, hatinya tidak bisa berbohong. Ia sebenarnya masih enggan untuk menyetujui usulan suaminya itu.
~Bersambung~