Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, menyoroti upaya politisasi dan karakterisasi negatif yang diterimanya terkait dengan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Dalam konferensi pers di Gedung MK pada Rabu (8/11), Anwar mengungkapkan kesadarannya terhadap usaha yang dilakukan untuk mempolitikasi dirinya serta menjadikannya objek dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi, termasuk dalam pembentukan MKMK.

Walaupun menyadari adanya usaha merusak reputasinya, Anwar tetap memilih untuk mempertahankan sikap berprasangka baik. Sebagai seorang Muslim, ia menyatakan bahwa sikap positif dan kebaikan hati tetap harus dijunjung, meskipun ada upaya menjatuhkannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anwar juga mengecam penyelesaian sidang kode etik Majelis Kehormatan yang dilakukan secara terbuka, sementara menurut aturan Mahkamah Konstitusi, sidang semacam itu seharusnya dilakukan secara tertutup.
Ia merasa difitnah terkait penanganan kasus nomor 90 yang berkaitan dengan batas usia calon wakil presiden, menyebut fitnah tersebut sebagai tudingan yang tidak beralasan dan sangat keji.
Sebelumnya, MKMK telah mengeluarkan putusan bahwa Anwar terbukti melanggar etika terkait konflik kepentingan dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan syarat usia calon wakil presiden.
Anwar dinyatakan terlibat dalam pelanggaran etika yang berat dan akhirnya dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Dia juga dilarang mencalonkan diri atau diusulkan kembali sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Berbagai media internasional seperti Al Jazeera, TIME, Nikkei dari Jepang, The Straits Times dari Singapura, dan Bloomberg dari Amerika Serikat turut menyoroti keputusan MKMK yang mencopot Anwar dari jabatannya atas dugaan pelanggaran kode etik. Mereka mengaitkan putusan tersebut dengan asumsi bahwa Anwar memihak Gibran Rakabuming, calon wakil presiden yang diusung oleh Prabowo Subianto.
Banyak media asing yang melaporkan bahwa Anwar, yang memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Joko Widodo, dianggap bersalah karena tidak mengundurkan diri dalam keputusan terkait batasan usia calon presiden dan wakil presiden.
MKMK memutuskan Anwar terbukti melanggar etika berat dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi setelah melakukan pemeriksaan terhadap Anwar. Sanksi ini diberikan sesuai dengan aturan Mahkamah Konstitusi yang mengatur pelanggaran etika hakim konstitusi.