Jakarta – Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax administration system (CTAS)/core tax, yang dirancang sesuai dengan Peraturan Presiden No. 40 tahun 2018 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 121/PMK.03/2019 tentang Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha untuk Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan, direncanakan akan diimplementasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada tanggal 1 Juli 2024.
Menanggapi implementasi ini, Ikatan Alumni Prasetiya Mulya (IKAPRAMA) Shared Interest Group (SIG) Financial Club, RDN Consulting, dan Kantor Pajak Wilayah Jakarta Selatan II (Kanwil DJP Jaksel II) menyelenggarakan webinar bertema “1 Juli 2024: Dampak Implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (CTAS) bagi Wajib Pajak.” Webinar ini menghadirkan narasumber seperti Siti Subardini, Kepala Seksi Bimbingan dan Dokumentasi di Kanwil DJP Jaksel II, dan Fransiska Yansye, Ahli Madya Pajak di Kanwil DJP Jaksel II.
Anggota IKAPRAMA Financial Club, mitra RDN Consulting, dan Relawan Pajak dari Kanwil DJP Jaksel II kembali menegaskan komitmen mereka untuk berkolaborasi dengan DJP dalam menyebarkan informasi mengenai regulasi perpajakan, termasuk implementasi PSIAP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Resadhatu, anggota IKAPRAMA Financial Club, menekankan sifat inovatif dari PSIAP, menyatakan bahwa sistem ini secara signifikan menyederhanakan kepatuhan pajak bagi para wajib pajak. Dengan PSIAP, wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya melalui satu aplikasi, menghilangkan kebutuhan untuk menggunakan beberapa platform untuk tujuan perpajakan.
Ia pun menyoroti pentingnya kolaborasi antara konsultan pajak dan DJP dalam meningkatkan literasi pajak, dengan menyatakan bahwa peningkatan literasi dan edukasi adalah kunci untuk mencapai kepatuhan sukarela.
“Kami menyelenggarakan webinar ini untuk mengedukasi wajib pajak tentang perubahan dalam proses bisnis perpajakan di bawah PSIAP. Kami berharap anggota IKAPRAMA SIG Financial Club dan wajib pajak lainnya memperoleh pemahaman yang komprehensif, sehingga meningkatkan kepatuhan pajak. Tidaklah tidak mungkin bagi rasio pajak Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara lain di Asia dan G-20. Dengan perbaikan di berbagai aspek, saya yakin hal tersebut dapat tercapai,” ujar Resadhatu.
Selama webinar, Siti Subardini menjelaskan bahwa PSIAP merupakan bagian dari tahap ketiga reformasi pajak yang dimulai oleh DJP sejak tahun 2017. Dia menjelaskan bagaimana PSIAP bertujuan untuk menyederhanakan, mengintegrasikan, dan memastikan akurasi proses administrasi perpajakan melalui pengembangan sistem informasi berbasis Commercial Off The Shelf (COTS) dan basis data perpajakan.
Beberapa hal baru dalam pelaporan SPT pada PSIAP SPT Masa PPh Pasal 21/26, diantaranya data bukti potong sudah real time, prepopulated dari database registrasi. Bagi WP yang telah melakukan pemusatan, maka WP Cabang dapat menerbitkan bupot, namun SPT dilaporkan dan dibayarkan oleh WP Pusat. Jika ada perubahan aturan tidak perlu update karena web based dan proses create SPT Masa PPh Pasal 21dan/atau Pasal 26 dilakukan terintegrasi melalui aplikasi e-Bupot.
Selanjutnya, Perubahan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi, antara lain fasilitas yang dimiliki pihak yang dipotong akan terintegrasi dengan e-Bupot, termasuk fasilitas PPh DTP, pembuatan kode billing atas SPT Masa PPh Unifikasi terintegrasi dengan draft SPT, dan pihak yang dipotong akan memperoleh notifikasi apabila pemotong/Pemungut Pajak merubah/membatalkan bukti potong yang telah diterbitkan.
Tahapan pelaporan SPT dalam PSIAP adalah sebagai berikut:
- WP melakukan pengisian SPT dan perhitungan, sehingga menghasilkan SPT Kurang Bayar
- Saat klik Bayar & Lapor, sistem akan memberikan informasi dan pilihan:
- Jika saldo deposit mencukupi, maka:
- WP bisa memilih pemindahbukuan deposit
- WP membuat Kode Billing
Jika saldo deposit tidak mencukupi, maka:
- WP membuat Kode Billing
Setelah pembayaran diterima, SPT otomatis akan terlaporkan tanpa input Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).