Banjir kritik dan Petisi dari kalangan Universitas, Jokowi merepons biasa aja Sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menginisiasi petisi Bulaksumur yang mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Meskipun demikian, UGM dengan tegas menyatakan bahwa petisi tersebut tidak mencerminkan sikap resmi dari universitas tersebut. Sekretaris UGM, Andi Sandi, menegaskan bahwa berbagai elemen di dalam universitas, termasuk dosen, guru besar, mahasiswa, alumni, dan tenaga kependidikan, terlibat dalam diskusi terkait petisi tersebut.
Namun, ia menjelaskan bahwa representasi institusional harus melalui proses yang melibatkan Senat Akademik, dewan guru besar, MWA, dan pimpinan universitas, serta perlu konsultasi dengan dekan-dekan terkait.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada Jumat, 2 Februari 2024, Andi Sandi menyampaikan bahwa UGM memegang posisi netral dan berkomitmen untuk mewadahi aspirasi semua pihak, termasuk elemen-elemen di dalam universitas yang terlibat dalam penyusunan petisi Bulaksumur.
Meskipun secara formal belum dibahas dalam kelembagaan universitas, UGM menegaskan bahwa mereka tidak melepaskan tanggung jawab terhadap elemen-elemen yang terlibat dalam petisi tersebut. Andi Sandi juga menyatakan bahwa proses pengumuman petisi Bulaksumur terjadi dengan cepat, dimulai dari elemen-elemen di dalam UGM.
Oleh karena itu, UGM memilih untuk mewadahi aspirasi dan kegundahan yang muncul dari sebagian sivitas akademika. Meskipun demikian, Andi Sandi menegaskan bahwa UGM tidak melepaskan kendali atas situasi ini, dan elemen-elemen yang terlibat tetap menjadi bagian dari institusi. Saat pembacaan petisi Bulaksumur dilakukan di Balairung UGM, Rektor UGM, Ova Emilia, tidak berada di kampus karena tengah menghadiri agenda di Jakarta.
Petisi ini dibacakan oleh Prof Koentjoro dalam acara Mimbar Akademik: Menjaga Demokrasi pada Rabu, 31 Januari. Dalam petisi tersebut, Koentjoro menyatakan penyesalannya terhadap tindakan-tindakan yang dianggap menyimpang yang terjadi dalam masa pemerintahan Joko Widodo, yang juga merupakan bagian dari keluarga besar UGM.
Jokowi tanggapi wajar kritik dari kalangan universitas Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak menganggap serius kritik yang dilontarkan oleh sejumlah kampus terhadap kepemimpinannya. Menurut Jokowi, hal tersebut merupakan bagian dari hak demokrasi yang dimiliki setiap individu. Pernyataan ini disampaikannya ketika ditemui di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, setelah menghadiri Kongres Gerakan Pemuda Ansor pada Jumat, 2 Februari 2024. Sebuah kelompok yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni berkumpul di Balairung UGM pada Rabu, 31 Januari 2024, untuk menyampaikan Petisi Bulaksumur.
Mereka menilai bahwa selama pemerintahan Jokowi, terjadi banyak tindakan yang dianggap menyimpang. Beberapa di antaranya mencakup pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, dan pernyataan Jokowi tentang izin bagi presiden dan menteri untuk berkampanye pada Pemilu 2024.
Sehari setelah itu, sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) juga menggelar pertemuan untuk menyuarakan kritik terhadap pemerintahan Jokowi. Aksi ini berlangsung di halaman Auditorium Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII di Jalan Kaliurang Km. 14, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, pada Kamis, 1 Februari 2024. Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, memimpin gerakan tersebut.
UI mengambil perhatian pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka, anak Jokowi, sebagai calon wakil presiden berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Pengambilan keputusan tersebut dianggap sarat dengan intervensi politik dan menyebabkan Hakim MK Anwar Usman diberhentikan sebagai Ketua MK karena terbukti melanggar etika.
Pada Jumat, 2 Februari 2024, Universitas Indonesia (UI) bergabung dengan aksi protes dengan menyampaikan ‘Seruan Kebangsaan’ kepada Pemerintah Jokowi. Dalam keterangan tertulis, keluarga besar UI menyampaikan keprihatinan atas kemunduran tatanan hukum dan demokrasi, serta kehilangan etika bernegara dan bermasyarakat, terutama dalam hal korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Keluarga besar UI mengutuk segala bentuk penindasan terhadap kebebasan berekspresi dan menyerukan netralitas aparat, hak memilih tanpa intimidasi, dan pengawasan seluruh perguruan tinggi dalam proses demokrasi.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menegaskan dalam keterangan tertulisnya bahwa dalam negara demokrasi, kebebasan menyampaikan pendapat, seruan, petisi, atau kritik harus dihormati karena kritik dianggap sebagai vitamin untuk meningkatkan kualitas demokrasi di negara tersebut.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di GoogleNews, klik di sini