Novel : Choose Happiness (Part 21)
Bab. 21 Balas Dendam?
Keesokan harinya terlihat Amora yang sudah bersiap untuk pulang dari rumah sakit itu dengan sedikit perban yang masih menempel di titik lukanya, “Udah siap?” tanya Daren yang baru saja masuk ke ruangan itu setelah menyelesaikan biaya administrasi.
“Udah.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ya sudah, ayo” ucap Daren yang lalu mengambil alih tas yang tadinya di bawa oleh Amora.
Setelah itu mereka pun berjalan bersama untuk pergi dari rumah sakit itu menuju parkiran tempat mobil Daren berada. Beberapa menit setelah itu, kembali terlihat mobil Daren yang melaju di jalan raya menuju rumah mereka.
Saat itu hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua, hingga mobil yang mereka tumpangi pun berhenti di garasi rumah Daren dan Amora. Lalu dengan cepat namun santai, Daren turun dari mobil itu dan berjalan ke sebelah untuk membukakan pintu mobil yang terdapat Amora di dalamnya.
Melihat itu Amora sedikit canggung, lalu dia pun dengan pelan keluar dari dalam mobil itu. Amora semakin canggung saat dia terburu-buru berdiri hingga membuat kepalanya terbentur bagian atas mobil itu, tapi itu semua tidak terjadi karena ternyata sebuah tangan melindungi kepalanya dari atas mobil itu.
“Hati-hati, Ra” ucap Daren.
Amora yang merasa sangat canggung langsung segera menjauh dari tempat Daren berdiri. Lalu dia kembali berjalan setelah Daren selesai menutup pintu mobil itu, dia mendahului Daren untuk masuk ke dalam rumahnya itu.
Di siang harinya terlihat Amora yang tengah melamun dengan duduk di kursi gantung yang berada di balkon kamarnya, Amora melamun dengan menghadap ke arah pepohonan yang rimbun, terlihat sangat menenangkan.
Lagi-lagi di tengah lamunannya itu, Amora kembali teringat dengan seorang anak laki-laki bernama Ian yang ada di mimpinya 2 hari yang lalu, “Siapa sih sebenernya si Ian-Ian itu?”
“Mana dia janji bakal nikahin gue lagi. Hahaha, anak-anak polos yang masih belum tahu kejamnya dunia” ucap Amora dengan kekehan kecil.
Setelah itu Amora kembali terdiam dan kembali menyenderkan kepalanya di kursi gantung itu, “Gue ngga tau harus melangkah kayak gimana lagi.”
“Gue takut ada tindakan secara tiba-tiba dari dia, sedangkan gue aja belum nemuin bukti tepat kalau Kakaknya itu pembunuh sebenarnya” gumam Amora yang kini mulai frustasi.
“Gue harap dia ngga ngelakuin tindakan itu dulu sebelum gue siap” lanjut Amora yang mulai menutup matanya dengan kepala yang masih dia senderkan di tempat itu.
Di sore harinya, di sekitar pukul 4 sore, terlihat Daren yang baru saja pulang dari kantornya. Karena tidak melihat Amora di lantai 1, Daren pun langsung berjalan menaiki tangga menuju lantai 2.
Lalu dia masuk ke dalam kamarnya, Daren heran karena tetap tidak melihat keberadaan Amora. Namun setelah beberapa detik mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar itu, Daren melihat bahwa pintu balkon kamarnya itu tidak ditutup dengan rapat.
Daren pun bergegas menghampiri balkon kamarnya itu dan berakhir menemukan Amora yang ternyata tertidur di kursi gantung dengan posisi memeluk kedua kakinya dan dengan kepala yang disenderkannya di kursi gantung itu.
Perlahan Daren mendekat ke arah Istrinya itu, wajah Amora terlihat sangat tenang seperti tidak ada beban ketika tertidur seperti ini, “Saya mohon berhenti menjauhi saya, Ra. Saya sangat ingin berbicara denganmu seperti dulu” batin Daren ketika mengamati wajah Amora.
Tak lama kemudian, tiba-tiba Amora mengerutkan dahinya dengan ekspresi ketakutan, “Kak… Kak Renaa.., hentikan, kumohon hentikan.”
“Raa” ucap Daren yang berusaha menenangkan Amora. Karena sepertinya perempuan itu bermimpi buruk.
“Jangaann!!”
“AAA!!”
Plak!!
“Arghh!”
“Kak, maaf” Amora langsung beranjak dari kursi gantung itu dan menghampiri Daren yang sedikit menjauh darinya karena pukulannya barusan.
Amora baru saja terbangun dengan ketakutan, dan keberadaan Daren di depan wajahnya barusan semakin membuat Amora terkejut, dia pun dengan reflek memukul wajah laki-laki tampan itu dengan cukup keras.
“Kak, Kak sumpah aku ngga tau. Aku tadi reflek karena kaget, makanya langsung mukul kamu karena kamu jumpscare, tiba-tiba ada di depan wajahku” ucap Amora yang kini berusaha untuk melihat wajah Daren yang masih ditutupi oleh tangan laki-laki itu.
“Iya, ngga papa, Ra. Udah ngga usah minta maaf” jawab Daren.
“Lihat” ucap Amora yang membuat Daren menurunkan tangannya dari wajahnya.
Amora membelalakkan matanya saat melihat hidung Daren yang berdarah, “Astaga, ayo sini-sini” ujar Amora yang langsung menarik tangan Daren dan menyuruh laki-laki itu untuk duduk di sofa, sedangkan dia mengambil tisu.
Setelah itu Amora pun memberikan beberapa tisu kepada Daren, “Kak, pakai ini biar darahnya berhenti, aku ambilin es batu dulu buat kompres biar ngga bengkak.”
“Eh!”
“Ngga usah, Ra. Ini aja udah cukup kok, hidung saya baik-baik saja. Kamu mukulnya juga ngga terlalu keras, jadi ngga akan bengkak, tenang aja” ucap Daren setelah menghentikan pergerakan perempuan itu dengan memegang tangannya.
“Sekali lagi maaf ya, Kak. Aku benar-benar ngga bermaksud” ucap Amora untuk kesekian kalinya.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya