Redaksiku.com – Nilai rubah rupiah kian tertekan oleh dollar AS pada Kamis (19/12/2024) pagi hari.
Bahkan, kurs mata uang Garuda mendekati level Rp 16.300 per dollar AS. Mengacu information Bloomberg, nilai rubah rupiah pada pukul 10.00 WIB berada di level Rp 16.274 per dollar AS.
Nilai ini ambles 176 poin atau 1,09 persen dari level penutupan sebelumnya. Depresiasi itu seirama dengan indeks dollar AS yang melejit.
Mengacu information Investing, greenback langsung melesat dari kisaran 106,5 poin ke kisaran 108 poin, sesudah bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menginformasikan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis point pada Rabu (18/12/2024) selagi setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra mengatakan, keputusan The Fed untuk kembali melonggarkan kebijakan moneternya udah cocok dengan ekspektasi pasar. Namun, pelonggaran ini diyakini tidak kembali berjalan dengan tempo yang lebih cepat pada tahun depan.
“Sesuai perkiraan terhitung The Fed mengeluarkan pernyataan yang ditangkap pelaku pasar bahwa The Fed akan menghindar suku bunga nya didalam selagi lama sesudah tahun ini,” kata dia, didalam keterangannya, Kamis.
Sebab, sejumlah information paling baru ekonomi AS yang cukup disertai gejala inflasi yang sukar turun, mendorong The Fed memberi tambahan sinyal penundaan pemangkasan. The Fed menunjukan, mereka mungkin cuma akan turunkan suku bunga acuannya sebanyak 2 kali pada 2025. “Dan dollar AS pun bergerak menguat,” ujar Ariston.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, pelemahan nilai rubah rupiah dipengaruhi oleh makin lama tingginya ketidakpastian world khususnya terkait dengan arah kebijakan Amerika Serikat.
Rencana kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang lebih protektif, melalui kenaikan tarif impor komoditas dan cakupan negara yang lebih luas akan tingkatkan fragmentasi perdagangan dunia serta mengganggu rantai pasok world Risiko gangguan pantai pasok world berpotensi berimbas pada tingkat inflasi dunia yang kembali meningkat, dan pada kelanjutannya berimbas pada arah kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed). BI memprediksi, laju penurunan tingkat suku bunga acuan The Fed, Fed Fund Rate, akan lebih lambat, akibat tingkat inflasi Negeri Paman Sam yang meningkat.
Pada selagi bersamaan, imbal hasil atau yield obligasi pemerintah AS tetap tinggi, seiring dengan tingginya kebutuhan membeli dan pembiayaan pinjaman AS. “Mengakibatkan berlanjutnya preferensi investor world untuk memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS,” ujar Perry, didalam konferensi pers, di Kantor BI, Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Ikuti berita terkini dari Redaksiku di Google News atau WhatsApp Channels
Penulis : Redaksiku
Editor : Redaksiku
Sumber Berita : Redaksiku