“Udah ah, aku mau mandi. Badan lengket. Tolong siapin makan malam ya, Sayang!” Mas Bayu melangkah ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar kami.
“Udah malam gini, masih mau makan?” tanyaku sambil berjalan ke dapur. Tak kudengar jawaban suamiku. Aku menyusul ke kamar.
“Mas! Masih mau makan udah malam gini?” Aku bertanya lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Laper, Mir. Nggak apalah sekali-sekali,” sahut Mas Bayu di antara guyuran air dari shower.
“Siap, Tuan!”
Suara pramugari yang berkeliling untuk membereskan sisa makan malam mengembalikan anganku. Setelah itu lampu-lampu di dalam pesawat mulai dipadamkan. Para penumpang pun bersiap untuk tidur karena malam semakin larut dan penerbangan masih lama. Aku segera menarik selimut dan meluruskan kakiku di kursi yang kosong. Setelah membaca doa aku mencoba untuk memejamkan mata, ingin melupakan sejenak semua kesedihanku. Jujur, ada rasa rindu pada Mas Bayu, padahal belum ada sehari aku pergi. Lelaki itu telah merebut semua rasa cintaku, sekaligus menorehkan kekecewaan yang dalam.
Aku menyeka air mata yang tiba-tiba turun membasahi pipi. Kamu sedang apa sekarang, Mas? tanyaku dalam hati. Apa kamu sedih karena kepergianku? Apakah kamu merasa kehilangan? Bermacam pertanyaan bergejolak dalam benakku. Semuanya muncul tanpa bisa kucegah dan kujawab. Dadaku kembali sesak oleh rasa sepi.
Aku kembali memikirkan keputusanku untuk berpisah. Ada rasa ragu melanda, tetapi segera kutepis. Selama ini aku sudah cukup bersabar dan berusaha mengubah kebiasaan burukku. Semua kulakukan karena rasa cinta pada suami. Aku berharap Mas Bayu pun mau mengubah dirinya dan berusaha untuk lebih menghargaiku.
Selama ini semua kecewa kupendam dalam-dalam. Kusimpan rapat dalam hati, tanpa seorang pun tahu. Awalnya aku merasa sanggup menghadapinya, tetapi ternyata aku salah! Luka kecil itu lama kelamaan berubah menjadi borok yang semakin menganga. Luka yang membuatku semakin menderita. Aku masih sangat mencintai suamiku dan aku yakin ia juga masih mencintaiku. Namun, lama kelamaan aku merasa tidak menjadi diriku sendiri. Aku lelah selalu berusaha untuk menyenangkan orang lain dan melupakan kebahagiaanku.
Karena lelah dengan berbagai pikiran yang membuatku terpuruk, aku akhirnya tertidur.
Tengah malam, aku merasa ingin ke kamar kecil. Dengan malas aku menyibak selimut dan bergegas mengambil ponsel untuk menerangi jalan. Kulihat jam di tangan, pukul 03.00 dini hari waktu setempat. Berarti kurang beberapa jam lagi aku akan tiba di Jakarta. Selesai dari kamar mandi, aku melanjutkan tidur.
Aku kembali terbangun oleh sentuhan sinar yang masuk lewat jendela. Masih setengah mengantuk aku berusaha menutup kembali jendela yang terbuka. Dua jam lagi pesawat akan tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Sementara ini, aku akan memulai hari-hari tanpa kehadiran Mas Bayu. Kembali ada rasa nyeri menyentuh hatiku. Tuhan, tolong kuatkan aku.
-bersambung-
Halaman : 1 2