Rangga mengacuhkan ledekan istrinya. Batinnya menduga-duga, sepertinya Ratih membutuhkan pertolongan. Dia terpaku dalam diam, hatinya mulai merasakan keresahan tanpa sebab. Kegelisahan pun mulai menyapa tanpa diundang. Entah kenapa hatinya menjadi tidak nyaman. Ada kekhawatiran tanpa pangkal dan tak berujung.
Kedua suami istri itu masih duduk di sajadah berhadapan dengan tenang dalam diam. Mereka terhanyut dilamun rasa kekhawatiran tanpa sebab dan tak berjawab. Tanda tanya besar bersarang di benaknya. Di tengah kebisuan yang mencengkam, tiba-tiba keduanya dikejutkan oleh dering ponsel milik Rangga di meja kerjanya.
Sebuah ruang kerja yang menyatu dengan kamar tidur utama, terkoneksi oleh sebuah rongga pintu lengkung tanpa kusen dan daun pintu. Bergegas Rangga berdiri menuju ruang kerjanya. Begitu membaca nama penelepon, Rangga terkejut bercampur heran. Hatinya berkedut, tangannya sedikit tremor. Buru-buru dia menerima sambungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Halo Bang, apa kabar?”
“Mas, putrimu Ratih sekarang di IGD Geriatri!” lapornya dengan nada khawatir.
“Apa! Bagaimana keadaannya?”
“Sedang dalam pemeriksaan medis, segeralah kemari, Mas!” pintanya memaksa.
Rangga terduduk lemas di kursi kerja, bibirnya bergetar tidak mampu bicara. Keresahan hatinya terjawab sudah. Putri cantiknya kini terbaring di rumah sakit entah sebab karena apa. Bayangan terburuk melintas di pikirannya. Ratih terbaring dengan luka berdarah-darah. Jiwanya terguncang hebat.
Mendengar berita putrinya berada di IGD dari sahabatnya seorang detektif swasta, benak Rangga bertanya-tanya. Keluarga Barman pasti belum tahu. Rangga yakin putrinya kecelakaan. Selama Ratih tinggal dengan mertuanya, Toni membelikan mobil dan menggaji supir untuk melayani istrinya.
“Halo … halo, Mas Rangga!” suara Bastian memanggil-manggil di seberang sana. Tangan Rangga terkulai di meja, ponselnya melorot lepas dari pegangan.
“Mas Rangga … kau masih di sana?” suara Bastian meninggi penuh kekhawatiran. Rangga geragapan, lalu mengangkat ponsel ke telinganya.
“Halo, Bang. Tabrakan atau kecelakaan tunggal? Lukanya tidak parah, kan? Bagaimana supirnya?”
“Sebaiknya cepat kemari! Ratih sakit, bukan kecelakaan. Sedang diperiksa dokter. Aku tidak tau crita persisnya, dia ditemukan sendirian di jalan!”
“Baiklah, baiklah, kami ke sana! Terima kasih infonya. Tunggu sampai aku datang, ya Bang,” pintanya. Hubungan berakhir.
Rangga menutup wajah dengan kedua tangan yang bertumpu di meja dengan sikunya. Dia teringat saat mendengar putrinya memanggil-manggil tadi, Ratih pasti sedang meminta pertolongan. Hubungan mereka sangat dekat dan erat. Derita Ratih adalah deritanya juga. Sekarang terbukti, putrinya berada di IGD. Bahunya merasakan pijitan lembut tangan istrinya.
“Siapa yang menelpon, Yah. Siapa yang kecelakaan? Kita mau ke rumah sakit, kah?” Arum memberondong suaminya dengan pertanyaan.
“Cepat ganti baju, kita ke Geriatri, sekarang!” perintahnya sambil menoleh.
“Sapa yang sakit?”
“Ratih,” jawab Rangga lemah.
Arum melebarkan mata, bibirnya bergetar menganga, tapi tak kuasa berkata apapun. Kilau bening langsung tumpah dari kedua netranya yang meredup sendu.
“Cepatlah ganti baju! Kita kesana,” kata Rangga sambil bergegas ke kamar, Arum mengekor.
Dalam perjalanan Rangga mengatakan jika infonya dari Bastian, detektif yang mereka sewa dulu waktu Ratih kabur dari rumah. Dia juga bingung mengapa dia yang mengabari, bahkan dia juga sedang menunggu mereka di IGD Geriatri.
“Kok bisa sih pak Bastian yang membawa Ratih ke rumah sakit. Sebenarnya bagaimana kejadiannya?”
“Bang Domu juga nggak bisa crita apa yang terjadi,” jelas Rangga.
Setelah parkir, Rangga dan istrinya bergegas menuju IGD. Sampai di sana Bastian dan putrinya sedang menunggu mereka di depan pintu. Mereka mencari tempat duduk di lobi IGD.
Cindy menceritakan kronologi bagaimana dia bertemu Ratih yang hampir pingsan di jalan. Cindy bingung, masalahnya tempat Ratih berada di jalan raya arah ke Purbalingga. Saat itu Cindy mau mengantar temannya sekalian mau main ke sana.
Tiba-tiba tirai pembatas tempat tidur pasien terbuka. Seseorang memanggil, “keluarga nona Ratih!”
Mereka menoleh, Rangga segera berdiri diikuti Arum, melangkah cepat, menghampiri. Diikuti Bastian dan Cindy.
“Ya, saya!” jawab Rangga, “saya Ayahnya!”
Dokter menjelaskan secara singkat kondisi Ratih yang perlu rawat inap. “Putri bapak sepertinya mengalami kejadian traumatis. Nanti akan ditangani dokter ahlinya. Silakan bapak ke bagian registrasi rawat inap.”
“Boleh saya melihat keadaan putri saya?”
“Putri bapak masih dalam pengaruh obat penenang. Sebaiknya diurus segera kamar rawatnya, agar bisa beristirahat lebih tenang.”
“Bun, Ayah akan mengurus kamar perawatan dulu. Bang Domu, Cindy, terima kasih sudah menolong Ratih. Aku mau ke bagian registrasi dulu,” pamitnya.
Bastian dan putrinya pamit dengan janji akan menjenguknya kembali. Keduanya minta ijin untuk melihat kondisi Ratih terlebih dahulu. Rangga dan istrinya menyilakannya.
Rangga beranjak ke lobi utama mengurus kamar perawatan putrinya. Belum lagi melangkah tangannya ditarik Arum. “Apa perlu mereka dikabari?”
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya