Novel : Hitam Putih Pernikahan (Bab 11)
Pagi-pagi sekali, rumah keluarga Gumilar sudah disibukkan dengan persiapan Ngunduh Mantu. Sesuai kesepakatan kedua keluarga dari pihak pria dan wanita. Acara ini akan digelar, lima hari setelah acara resepsi pernikahan. Tak hanya itu, Kirei sudah mengemasi barang-barang pribadinya, mulai dari baju, sepatu, tas, dan lain sebagainya.
Sebenarnya, Ngunduh Mantu ini tidak wajib digelar karena hanya sebuah tradisi yang membuat momen pernikahan terlihat spesial dan unik. Bukan cuma di Jawa, tradisi ini juga kadang dilaksanakan oleh suku Sunda. Tradisi ini juga adalah pesta lanjutan yang dijadikan sebagai momentum untuk keluarga pengantin pria memberitahu kepada sanak saudara atau tetangga bahwa mereka memiliki anggota keluarga baru yaitu pengantin perempuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kirei kembali menggunakan kebaya berwarna peach dengan taburan mutiara dipadu dengan rok duyung dengan motif batik Sidomukti Ornamen Meru yang memiliki filosofi yang sangat luar biasa. Ia sudah lama akrab dengan motif ini hingga ia tahu asal muasalnya. Meru dalam kebudayaan Jawa-Hindu adalah lambang Gunung Mahameru yang dikenal sebagai tempat para dewa dan Dewi tinggal.
Motif Meru ini berbentuk segitiga atau kerucut yang melambangkan keseimbangan dalam hidup. Ketika membina bahtera rumah tangga, keseimbangan ini sangat penting, baik dalam komunikasi, keputusan bersama, maupun dalam membagi waktu antara keluarga, karier, dan kehidupan pribadi. Ornamen Meru dalam batik Sidomukti juga mengingatkan kedua mempelai untuk selalu mencari keseimbangan dalam pernikahan. Tak hanya itu, Merupakan juga melambangkan keberanian dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan kehidupan karena namanya berumahtangga tidak akan lepas dari ujian.
Kebaya yang dipakai Kirei kali ini, sangat tertutup dengan kerah baju berbentuk Chiangi jadi bagian dadanya benar-benar tertutup. Sebenarnya, Ia kurang menyukainya. Namun, ia harus tetap memakainya untuk menghormati dan menghargai pemberian dari Tante Grace dari pihak Attala. Ia yakin, Attala turut andil dalam pemilihan model kebaya ini karena suaminya itu tidak suka melihatnya menggunakan pakaian yang terbuka. Hari ini pun, suaminya mengenakan kemeja batik serupa dengan roknya yang dipadukan dengan celana kain berwarna hitam.
“Rei, sudah siap?” Gayatri masuk ke kamar Kirei untuk melihat putrinya yang sedang dirias.
“Sudah, Ma. Mas Attala mana, Ma?” Kirei menanyakan keberadaan suaminya karena sedari tadi ia dirias, sang suami tidak terlihat batang hidungnya.
“Ada di ruang tamu, lagi ngumpul sama keluarga besar kita. Kalau sudah selesai, kita berangkat sekarang. Mama Maya dari tadi sudah nelepon terus,” ujar Gayatri.
Kirei berdiri dari tempat duduknya. Penata rias merapikan sedikit kebaya yang dikenakannya. Kemudian, ia meninggalkan kamar dan mengapit lengan Mama.
Di ruang tamu, keluarga besar dari pihak Mama dan Papa, semuanya hadir, kecuali Andreas. Putra sulung—Tante Sonya itu—lagi sibuk dengan galeri lukisannya. Kebetulan hari ini, Andreas ada pameran penting yang tidak bisa ditinggalkannya. Ia hanya menitipkan sebuah kado dan ucapan selamat atas pernikahan Kirei kepada Tante Sonya.
Attala terpesona ketika melihat Kirei keluar dari kamar. Ia menghampiri istrinya itu. Ternyata, model gaun pilihannya sangat pas. Ia tahu sang istri enggan untuk memakai kebaya tertutup seperti itu karena belum terbiasa. Namun pelan-pelan, Kirei pasti akan terbiasa. Tugasnyalah untuk membimbing tulang rusuknya itu. Ia tidak ingin aurat istrinya dilihat pria lain selain dirinya. Tak masalah baginya, kalau Kirei belum mau berhijab, yang sebagian auratnya terjaga. Biar waktu yang memberinya kesadaran bahwa memakai hijab adalah kewajiban seorang perempuan sebagai muslimah yang taat.
Sebenarnya, acara Ngunduh Mantu akan dilaksanakan di salah satu hotel bintang lima di daerah Jakarta Pusat dengan menggundang rekan kerja dan teman-teman dekat Papa dan Mama. Namun, setelah mendengar tentang kado berisi ular. Mereka pun memutuskan untuk mengadakan acaranya di rumah saja dan hanya mengundang tetangga serta keluarga besar yang dekat saja. Attala langsung menyetujuinya. Ia tidak ingin kejadian kado itu terulang lagi jika terlalu banyak tamu undangan.
“Rei, pandai sekali kau milih suami. Ganteng, lho, kayak Oppa-oppa Korea,” ujar Dania—salah satu kerabat Kirei dengan logat Medan yang kental. Ia sengaja jauh-jauh dari Medan untuk melihat wajah asli suami Kirei.
“Suamiku itu 10 tahun di Korea. Sepertinya, Mas Attala tertular virus kegantengan cowok-cowok di sana,” bisik Kirei sambil tersenyum.
“Bisa jadi, bisa jadi.” Dania setuju dengan perkataan Kirei. Di Korea banyak sekali dokter bedah plastik yang handal dan skincare yang bagus. Mungkin, Attala memiliki dokter khusus untuk perawatan wajahnya agar terlihat glowing seperti sekarang.
Attala mengapit lengan Kirei saat istrinya itu ada di dekatnya. Mereka berdua berjalan beriringan menuju mobil yang sudah dipersiapkan khusus untuk pengantin baru. Sanak saudara dan tetangga yang ikut mengantar pun ikut bersiap-siap.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya