Novel : Senja Membawamu Kembali ( Part 30)

- Penulis

Senin, 2 Desember 2024 - 11:13 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Novel : Senja Membawamu Kembali ( part 14 )

Novel : Senja Membawamu Kembali ( part 14 )

Novel : Senja Membawamu Kembali ( Part 30)

Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Manda duduk di balik kemudi sambil memandang Ayyara yang sekarang berada di sampingnya. Keduanya tengah berada parkiran perusahaan tempat Manda bekerja.
Ayyara sengaja datang ke kantor tersebut karena berencana pergi keBandungnyag menggunakan mobil Manda.
“Lo yakin mau melanjutkan ini semua?” tanyanya.
Ayyara menundukkan kepala sambil menggeleng. “Gue nggak tahu.”
“Ay, gue bakal dukung lo, kalau memang tawaran ini diterima karena lo pengin ngembangin potensi yang lo punya. Tapi, sorry … gue nggak mau bantu, kalau ini lo lakuin karena ingin balas dendam sama Mas Aby.”
Ayyara menoleh ke arah Manda. “Gue cuma pengin ngasih pelajaran ke Mas Aby, Man.”
Manda geleng-geleng kepala. “Iya, kalau berhasil, kalau tidak? Lo siap kehilangan dia? Lo yakin Alden bisa lebih baik dari Mas Aby?” desak Manda.
“Kok, jadi ke situ arahnya?” Ayyara memandang Manda tak suka.
“Ay, gue punya mata. Lo nggak pernah tersenyum bahagia depan laki-laki lain, tapi kemarin lo lakukan itu depan Alden,” ungkap Manda yang membuat Ayyara terkesiap.
“Apa maksud kamu, Man?”
Manda membuka ponselnya, lalu menunjukkan foto yang dia potret secara diam-diam. “Sorry, gue ambil itu tanpa seizin lo.”
Ayyara tertegun memandang layar ponselnya Manda.
“Coba perhatikan, bagaimana cara Alden menatap lo? Apa lo sadar, seperti tengah menyerahkan diri pada singa yang sedang lapar?”
“Maksud lo?” Ayyara masih belum memahami maksud sahabatnya ini.
Manda menghela napas panjang. “Sebelumnya, gue mau minta maaf dulu sama lo. Jujur, awalnya, gue terima usulan Alden untuk mengajak lo di project barunya ini, semata karena lihat potensi lo yang selama ini nggak diapa-apain,” ungkapnya.
“Oke, lalu?”
“Lalu, gue baru tahu sepulang kalian makan malam di rumah gue bahwa ternyata Alden itu sudah mengincar lo sejak masih kuliah di Bandung.”
“Hah? Tunggu! Maksudnya ‘mengincar lo’ itu,  apa?” Ayyara masih tak paham.
Kemudian, Manda menceritakan apa yang dia dengar dari Hardi soal rencana Alden untuk mendapatkan cintanya Ayyara sejak mereka kuliah di kampus . Ibu dua anak ini kembali tertegun setelah mendengar penuturan sahabatnya.
“Pantas saja waktu itu Mas Aby marah besar,” cetus Ayyara.
“Waktu kapan?” Manda balik penasaran.
“Waktu aku mengajukan syarat jika Mas Aby nggak bisa meninggalkan Lidya.”
“Ooh, yang itu?” komentar Manda yang membuat Ayyara kembali heran.
“Maksudnya apa, ‘Ooh, yang itu?’,” desaknya.
Sorry, ya, Ay … waktu Mas Aby ninggalin lo di Jakarta, ngerampok lo habis-habisan, dan pergi ke KL diam-diam … malamnya itu, dia telepon gue sama Mas Hardi.”
“Hah?” Ayyara melongo tak percaya. “Terus dia ngomong apa?”
“Yang jelas, dia mengakui kesalahannya dan melakukan itu karena terpaksa. Dia kepepet dan ini menyangkut kehidupan banyak orang di perusahaan.”
“Terus, kenapa harus ngambil diam-diam, memang aku perempuan yang gila harta? Nggak bisa diajak diskusi?” lontar Ayyara kembali kesal.
“Karena Mas Aby nggak mau berantem lagi sama lo urusan yang menyangkut Lidya. Bagaimana, itu memang perusahaan milik perempuan itu. Katanya, Mas Aby nggak berani melihat wajah lo langsung.”
Ayyara tertunduk. “Semenakutkan itu gue di mata Mas Aby, Man?”
“Bukan gitu maksudnya, Ay … cowok itu akan lebih sakit ketika melihat wanita yang dicintainya tersakiti. Dia tahu apa yang dilakukannya itu sudah melukai lo begitu dalam. Jadi, Mas Aby nggak berani bicara langsung ke lo sebelum permasalahannya selesai.”
“Sampai kapan?” ucap Ayyara lirih.
“Insyaallah nggak lama lagi. Sekarang, keputusan ada di tangan lo. Mau menunggu itikad baik Mas Aby yang lagi berjuang memperbaiki semuanya atau lo pilih Alden sebagai tempat pelarian sementara dari masalah?”
“Astaghfirullah, Manda! Gue nggak seburuk itu,” kelitnya. “Lagipula, apa jaminannya bahwa Mas Aby mau memperbaiki ini semua?”
“Lo tahu, apa yang dilakukan Mas Aby selama di KL?”
Ayyara hanya mengedikkan bahu.
“Lo kalau nggak percaya boleh tanya Anggi, staf Mas Aby yang ikut ke KL. Dia cerita ke Mas Hardi, sejak hari kedua di sana, Lidya dan Mas Aby nyaris nggak pernah barengan.”
Ayyara hanya tersenyum sinis. “Apa iya, begitu?”
Manda langsung mendelik. “Eh, kalau lo nggak percaya sama Anggi, it’s okay. Sekarang, lo hubungi teman Mas Aby yang namanya Shaga Elang Dirgantara. Tanya ke dia, benar nggak suami lo selama di KL pergi terus sama dia.”
“Siapa, tuh? Sudah, deh, Man … nggak usah berlebihan. Meskipun gue masih sanksi dengan perubahan Mas Aby, tapi gue juga nggak bakalan tutup mata kalau memang dia sungguh-sungguh mau berubah.”
Manda kembali mengela napas. “Terserah lo, deh. Yang jelas, gue nggak bohong soal kerja sama yang dilakukan Mas Aby sama yang namanya Shaga itu. Dia teman kita pas kuliah S1. Dulu, gue nggak terlalu kenal sama dia, padahal kita satu angkatan. Fokus gue cuma ngawasin Mas Aby demi elo.”
Ayyara tergeletak mendengar ucapan Manda hingga istri Hardi ini keheranan. “Apanya yang lucu?”
“Ya, itu, apa iya, lo nggak gaul di kampus gara-gara mata-matain Mas Aby?” cibirnya.
“Lho, lo nggak percaya? Kalau gue nggak S2 barang Mas Hardi, mungkin sampai sekarang jadi perempuan tua yang nggak bersuami. Gue itu, aslinya nggak kenal cowok lain selama kuliah selain Abyan sama Haedi,” ungkap Manda serius.
Ayyara terdiam, dia baru menyadari ucapan Manda itu bukan candaan kala melihat ekspresi wajah sahabatnya ini begitu serius.
“Ya, sudah, ya, sudah … maaf. Makasih sudah jagain Mas Aby buat gue,” ucap Ayyara sembari merangkul sahabatnya dari samping.
Saat itulah ponsel Manda berdering dan nama Alden muncul di layar. Istri Hardi ini menatap Ayyara. “Jadi, apa keputusan lo?”
Ayyara memejamkan mata. Dia mengingat peristiwa saat salat Subuh tadi. Hatinya ikut terenyuh kala mendengar rintihan tangis Abyan dalam sujudnya. Kemudian, ibu dua anak ini kembali membuka mata, menatap sahabatnya untuk beberapa saat.
Ayyara menggeleng. “Gue mau pulang.”
“Yes!” Manda teriak sembari tersenyum lebar. Kemudian, dia mengangkat telepon yang sejak tadi berdering dan menekan lambang pengeras suara.
“Halo, Al, gimana-gimana, ada kabar apa, nih?” tanya Manda pura-pura lupa dengan rencana hari ini.
“Lho, Man kok, begitu pertanyaannya? Bukankah hari ini lo mau ke Bandung bareng Ayya? Gue sudah siapkan hotel sekaligus makanan terbaik di sini.”
“Ya, ampuun, kok, gue sampai lupa, ngabarin lo, ya?” tanggap Manda masih terlihat tenang, meskipun hatinya sangat deg-degan.
“Ngabarin apa, ya, Man?” 
“Jadi, kemarin malam, tiba-tiba Ayya batalin kesepakatan kerjasamanya. Karena gue lagi hectic di kantor, sampai lupa kabarin lo. Sorry, ya.”
“Hah? Tunggu Man, kenapa tiba-tiba Ayya berubah pikiran. Dua hari lalu dia begitu antusias dengan kerjaannya ini. Apa gara-gara Abyan? Dia larang Ayya?”
“Wah, kalau soal itu gue nggak tahu.”
“Gue heran sama Ayya, kenapa masih saja mempertahankan Abyan. Dia dari dulu selalu begitu, merasa diri yang paling berhak atas Ayya. Apa coba lebihnya dia dibandingkan gue? Bahkan, urusan harta, jelas gue lebih tajir dari dia.”
Ayyara membelalakan mata mendengar sambil menutup mulutnya. Laki-laki yang dua hari lalu sempat dia kagumi, ternyata hanya seorang bertoping demi pencitraan.
“Gue ikut prihatin kalau lo kecewa, tapi sorry … gue nggak terima lo jelek-jelekin Abyan. Bagaimanapun dia itu suami sahabat gue sendiri.”
“Justru karena Ayya sahabat lo, makanya gue perlu ngomong ini.”
“Maksud lo, apa, Al?” tanya Manda sambil melirik sahabatnya.
“Abyan itu gampang tergoda sama perempuan cantik,” ujarnya sinis.
“Al, hati-hati kalau bicara!”
“Ini fakta, Man … dulu, gue pikir umpan Lidya nggak akan mempan sama dia, tapi ternyata …..” Terdengar suara desahan napas dari seringainya. “Gue kasihan saja sama Ayya, lihat si Byan tergila-gila sama Lidya.”
Mata Ayyara semakin melotot, lalu kembali menutup mulutnya yang semakin menganga lebar.
“Al, stop! Gue nggak nyangka ternyata lo sekeji itu?” Manda mulai meninggikan suara.
“Tenang Man, lo nggak usah marah-marah, gue nggak bakal nyakitin Ayya. Lagipula, kalau Abyan memang cowok baik-baik, harusnya nggak tergoda, kan?” cibirnya.
“Al, seandainya Ayyara tahu tentang semua ini, lo pikir, dia tetap mau berhubungan baik sama lo?”
Alden terkekeh. “Kalau dia tetap nggak bisa gue milikin, seengaknya Abyan pun hancur karena kehilangan Ayya. Buat gue, itu sudah lebih dari cukup.” 
“Alden! Mulai detik ini, kita nggak punya hubungan apapun. Pertemanan kita selesai sampai di sini.”
Manda masih mendengar gelak tawa Alden di seberang sana, sebelum dia menutup teleponnya. Istri Hardi itu langsung melempar ponselnya ke atas dashboard sambil mengucapkan sumpah serapah, mencaci maki kelakuan Alden.
“Gila, nggak nyangka banget gue ngalamin kejadian begini? Sudah kayak sinetron saja tingkah si Alden ini,” gerutu Manda sembari memijat-mijat pelipisnya karena tiba-tiba kepalanya terasa pening.
Manda baru menyadari kalau Ayyara mengalami syok berat melebihi dirinya. Saat menoleh, dia melihat sahabatnya tengah berlinang air mata.
“Ya, ampun, Ay … maafkan gue, ya. Lo harus dengar itu semua,” sesal Manda seraya memeluk Ayyara dan membiarkannya menangis meluapkan semua rasa dalam hatinya hingga puas.

Berita Terkait

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:41 WIB

Novel Hitam Putih Pernikahan (Bab 16)

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:38 WIB

Novel : Hitam Putih Pernikahan (Bab 15)

Jumat, 6 Desember 2024 - 14:25 WIB

Novel: Padamu Aku Akan Kembali (Part 7)

Senin, 2 Desember 2024 - 11:23 WIB

Novel : Senja Membawamu Kembali ( Tamat)

Senin, 2 Desember 2024 - 11:13 WIB

Novel : Senja Membawamu Kembali ( Part 30)