Dalam beberapa tahun terakhir, masjid-masjid di Swedia semakin menjadi sasaran ancaman dan serangan yang mengkhawatirkan.
Ancaman ini bukan sekadar gangguan keamanan, tetapi juga merefleksikan akar yang lebih dalam dari rasisme anti-Muslim yang telah merajalela dalam perdebatan media dan wacana politik.
Masyarakat Muslim di Swedia, seperti yang diwakili oleh Asosiasi Islam Stockholm, telah menyuarakan keprihatinan mereka atas meningkatnya kejahatan rasial yang menargetkan komunitas mereka, serta menyerukan tindakan tegas dari pemerintah dan pihak berwenang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam konteks ini, ada pendapat di kalangan ulama tentang kewajiban atas puasa yang terlewatkan dan konsekuensi hukumnya.
Sebagian ulama, seperti An-Nakhai, Abu Hanifah, dan para ulama Hanafiyah, berpendapat bahwa orang yang tidak berpuasa karena sakit atau dalam perjalanan hanya wajib mengqadha puasanya tanpa harus membayar kaffarah.
Dalil utama mereka adalah ayat dalam Al-Qur’an yang menegaskan kewajiban mengqadha puasa bagi mereka yang sakit atau dalam perjalanan, tanpa menyebutkan kaffarah.
Namun, pandangan ini masih diperdebatkan di antara ulama, dengan beberapa menganggap kaffarah tetap wajib.
Namun, di tengah-tengah perdebatan keagamaan ini, masyarakat Muslim di Swedia menghadapi ancaman yang lebih langsung dan nyata terhadap keamanan dan kebebasan beragama mereka.
Serangkaian insiden di beberapa masjid telah menciptakan ketakutan dan kekhawatiran di antara jemaah Muslim, dengan pengiriman paket berbahaya dan bahkan bom palsu yang ditempatkan di pintu masuk masjid.
Asosiasi Islam Stockholm menekankan bahwa respons terhadap ancaman terhadap masjid harus lebih serius dan tegas.
Mereka menyerukan perlindungan yang lebih besar bagi komunitas Muslim Swedia dan menuntut agar kejahatan rasial yang menargetkan mereka diambil serius oleh pihak berwenang.
Dalam pernyataan mereka, asosiasi tersebut menekankan perlunya prioritas politik yang lebih tinggi dalam memastikan keamanan dan kebebasan beragama bagi Muslim Swedia.
Ketika masyarakat Muslim di Swedia menghadapi ancaman yang semakin meningkat terhadap tempat ibadah mereka, mereka juga menemukan dukungan dari berbagai kelompok dan individu yang menentang rasisme dan intoleransi.
Solidaritas dari masyarakat luas dan tekanan kepada pemerintah untuk bertindak tegas menjadi bagian integral dari upaya melawan kejahatan rasial yang mengancam keselamatan dan kebebasan beragama.
Memang, meningkatnya ancaman terhadap masjid tidak hanya menjadi masalah keamanan lokal, tetapi juga mencerminkan tantangan yang lebih besar yang dihadapi oleh masyarakat Muslim di Swedia dan di seluruh dunia.
Rasisme anti-Muslim tidak hanya mengancam keselamatan fisik, tetapi juga merusak kerukunan sosial dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi pemerintah, pihak berwenang, dan masyarakat secara keseluruhan untuk bersatu dalam menentang setiap bentuk rasisme dan intoleransi.
Perlindungan terhadap kebebasan beragama dan keselamatan masyarakat Muslim harus menjadi prioritas yang tidak dapat ditawar-tawar, dan langkah-langkah konkret harus diambil untuk menegakkan nilai-nilai inklusi dan kerukunan dalam masyarakat yang majemuk.
Sebagai sebuah negara yang berkomitmen pada nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, Swedia memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi semua warganya dari ancaman rasisme dan intoleransi.
Hanya dengan kerjasama dan solidaritas antar semua komponen masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi semua individu, tanpa memandang agama atau latar belakang budaya mereka.
Sumber: Viva.com