Part 5 : Hamil
Rere tidak mau berspekulasi. Mual dan pusing tidak bisa jadi tolak ukur dirinya hamil atau tidak. Tapi, Almira, sahabatnya dulu sampai lemas karena mual kehamilan yang parah. “Semua orang yang muntah-muntah pasti lemas. Bukang orang hamil saja,” ucap Rere menyakinkan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sayangnya, tubuh Rere tidak bisa tenang. Ada getar dan juga mulai keluar keringat dingin meski suhu pendingin seperti biasanya, 20 derajat. Ia ketakutan sebelum tahu hasil pastinya.
“Re, tenang. Kamu tidak mungkin hamil.” Sekali lagi, sugesti Rere pada dirinya.
Tangannya pun langsung membuka ponsel dan melakukan reservasi online di rumah sakit dengan jadwal 90 menit mendatang.
Rere meminum air minum dari botol yang ada di mejanya untuk memasahi tenggorokannya yang terasa kering dan juga untuk menetralisir ketakukan jika di rahimnya sedang tumbuh benih Dito.
Rere langsung mengemasi ponselnya ke dalam tas dan mengambil kunci mobil dan keluar kantornya hingga memasuki kendaraan pribadinya dengan tergesa hingga tidak menyadari jika mobil Dito baru saja memasuki pelataran parkir tempat Rere membangun usahanya.
Dito yang dengan jelas melihat bagaimana ekspresi istrinya saat memasuki mobil membuat dirinya penasaran dan juga khawatir jika ada sesuatu terjadi sama perempuan yang sangat ia cintai itu. Selama ini, ia belum pernah melihat wajah Rere sekeruh tadi.
Setelah meeting di luar yang mendekati jam istirahat, Dito yang hendak mengantarkan makan siang untuk Rere beralih dengan mengemudikan mobilnya untuk membuntuti istri kontraknya. Ia mengontrol laju mobilnya untuk sentiasa di jarak yang aman. Dito tidak ingin Rere tahu hingga wanita itu merasa tidak punya ruang privasi. Tetapi, lelaki yang jatuh cinta secara ugal-ugalan itu tetap ingin menjadi hero jika Rere membutuhkan pertolongan.
“Rumah sakit?!” gumam Dito saat mobil di depannya yang sedari tadi ia ekori itu memasuki parkiran gedung pemberi layanan kesehatan.
Sedikit memelankan laju, Dito juga membelokkan kendaraannya menuju parkiran. Hal yang membuat lelaki itu sempat kehilangan jejak istrinya.
“Permisi, Sus. Apa ada …, oh, tidak jadi Sus,” ucap Dito di depan CS rumah sakit karena telah sudah melihat Rere yang berbelok di salah satu rumah sakit. Tidak lupa mengucapkan terima kasih pada yang berjaga di frontliner, Dito segera mengejar perempuan yang membuat dia seperti penguntit di hari itu.
“Rere sedang antre di Poli Spesialis Dalam, Poli Spesialis Saraf apa Poli Spesialis Kandungan,” sekali lagi monolog Dito untuk memecahkan teka-teki istrinya yang duduk di kursi tunggu depan untuk pasien ketiga ruang poli.
Senyum lelaki penguntit itu mengembang saat mendengar nama Renata Hutama di panggil oleh suster yang berjaga di depan poli obgyn. Dito merapal doa dalam hatinya semoga calon anaknya sedang tumbuh di rahim istrinya dan itu cara Tuhan tidak memisahkan ikrar suci saat akad.
Rere semakin bergetar saat melangkah masuk ke dalam, tapi dia bukan orang yang bisa hidup dalam ketidakpastiannya. Baginya sesuatu yang buruk akan lebih baik daripada sesuatu yang mengambang.
Maka dengan wajah yang dikondisikan datar, Rere memasuki ruangan Dokter Hana.
“Selamat siang, Bu Renata,” sapa
“Selamat siang, Dokter,” jawab Rere dengan ekspresi tegangnya.
“Maaf, rasanya kok saya tidak asing dengan Bu Renata. Apa sebelumnya kita pernah bertemu?” tanya Dokter Hana yang penasaran karena data medis Rere di sana kosong. Kemungkinan besar, pasien di depannya adalah pasien baru.
“Iya, Dok. Kira-kira 7 tahun lalu saya sering menemani sahabat saya yang hamil. Dulu, kami sering bikin heboh karena yang hamil satu, tapi masuk ruangan ini 4 orang perempuan.”
“Oh ingat, saya. Perempuan yang hamil kembar, bukan? Tapi saya lupa namanya. Ohya, Bu Rere ada keluhan apa?” tanya dokter Hana yang ramahnya sama seperti saat dulu menangani kehamilan sahabatnta Almira.
“Tiga harian ini saya selalu mual hebat. Saya cek kalender harusnya kemarin jadwal menstruasi saya. Sebenarnya terlalu dini, Dok, untuk memastikan kehamilan tapi saya penasaran,” kata Rere begitu perinci.
“Maaf, sebelumnya Ibu Rere sudah pernah melakukan hubungan suami istri?”
Rere menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya. “Saya sudah menikah, Dok.”
Dokter Hana pun mengangguk, kemudian ia bertanya kembali. “Mau melihat hasil pastinya melalui testpack atau USG?” tanya Dokter Hana lagi.
Rere memilih melakukan pengujian keduanya. Setelah menerima alat tes kehamilan dengan satu tempat menampung air seni, Rere menggunakan alat itu di kamar mandi yang ada di ruangan tersebut.
Bibir perempuan itu tersungging ketika melihat apa yang ia prediksi benar-benar terjadi. Alat pendeteksi kehamilan itu menunjukkan garis dua.
“Selamat ya Bu Renata,” ucap tulus dokter Hana dengan tulus. Rere hanya membalas senyum simpul untuk menutup getir di hatinya. Meskipun demikian, Rere tetap melakukan serangkaian proses selanjutnya dimana ia tidak fokus mendangarkan penjelasan Dokter Hana saat perutnya di USG.
Hampir 30 menit Rere ada di ruangan pemeriksaan ia pun keluar dengan membawa hasil tespack, USG dan keterangan hamil serta resep vitamin dan penambah darah. Tetapi, hal yang membuat terkejut saat baru saja keluar ruang ada Dito yang berdiri di depan pintu pemeriksaan.
Halaman : 1 2 Selanjutnya