Aku nggak pernah suka gerimis pagi. Nggak ada alasan yang pasti, aku hanya nggak suka saja. Terlebih setelah kedua orangtuaku kembali ke Tulungagung, aku merasa jadi lebih sepi. Meski sebenarnya, kepulangan mereka berdampak baik untukku. Mama nggak lagi cerewet mengurusiku dan kehamilan ini.
Hamil.
Ah, perasaanku jadi makin sendu. Sebenarnya, aku bukan benci anak-anak. Aku juga bukan tidak suka hamil. Hanya saja, ini bukan waktu yang tepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aku menyukai pekerjaanku. Pekerjaan yang kuimpikan sejak dulu. Aku nggak mau kehamilan ini mengganggu pekerjaanku. Bagaimana kalau beberapa kontrak yang sudah masuk tidak bisa kuurus dengan baik karena kehamilan ini?
Setelah hampir lima tahun menjalankan bisnis wedding organizer dan tiga tahun lalu aku berhasil mengubahnya menjadi wedding planner, nama Dazzling Queen mulai diperhitungkan.
Aku selalu menyelesaikan pekerjaanku dengan sempurna. Pujian dari klien sering aku dapat setelahnya. Tapi, setahun yang lalu, saat aku sibuk mempersiapkan pernikahanku sendiri, terjadi kekacauan di salah satu wedding event. Absenku dalam wedding event malam itu menjadi salah satu sebab kekacauan yang terjadi.
Kesalahan yang bisa dibilang fatal. Berawal dari tidak adanya stopper, petugas yang mengatur tamu yang akan naik ke pelaminan dan memotong atau menahan antrean saat sedang sesi foto bersama. Stopper juga mengatur antrean agar tetap tertib dan kondusif. Ketiadaan stopper membuat tamu kacau dan berantakan sepanjang jalan menuju pelaminan.
Setelah aku mengecek semuanya, ternyata penanggung jawab acara malam itu anak baru. Dia menggantikan ketua tim yang berhalangan. Anggota tim lain baru menyadari kesalahan tersebut setelah salah satu tamu yang datang mengunggah di instastory milik pribadinya. Setelah aku konfirmasi, mereka melakukan pembelaan dengan mengatakan bahwa mereka ditekankan untuk mengawasi food stall dan hal-hal lain di luar pelaminan.
Aku tidak memperpanjang masalah. Tapi, unggahan instastory itu berdampak pada pembatalan beberapa kontrak yang sudah masuk ke Dazzling Queen. Aku kesal, tapi tidak bisa melakukan apa pun selain memperbaiki kinerja.
Aku mulai menata kembali semuanya. Sekarang keadaan makin membaik. Nama Dazzling Queen sudah pulih, tapi aku belum siap memercayakan pengurusannya pada orang lain. Lalu, kehamilan itu datang.
“Aku sudah ketemu dan buat janji dengan dokter kandungan perempuan yang bagus. Dia temannya sepupu sahabat teman kantorku,” ujar Arka tiba-tiba, membuyarkan semua lamunanku.
“Kenapa tidak diskusi dulu?”
“Kondisi kamu sudah lemah banget. Jadi, aku harus ambil keputusan.” Arka menghampiriku yang tengah rebahan di atas sofa dengan membawa nampan berisi sarapan. “Ini aku buatkan capcai nggak pakai nasi. Nggak bakal bikin kamu enek.”
Arka mengecup keningku sebelum kembali ke dapur untuk membuatkan susu khusus ibu hamil. Sebenarnya, percuma saja dia membuat susu, karena satu gelas susu tidak pernah berhasil aku minum sampai tuntas. Dia tengah berusaha menjadi bapak rumah tangga yang siaga seperti kata Mas Dika tempo hari. Aku berusaha menghormatinya.
“Ka, sudah hampir dua minggu kenapa kamu nggak pernah masuk kerja?” tanyaku saat mengingat kegiatan Arka beberapa hari ini.
“Semua janji pemotretan aku serahkan sama Fio. Aku akan di rumah dan menjagamu setidaknya sampai seminggu ke depan.”
“Lama banget.”
“Pekerjaanku sudah settle, aku hanya perlu mengawasi dari jauh. Ada Fio dan yang lain yang akan mengurus semuanya.” Arka tersenyum saat mengangkat wajahnya dan menatapku. “Ini kehamilan anak pertama kita. Aku mau menemanimu saat bingung dan nggak tahu harus ngapain dengan perubahan di tubuhmu. Jadi, aku akan tetap di sini sampai semuanya baik.”
Arka meletakkan gelas berisi susu di atas meja. Lalu, dia duduk di sebelahku dan menggamit jemariku yang terlihat lebih pucat.
Kenapa dia manis sekali? Apakah ini berarti aku harus mulai mencoba menerima kehamilanku?
“Aku mau latihan yoga ibu hamil.”
“Memang boleh dilakukan dengan usia kandungan trimester pertama?”
“Aku akan cari referensi.” Aku tersenyum seraya meraih ponsel. “Aku harus berusaha untuk menggerakkan tubuhku. Setidaknya lusa aku sudah bisa ke kantor lagi. Akhir minggu ini ada acara wedding Anniversary, aku harus ada di sana memastikan semuanya berjalan dengan baik.”
“Nggak, kamu nggak akan ke kantor dulu. Semuanya akan diurus sama Nana.”
Ucapan Arka membuat tanganku terpaku dan berhenti menggeser layar ponsel. Aku tidak salah dengar, kan?
“Kenapa?”
“Karena kamu hamil dan masih lemah, Karin. Keselamatanmu dan bayi kita jauh lebih penting dari pada acara apa pun.”
“Aku sehat, Ka!”
“Kamu mau bawa kantong muntah ke mana-mana? Di acara pesta banyak orang berkerumun, suara bising, berbagai aroma menyengat. Yakin kamu bisa menahan rasa mualmu?”
Aku benar-benar kesal. Kenapa, sih, Arka jadi makin cerewet. Selama usia pernikahan kami dan persahabatan kami dulu, dia selalu menuruti apa pun yang aku inginkan.
“Makanya belikan aku obat antimual!” Aku mengerutkan dahi tidak percaya melihat ekspresi wajah Arka. “Ah, sudahlah. Aku beli online saja.”
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya