Pola politik yang dimainkan oleh beberapa calon terlalu miris, hal selanjutnya banyak kita temukan di media-media sosial.
Realitas perpolitikan ini terlalu disayangkan, padahal didalam Islam telah ada panduan (manhaj) bagi generasi yang menghendaki terjun didalam dunia politik.
Pesta demokrasi kian dekat, didalam hitungan beberapa bulan ke depan Rakyat Aceh bakal menentukan pemimpin baru lewat mekanisme pilkada serentak 2017. Para pendukung masing-masing calon saling mempromosikan kandidatnya.
Seperti penjelasan ayat-ayat politik didalam kitab Imam Mawardi yang berjudul Al-Ahkam As-Sulthaniyyah yang diakui sebagai buku pertama yang disusun khusus tentang asumsi politik Islam. Selain berasal dari Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, terkandung beberapa karyanya yang lain tentang politik Islam, antara lain: Adab ad-dunya wa ad-din (Tata krama Kehidupan Politik/Duniawi dan Agamawi), Qawanin al-wizarah (Ketentuan-Ketentuan Kewaziran/Kementerian), Siyasah al-mulk (Strategi Kepemimpinan Raja), dan masih banyak ulang referensi lain untuk dijadikan sumber didalam ajang berpolitik yang sehat dan bekal untuk memimpin bangsa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Potret dinamika politik didalam kacamata Islam telah diatur dan dijelaskan sedemikian rupa dan gamblang. Dalam kitab Adab ad-dunya wa ad-din (Tata Krama Kehidupan Politik/Duniawi dan Agamawi) disebutkan etika religius dan etika sosial merupakan keliru satu alternatif bagi pembinaan dan pengembangan etika dan moral yang dewasa ini sebagai kasus dekadensi. Konsep muru’ah yang mengalami islamisasi mampu dijadikan pondasi sebagai benteng merebaknya krisis moral begitu pula didalam politik tanah air disaat pesta demokrasi berlangsung.
Dalam Islam politik bukanlah suatu hal yang kotor. Imam Al Mawardi memperlihatkan “Sesungguhnya imam (khalifah) itu diproyeksikan untuk mengambil alih peran kenabian didalam menjaga agama dan sesuaikan dunia”. Dengan demikianlah seorang imam adalah pemimpin agama di satu pihak dan di lain pihak sebagai pemimpin politik.
Politik Islam tidak persis bersama dengan rebutan kedudukan dan haus kekuasaan. Dalam bhs Arab Siyasah itu diambil berasal dari kata “sasa-yasusu-siyasatan” yang artinya memelihara, mengatur, dan mengurusi. Pemaknaan politik (siyasat) Menurut Imam al-Bujairimi: “Memperbagus masalah rakyat dan sesuaikan mereka bersama dengan langkah membimbing mereka untuk mereka bersama dengan karena ketaatan mereka terhadap pemerintahan”. Dalam hal itu, maka didalam Islam, Politik itu terlalu diprioritaskan karena politik tidak mampu dipisahkan berasal dari Islam.
Ada tiga argumen mendasar agar politik tidak mampu dipisahkan berasal dari Islam antara lain: pertama, Islam ini adalah agama syumul yang sesuaikan berbagai segi kehidupan. Syariat Islam bukan hanya sesuaikan tentang Ibadah ritual (ibadah Mahzah), moralitas (akhlak), ataupun persoalan-persoalan individual.
Syariat Islam juga sesuaikan muamalah seperti ekonomi, politik, pendidikan, sosial budaya dan seterusnya. Bukti berasal dari seluruh ini mampu kita pelajari lewat kitab-kitab karangan para ulama terkemuka yang mengulas tentang mulai berasal dari langkah bersuci (thaharah) hingga bersama dengan politik Islam (siyasah Islam).
Dalam Al quran juga banyak panduan untuk perhatikan politik, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya seperti hukum Qishas didalam perkara pembunuhan (Qs. Al Maidah: 32), kasus ekonomi sementara menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba (Qs. Al Baqarah: 275), dan ayat yang menerangkan tentang pendidikan meminta kepada Allah untuk ditambahkan pengetahuan pengetahuan (Thaha: 114).
