Pemecatan siswa calon Bintara, Valyano Boni Raphael, dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jawa Barat menjadi perhatian publik.
Keputusan ini dipertanyakan karena terjadi hanya enam hari sebelum pelantikannya sebagai anggota Polri pada 3 Desember 2024.
Kepala SPN Polda Jabar, Kombes Dede Yudy Ferdiansyah, menjelaskan bahwa pemecatan Boni bukan tanpa alasan.
Selama mengikuti pendidikan, ia terbukti melakukan empat pelanggaran, dua di antaranya tergolong pelanggaran berat. Hal ini menjadi pertimbangan utama dalam keputusan yang diambil oleh pihak SPN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dasar Hukum Pemecatan Valyano Boni Raphael

Keputusan untuk mengeluarkan Valyano Boni Raphael berlandaskan Surat Keputusan Kalemdiklat Polri Nomor SKEP/244/XII/2006.
Peraturan ini menjadi pedoman dalam pemberhentian peserta didik dari berbagai program pendidikan di lingkungan Polri, termasuk Pendidikan Pembentukan Brigadir (Dikbang), Pendidikan Pembentukan Umum (Dikbangum), dan Pendidikan Pembentukan Khusus (Dikbangspes).
Dalam peraturan tersebut, ada tiga aspek utama yang dijadikan dasar penilaian, yaitu aspek akademik, mental kepribadian, serta kesehatan dan kesamaptaan jasmani. Jika seorang siswa tidak memenuhi standar dalam salah satu atau lebih dari aspek tersebut, maka ia bisa diberhentikan dari pendidikan.
Empat Pelanggaran yang Menjadi Penyebab Pemecatan Valyano Boni Raphael
1. Berbohong tentang Perawatan di Rumah Sakit
Salah satu pelanggaran berat yang dilakukan oleh Valyano Boni Raphael adalah kebohongan terkait perawatan medis yang ia jalani.
Ia mengklaim bahwa dirinya dirawat di RS Siloam Purwakarta dan RSB Sartika Asih karena mengalami pemukulan.
Namun, hasil investigasi menunjukkan bahwa perawatan tersebut dilakukan atas inisiatifnya sendiri, bukan atas rekomendasi dokter.
Kebohongan ini menjadi pelanggaran serius karena menunjukkan kurangnya kejujuran serta potensi untuk menyalahgunakan informasi demi keuntungan pribadi.
Dalam lingkungan kepolisian, kejujuran adalah prinsip utama yang harus dijunjung tinggi, sehingga tindakan seperti ini tidak bisa ditoleransi.
2. Mengarang Cerita tentang Pemukulan
Selain berbohong tentang perawatan medis, Valyano Boni Raphael juga menciptakan cerita palsu mengenai insiden pemukulan. Ia mengaku bahwa dirinya dipukul oleh orang tak dikenal menggunakan sapu lidi.
Namun, berdasarkan kesaksian teman-temannya, kejadian tersebut ternyata hanya rekayasa.
Boni diketahui meminta salah satu temannya untuk memukul punggungnya dengan sapu lidi agar ia memiliki bekas luka yang dapat ditunjukkan kepada orang tuanya.
Bahkan, Valyano Boni Raphael atau akrab disapa Boni menyuruh temannya untuk berbohong dengan mengatakan bahwa ia juga dipukul di bagian pipi.
Kesaksian lain dari seorang siswa SPN menyebutkan bahwa pada saat kejadian pemukulan yang diceritakan oleh Boni, ia justru terlihat baik-baik saja dan sedang tertidur di poliklinik.
Fakta ini semakin menguatkan dugaan bahwa cerita pemukulan tersebut hanyalah karangan semata.
3. Malas Mengikuti Apel dan Memprovokasi Teman
Pelanggaran ketiga yang dilakukan Boni berkaitan dengan kedisiplinan. Sebagai seorang calon anggota Polri, mengikuti apel dan kegiatan pembinaan fisik merupakan hal yang wajib.
Namun, Boni justru menunjukkan sikap malas dan bahkan mengajak teman-temannya untuk bolos dari kegiatan tersebut.
Lebih dari itu, ia pernah mengungkapkan bahwa dirinya tidak takut jika dikeluarkan dari SPN Polda Jabar.
Ia merasa bahwa posisinya cukup kuat karena ayahnya bertugas di Mabes Polri. Bahkan, ia sempat menyatakan bahwa kekuasaan ayahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kewenangan yang dimiliki oleh SPN.
Sikap seperti ini dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai disiplin dan loyalitas yang harus dimiliki oleh seorang anggota kepolisian.
Oleh karena itu, tindakan ini menjadi salah satu pertimbangan dalam keputusan pemecatannya.
4. Tidak Lulus dalam Beberapa Mata Pelajaran
Selain pelanggaran disiplin dan moral, Boni juga mengalami kendala dalam bidang akademik. Ia gagal dalam beberapa mata pelajaran penting yang diajarkan di SPN Polda Jabar.
Setidaknya ada lima mata pelajaran yang harus ia ulang melalui ujian remedial, yaitu Perundang-undangan, Hak Asasi Manusia, Tindak Pidana Ringan, Tindakan Pertama Tempat Kejadian Perkara, dan Reserse.
Ketidakmampuannya dalam menyelesaikan mata pelajaran ini menunjukkan bahwa ia belum memiliki pemahaman yang cukup untuk menjadi seorang anggota Polri.
Dalam dunia kepolisian, pemahaman hukum dan prosedur merupakan hal yang sangat penting, sehingga kegagalan dalam bidang akademik bisa menjadi alasan kuat untuk mempertimbangkan pemecatan.
Faktor Psikologis dalam Pemecatan
Selain aspek pelanggaran disiplin dan akademik, muncul juga dugaan bahwa Valyano Boni Raphael memiliki masalah kepribadian yang turut memengaruhi keputusannya untuk berbohong dan bersikap tidak disiplin.
Beberapa pihak menduga bahwa ia mengidap Narcissistic Personality Disorder (NPD), yaitu gangguan kepribadian yang ditandai dengan rasa percaya diri berlebihan dan kurangnya empati terhadap
Halaman : 1 2 Selanjutnya