Indonesia, seperti terungkap dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), masih melakukan impor produk dari Israel meskipun tanpa hubungan diplomatik formal antara kedua negara. Nilai impornya mencapai USD16,97 juta atau sekitar Rp266,41 miliar hingga Oktober 2023. Meski angka ini merupakan peningkatan dari bulan September sebesar USD14,4 juta, Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, menyatakan bahwa “Share impor non migas dari Israel ke Indonesia dari Januari sampai Oktober 2023 adalah sebesar 0,011 persen terhadap total impor nasional.”
Komoditas yang paling banyak diimpor dari Israel termasuk mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya senilai USD5,03 juta, perkakas dan peralatan dari logam senilai USD3,86 juta, dan mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya senilai USD3,04 juta. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai USD47,82 juta, keputusan untuk tetap melakukan impor dari Israel dapat memunculkan pertanyaan terkait etika dan politik luar negeri.
Di sisi lain, impor Indonesia dari Palestina, meskipun masih kecil, mencapai USD1,57 juta hingga Oktober 2023. Produk yang banyak diimpor dari Palestina meliputi buah-buahan senilai USD1,43 juta, lemak dan minyak hewan atau nabati senilai USD100 ribu, serta karya seni, barang kolektor, dan barang antik senilai USD20 ribu. Peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD1,25 juta menunjukkan potensi perkembangan perdagangan dengan Palestina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu, dalam konteks ekspor, Indonesia terus mengekspor berbagai komoditas ke Israel, meskipun kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik. Dari Januari hingga Oktober 2023, nilai ekspor Indonesia ke Israel mencapai USD140,57 juta atau sekitar Rp2,21 triliun. Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, menyatakan bahwa “Share ekspor Israel dari Januari sampai Oktober 2023 adalah sebesar 0,07 persen terhadap total ekspor Indonesia ke Israel.”
Lihat pula secara historis, nilai ekspor ke Israel masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai USD185,18 juta. Komoditas utama yang diekspor ke Israel pada tahun ini adalah lemak dan minyak hewan atau nabati senilai USD39,18 juta, diikuti oleh alas kaki senilai USD12,91 juta, dan mesin atau perlengkapan elektrik dan bagiannya senilai USD10,85 juta.
Namun, berbeda dengan Israel, nilai ekspor Indonesia ke Palestina hanya mencapai USD2,37 juta. Meskipun nilai ini kecil dan menyumbang 0,0011 persen terhadap total ekspor Indonesia, terjadi peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD820 ribu. Komoditas yang paling banyak diekspor ke Palestina adalah berbagai makanan olahan senilai USD1,85 juta, diikuti oleh olahan dari sayuran, buah, dan kacang senilai USD230 ribu, serta olahan dari tepung senilai USD130 ribu.
Perlu dicatat bahwa meskipun Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, keduanya masih dapat melakukan aktivitas perdagangan. Hubungan dagang ini tidak bersifat kerja sama antar pemerintah, melainkan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha. “Kalau kita tidak memiliki hubungan diplomatik tidak berarti secara ekonomi kita tidak boleh melakukan hubungan dagang,” ujar Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, kebijakan perdagangan Indonesia dengan Israel dan Palestina memunculkan pertanyaan etika dan politik. Dalam konteks diplomasi ekonomi, bagaimana Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara memenuhi kebutuhan ekonomi dan menjalankan kebijakan luar negeri yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan politik yang dianut? Ini menjadi sebuah tantangan yang kompleks, memerlukan pertimbangan matang untuk menghadapi dampak ekonomi dan diplomasi yang mungkin muncul.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di Google News, klik di sini