Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan analisis mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 yang tidak mencapai angka 5%, tepatnya hanya sebesar 4,94% dalam basis year on year (yoy). Ia mengomentari data yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa tingkat konsumsi lebih rendah daripada yang diharapkan oleh pemerintah.
Dalam sebuah konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Senin (6/10/2023), Sri Mulyani menyatakan bahwa angka pertumbuhan tersebut berbeda dari proyeksi yang sebelumnya telah diumumkan. Ia menyoroti bahwa tingkat konsumsi yang diungkapkan oleh BPS jauh lebih rendah daripada harapan pemerintah. Meskipun keyakinan konsumen tinggi, namun implementasinya dalam tingkat konsumsi tidak mencapai tingkat yang diinginkan.
Sri Mulyani juga mengutarakan bahwa aspek psikologis, faktor iklim seperti El Nino, kenaikan harga beras, serta berbagai faktor lainnya memungkinkan mempengaruhi hal ini, yang perlu untuk dipertimbangkan dan diselidiki lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun demikian, ia menyoroti bahwa pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada kuartal III menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 5,7%. Selain itu, sektor industri manufaktur juga menunjukkan tren positif yang perlu dijaga oleh pemerintah Indonesia.
Di sisi lain, terdapat catatan negatif terkait konsumsi pemerintah. Sri Mulyani menjelaskan bahwa konsumsi pemerintah pada kuartal III menunjukkan tren negatif, namun belanja pemerintah umumnya baru terealisasi pada kuartal IV. Ia menambahkan bahwa beberapa belanja tersebut baru terwujud pada kuartal keempat tahun anggaran.
Dalam hal penerimaan negara, Menteri Keuangan menyatakan bahwa pihaknya sudah berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 650 triliun. Ia juga mengungkapkan rencananya untuk memperbaiki proyeksi perekonomian pada kuartal IV guna menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di tingkat 5%.
Sementara itu, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti sebelumnya menjelaskan bahwa penurunan harga komoditas global turut memengaruhi kinerja ekonomi Indonesia. Penurunan tersebut memicu kontraksi pada sektor ekspor dan impor, masing-masing sebesar -4,26% dan -6,18% pada kuartal III-2023.
Amalia menyoroti bahwa ekspor terutama mengalami kontraksi pada ekspor barang non migas seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, mesin atau peralatan listrik, dan juga pada ekspor barang migas seperti gas alam, hasil minyak, dan minyak mentah.
Selain itu, faktor lain yang turut menyebabkan perlambatan ekonomi pada kuartal III-2023 adalah kontraksi pada sektor konsumsi pemerintah yang mencapai angka 3,76% dengan distribusi sebesar 7,16%
Indikator pertumbuhan ekonomi menjadi landasan penting dalam menganalisis kesehatan dan kinerja ekonomi suatu negara. Dalam konteks Indonesia, beberapa indikator tersebut meliputi pertumbuhan ekonomi (GDP), konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor-impor, serta konsumsi pemerintah.
Pertumbuhan Ekonomi (GDP) adalah salah satu indikator utama yang menunjukkan kinerja ekonomi suatu negara. Angka ini mencerminkan total nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu. Penurunan atau kenaikan GDP mengindikasikan arah ekonomi negara, serta berperan penting dalam mengevaluasi stabilitas ekonomi.
Konsumsi rumah tangga juga menjadi tolok ukur yang signifikan. Tingkat konsumsi rumah tangga yang tinggi menunjukkan kepercayaan dan kestabilan ekonomi bagi masyarakat, karena konsumsi rumah tangga berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Investasi, baik dalam bentuk investasi publik maupun swasta, juga menjadi faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Investasi menandakan pertumbuhan sektor bisnis dan infrastruktur yang mendukung ekonomi.
Ekspor dan impor juga merupakan indikator penting dalam keseimbangan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekspor yang tinggi menunjukkan daya saing produk negara di pasar internasional, sementara pertumbuhan impor yang sehat menunjukkan kebutuhan dalam negeri.
Terakhir, konsumsi pemerintah merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023, terdapat indikasi perlambatan di beberapa sektor, seperti konsumsi pemerintah yang menunjukkan kontraksi. Namun, pertumbuhan pada sektor investasi dan pertumbuhan ekonomi (GDP) menunjukkan angka positif. Analisis terhadap indikator ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kesehatan ekonomi suatu negara.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di Google News, klik di sini