Kedua, apa yang dipraktekkan langsung oleh Rasulullah, sementara jadi kepala negara Islam di Madinah. Rasulullah yang mempunyai kepribadian utuh dan terpuji bersama dengan cii-ciri siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
Pemimpin yang mempunyai sifat-sifat ini terlalu dibutuhkan oleh negara. Sifat siddiq yaitu kejujuran. Ketika Rasulullah memimpin, seluruh rakyatnya merasakan kesejahteraan yang terlalu melimpah, karena Rasulullah memimpin secara jujur.
Tidak ada praktik-praktik korupsi seperti saat ini ini yang sebabkan rakyat semakin menjerit atas penderitaan yang didapat secara tidak langsung berasal dari para pemimpin negerinya. Selanjutnya adalah amanah, Rasulullah adalah pemimpin yang terlalu dipercaya oleh rakyatnya.
Ia terlalu dicintai oleh rakyatnya karena kapabilitasnya yang baik didalam memimpin. Kemudian tabligh yang artinya menyampaikan. Seorang pemimpin kudu mengemukakan kebaikan kepada para rakyatnya. Karena Rasulullah pernah bersabda, sampaikanlah dariku kendati satu ayat, dan terakhir adalah fathanah, kepribadiannya yang Fathanah, tandanya bahwa Rasulullah saw adalah sosok pemimpin yang cerdas.
Cerdas didalam memimpin adalah kunci untuk menyejahterakan sebuah bangsa. Jangan hingga pemimpin yang duduk di pemerintahan adalah pemimpin yang tidak mempunyai kekuatan yang mumpuni. Sehingga mereka bukan memajukan sebuah negara, melainkan memundurkan sebuah negara.
Sepak terjang Rasulullah disaat jadi kepala negara Islam di Madinah, memperlihatkan hal yang jelas bahwa Islam dan politik tidak mampu dipisahkan. Kemudian rasul juga pernah jadi panglima perang dan sesuaikan keuagan lewat tata kelola baitul mal, juga mengutus sahabat-sahabatnya untuk berdakwah ke luar negeri, juga menerima delegasi-delegasi berasal dari pemerintah luar negeri yang ada di kira-kira Madinah disaat itu.
Ketiga, inti berasal dari ajaran Islam itu sendiri adalah mengajari kebaikan sesama manusia dan menyebar luaskan manfaat kepada lainnya. Potensi itu terlalu kuat melekat terhadap ranah kekuasaan karena bersama dengan kepemimpinan segala macam kebijakan ada didalam kendali sang pemimpin dan tidak mustahil bersama dengan kebijakan yang ia pegang mampu membangun dan memajukan suatu bangsa.
Hadirnya politik didalam bingkai Islam menjadikan arah politik mampu mengayomi, memelihara, dan sesuaikan segala lini kehidupan bersama dengan berkeadilan dan menyejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu, terlalu perlu untuk menyatukan Islam dan Politik karena Imam Ghazali pernah bicara “agama dan negara tidak mampu dipisahkan; agama adalah pondasi, namun pemerintahan adalah penjaga.
Politik (pesta demokrasi) ini adalah ajang melacak ridha ilahi sebagai investasi untuk hari akhirat.
Sayogianya, calon-calon pemimpin masa depan ini kudu mengakses dan membaca ulang karya-karya monumental ulama yang telah sesuaikan pencaturan politik didalam perspektif Islam seperti karya/buku-buku para ulama (cendikiawan muslim) yang disebutkan di atas agar kita jadi manusia yang jelas makna hidup.
Makna hidup didalam Islam bukan sekadar berpikir tentang realita, bukan sekadar berjuang untuk mempertahankan hidup, tetapi lebih berasal dari itu mengimbuhkan pencerahan dan keyakinan bahwa hidup ini bukan sekali, tetapi hidup yang berkelanjutan, hidup yang melampaui batas umur manusia di bumi, hidup yang kudu dipertanggungjawabkan di hadapan sang Ilahi.
Halaman : 1 2 Selanjutnya