Kasus penembakan yang melibatkan personel Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Tanjung Rhu, Selangor, pada 24 Januari lalu, memunculkan pertanyaan serius.
Pertanyaan ini khususnya tentang prosedur penggunaan senjata api yang diterapkan oleh aparat penegak hukum Malaysia.
Menteri Dalam Negeri Malaysia, Saifuddin Nasution Ismail, mengonfirmasi bahwa pihak kepolisian Malaysia (PDRM) dan APMM akan melakukan penyelidikan internal terkait insiden ini untuk memastikan apakah tindakan yang diambil sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tanggapan Menteri Dalam Negeri Malaysia

Meskipun insiden tersebut terjadi dalam situasi yang dianggap mengancam nyawa petugas APMM, Saifuddin menegaskan bahwa penggunaan senjata api tetap harus mematuhi prosedur standar yang telah ditetapkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam penyelidikan yang tengah berlangsung, salah satu fokus utama adalah untuk mengidentifikasi apakah tindakan penembakan tersebut benar-benar diperlukan dalam konteks situasi tersebut.
Saifuddin mengungkapkan, “Ketika radar mendeteksi aktivitas mencurigakan, bagaimana APMM menilai situasi tersebut ketika mereka bertugas pada pukul 3 pagi di tengah gelapnya lautan?”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun personel APMM mungkin merasa terancam, prosedur operasional harus dijalankan dengan hati-hati.
Penyelidikan Mengungkap Keterkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
Penyelidikan kasus ini juga berfokus pada dugaan adanya keterkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Saifuddin Nasution Ismail menjelaskan bahwa operasi yang dilakukan oleh APMM sebenarnya bertujuan untuk menggagalkan aktivitas TPPO yang sedang berlangsung di wilayah tersebut.
Operasi ini, yang dilakukan pada malam hari, mengarah pada penangkapan individu-individu yang diduga merupakan pelaku utama dalam perdagangan manusia.
Meskipun demikian, insiden penembakan yang terjadi dalam operasi tersebut masih menimbulkan perdebatan apakah tindakan yang diambil oleh APMM sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.
Selain mencari tahu apakah prosedur operasional APMM sudah dipatuhi, penyelidikan juga akan melihat apakah ada pelanggaran terhadap hukum lainnya, seperti Undang-Undang Senjata Api 1960 dan Undang-Undang Anti-Perdagangan Orang dan Penyelundupan Migran 2007.
Pasal-pasal yang akan diselidiki antara lain Pasal 39 yang mengatur penggunaan senjata api dalam operasi penegakan hukum, serta Pasal 26A yang mengatur mengenai penyelundupan migran.
Selain itu, Pasal 307 KUHP Malaysia, yang mengatur percobaan pembunuhan, dan Pasal 186 KUHP Malaysia, yang mengatur penghalangan tugas pejabat publik, juga menjadi fokus dalam penyelidikan ini.
Radar APMM Deteksi Kontak Mencurigakan di Laut: Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Sebelum penembakan terjadi, radar APMM mendeteksi adanya “kontak mencurigakan” di perairan Selangor, yang memicu pengiriman tim penindak.
Tim ini berupaya memperingatkan perahu yang mencurigakan tersebut menggunakan pelantang suara.
Namun, upaya tersebut tidak direspons oleh awak kapal yang bersangkutan.
Pihak APMM kemudian menindaklanjuti dengan langkah yang lebih drastis, termasuk penggunaan senjata api untuk menghentikan perahu tersebut.
Dalam penyelidikan, penting untuk mengevaluasi apakah penggunaan kekuatan tersebut dapat dibenarkan dalam konteks situasi yang dihadapi.
Penyelidikan ini tidak hanya menjadi sorotan dalam rangka mencari tahu apakah prosedur telah diikuti, tetapi juga sebagai bentuk akuntabilitas terhadap tindakan aparat penegak hukum.
Saifuddin Nasution Ismail menjelaskan bahwa otoritas Malaysia berkomitmen untuk memberikan informasi terbaru kepada publik mengenai perkembangan penyelidikan.
Hal ini penting agar masyarakat dapat mengetahui setiap langkah yang diambil oleh pemerintah dalam menangani insiden ini, serta memastikan bahwa tidak ada yang disembunyikan terkait dengan kejadian tersebut.
Penyelidikan terhadap kasus ini sangat penting, mengingat kejadian ini melibatkan aparat negara yang menggunakan kekuatan dalam menjalankan tugas.
Penggunaan senjata api dalam situasi seperti ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Selain itu, keberlanjutan penyelidikan juga akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai integritas prosedur yang diterapkan oleh APMM dan apakah ada pelanggaran dalam hal perlindungan hak asasi manusia, terutama bagi pekerja migran Indonesia yang terlibat dalam insiden ini.
Proses Hukum yang Berlanjut: Apakah Ada Pelanggaran?
Kasus ini juga akan memperlihatkan bagaimana sistem hukum di Malaysia menanggapi insiden yang melibatkan aparat penegak hukum.
Jika terbukti ada pelanggaran, baik dalam penggunaan senjata api atau pelanggaran terhadap undang-undang terkait TPPO, maka hal ini bisa menjadi acuan dalam pembenahan prosedur operasional APMM dan lembaga penegak hukum lainnya di masa depan.
Halaman : 1 2 Selanjutnya