Attala menghentikan mobilnya di depan salah satu rumah berlantai dua yang berada di kawasan Menteng. Ya, rumah yang akan ia tempati bersama istri tercinta—Kirei Anastasya Gumilar. Kawasan Menteng ini memang terkenal sebagai daerah elit yang menjadi hunian orang-orang dengan strata ekonomi tinggi. Maka dari itu, tidak aneh jika rumah-rumah yang ada di sini terlihat mewah dan megah.
Ada sebuah buku yang pernah Attala baca, judulnya ‘Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi’. Di dalam buku itu diceritakan, bahwa daerah Menteng dulunya dipenuhi dengan pohon buah Menteng. Mungkin, dari nama buah itulah. Akhirnya, kawasan ini diberi nama Menteng. Namun, ada lagi pendapat lain yaitu nama Menteng berasal dari orang Bugis bernama Daeng Menteng. Semasa hidupnya, Daeng Menteng pernah punya jasa terhadap pemerintah Hindia-Belanda hingga diberi hadiah berupa tanah di kawasan Menteng ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kawasan Menteng ini juga sudah menjadi permukiman elit sejak zaman kolonial Belanda. Pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda merencanakan pembangunan kawasan permukiman elit yang diberi nama Menteng. Karena mengikuti konsep garden city yang diperkenalkan oleh Ebenezer Howard di Inggris, perencanaan ini dilakukan dengan hati-hati sekali. Konsep ini menjadikan Menteng sebagai salah satu contoh terbaik di Asia Tenggara, pada masa itu.
Rumah-rumah di sini, kebanyakan mengusung gaya arsitektur tropis kolonial. Ciri khasnya adalah adalah bangunan yang besar, dengan langit-langit yang tinggi dan jendela-jendela besar untuk sirkulasi udara yang baik. Material yang digunakan juga menyesuaikan dengan iklim tropis, seperti penggunaan atap genteng dan dinding tebal untuk mengurangi panas.
Tak hanya itu, di Menteng juga banyak bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Salah satunya yaitu Gedung Joeang 45 yang kini berganti nama menjadi Museum Perjuangan Kemerdekaan Indonesia serta menjadi tempat tinggal tokoh-tokoh penting Bangsa Indonesia, seperti presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno.
Pagar rumah terbuka, lalu muncul seorang pria berseragam satpam. Di dadanya, ada papan nama yang bertuliskan Malik.
“Pak Attala, kan?” tanya Malik sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
“Iya. Kamu satpam di rumah ini?” Attala menyambut uluran tangan Malik.
“Iya, Pak. Perkenalkan, saya Malik. Saya disuruh Pak Prasetyo untuk menjaga rumah ini,” ujar Malik sambil mengalihkan pandangan ke arah dua wanita yang ada di belakang Attala sebagai bentuk sambutan darinya.
Attala melepaskan jabatan tangannya, lalu Malik membuka gerbang rumah agar mobil majikan barunya itu bisa masuk ke dalam.
Attala kembali ke dalam mobil diikuti Kirei dan Mama mertuanya. Kemudian, ia memasukkan mobil ke dalam pekarangan rumah. Di sana, ada garasi yang sangat luas. Cukup untuk empat mobil. Pembangunan rumah ini, ia serahkan pada Papanya. Karena dulu, ia masih menjalani masa kuliah di Korea. Jadi, sebelum dirinya memutuskan menerima perjodohan yang diatur oleh Mama Maya. Ia sudah mempersiapkan tempat tinggal untuk keluarga kecilnya kelak.
“Malik, Papa dan Mama belum ke sini?” tanya Attala sambil keluar dari mobil.
Malik belum sempat menjawab pertanyaan Attala. Sebuah mobil berwarna merah menyala memasuki pekarangan rumah, lalu berhenti di belakang mobil Attala.
Attala sangat mengenali pemilik mobil itu yaitu Papa dan Mamanya. Benar saja, dua orang yang paling ia cintai keluar dari mobil dengan wajah yang terlihat bahagia, apalagi Mama Maya yang langsung memeluk Kirei dengan erat.
“Mama, sehat?” tanya Kirei. Ia membalas pelukan mama mertuanya itu.
“Alhamdulillah, Sayang.” Maya melepas pelukannya, lalu memegang pundak Kirei sambil tersenyum.
Kemudian, ia beralih pada besannya dan mengulurkan tangan sambil cipika-cipiki. “Gimana kabarnya, Jeng? Attala enggak bikin masalah, kan?”
“Baru saja pagi tadi, anakmu berulah, Jeng,” ujar Gayatri dalam hati.
“Kok, diam aja, Jeng?” tanya Maya heran karena Gayatri tidak langsung menjawab pertanyaannya. “Attala, apa yang sudah kamu lakukan di rumah mertuamu?”
Maya mengalihkan pandangan ke arah Attala.
“Enggak, kok, Jeng. Attala, anak yang baik. Dia juga sangat sayang sama Kirei,” ujar Gayatri.
“Syukurlah. Jeng, kalau Attala melakukan kesalahan, tegur saja.Ngomong-ngomong, suamimu tidak ikut, Jeng?” Maya celingukan mencari keberadaan Gumilar yang tidak kelihatan batang hidungnya dari tadi.
“Mas Gumilar ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Nanti, Mas Gumilar nyusul ke sini,” jelas Gayatri.
Prasetyo berjalan menghampiri Maya dan Gayatri. Kebetulan, pas turun dari mobil, ponselnya berdering, lalu ia langsung memisahkan diri untuk menerima telepon dari karyawannya. Ada seseorang yang ingin bekerja sama dengan perusahaannya untuk membangun sebuah hotel mewah di Bali. Ia pun membuat janji temu dengan orang itu Minggu depan. Setelah berbasa-basi sejenak, ia mengajak besan, istri, anak dan menantunya untuk masuk ke rumah.
Rumah ini terlihat begitu indah dengan dinding-dinding bercat krem dan coklat kayu. Warna krem lebih mendominasi ruangan tamu dan bagian luar rumah, sedangkan coklat kayu dibagian kusen, tiang, dan kusen jendela. Begitu juga dengan ruang keluarga. Lampu kristal tergantung dengan cantik di langit-langit. Rumah ini, ternyata sudah lengkap dengan segala isinya. Jadi, Attala dan Kirei tidak terlalu banyak membawa barang saat pindahan nanti. Cukup baju dan pernak-pernik yang lainnya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya