“Kamu sibuk banget, ya? Jaga kesehatan, jangan sampai sakit, nanti nggak ada yang ngerawat,” ujar Amira lembut.
Hatiku berdesir mendengar suara dan perhatiannya.
“Nggak, kok. Aku banyak istirahat kalau udah di rumah. Kamu juga jaga kesehatan, jangan terlalu mikir yang macam-macam.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Iya, Mas. Aku banyak merenung di sini. Semoga Mas juga ya, bisa intropeksi masalah rumah tangga kita,” ucapnya lirih.
Aku terdiam.
“Mas nggak mau ambil cuti, ikut aku pulang?” Terdengar suara Amira ragu-ragu bertanya.
“Saat ini belum bisa, Mir. Paling nanti tunggu bulan puasa atau lebaran. Sebentar lagi, kan, dua bulan lagi, insyaallah.”
Hening. Aku hanya mendengar helaan napas Amira. Apakah ia kecewa dengan jawabanku?
“Mir?” sapaku pelan.
“Eh, iya, Mas. Iya, aku lupa kamu sibuk. Nggak apa-apa nanti puasa sampai lebaran pulangnya. Aku ngerti, kok.”
Entah mengapa, mendengar Amira mengalah, hatiku makin tidak menentu. Biasanya ia bakal ribut mengomel karena aku tidak mau menuruti kemauannya, tetapi sekarang, ia bisa menerima dan menjawab dengan penuh pengertian.
“Benar kamu nggak apa-apa?” tanyaku untuk meyakinkan.
Hening sejenak.
“Iya. Aku nggak apa-apa. Mas tenang aja, aku akan nunggu dua bulan lagi.”
Pembicaraan kami selanjutnya hanya basa-basi menanyakan keadaan ibu dan dua adik kembar Amira. Aku juga berpesan supaya Amira mengecek kondisi rumah kami yang sudah lama kami tinggal dan ia menyanggupi.
Hari terus berlalu dengan cepat. Suasana hatiku semakin tidak menentu. Harusnya aku senang karena bisa hidup dengan tenang, tetapi harapan tidak menjadi kenyataan. Meskipun aku rutin mengikuti kajian dari seorang ustaz, hatiku masih saja resah tak menentu.
Akhirnya aku memutuskan untuk menenangkan diri dengan pergi umrah. Salah satu alasan aku mencari kerja di Riyadh agar bisa umrah dengan mudah. Hanya dengan sembilan jam perjalanan mobil, aku sudah bisa sampai di Mekkah. Namun, kali ini aku memutuskan menggunakan pesawat untuk menghemat waktu. Aku melaksanakan umrah di hari libur akhir pekan, Kamis-Jumat. Aku berangkat sepulang kantor, dengan pesawat jam 15.00. Dari Riyadh, aku sengaja sudah mengenakan pakaian ihram.
Saat di dalam pesawat menuju Jeddah, aku teringat saat pertama kali umrah bersama Amira. Perjalanan hampir dua jam itu membawa ingatanku ke beberapa tahun silam.
-bersambung-
Halaman : 1 2