Kasus korupsi PTPN XI kembali menjadi sorotan setelah dua mantan pejabat perusahaan tersebut ditetapkan sebagai tersangka.
Dugaan penyimpangan ini berkaitan dengan proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto yang dilakukan pada tahun 2016.
Skandal ini menjadi perhatian publik karena nilai proyek mencapai Rp871 miliar dan diduga menyebabkan kerugian negara yang signifikan.
Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri melakukan penyelidikan terhadap proyek ini dan menemukan berbagai kejanggalan dalam pelaksanaannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari hasil investigasi, ditemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam tahap perencanaan, pelelangan, hingga pelaksanaan proyek yang mengakibatkan proyek mangkrak.
Penetapan Tersangka dalam Kasus Korupsi PTPN XI

Bareskrim Polri menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi PTPN XI, yaitu mantan Direktur Utama PTPN XI, Dolly Pulungan, dan mantan Direktur Perencanaan serta Pengembangan Bisnis PTPN XI, Aris Toharisman.
Kedua pejabat ini diduga telah menyalahgunakan wewenang mereka dalam proses pengadaan proyek PG Djatiroto.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk Gedung Hutama Karya (HK) Tower di Jakarta Timur.
Dari penggeledahan tersebut, penyidik berhasil mengamankan beberapa dokumen penting yang menguatkan dugaan adanya tindak pidana korupsi.
Selain itu, hingga saat ini, sebanyak 55 saksi dan empat ahli telah diperiksa dalam rangka penyidikan kasus ini.
Modus Operandi Korupsi PTPN XI dalam Proyek PG Djatiroto
Kasus korupsi PTPN XI bermula dari penyalahgunaan wewenang dalam proses pengadaan proyek EPCC (Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning) di PG Djatiroto.
Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan beberapa modus operandi yang digunakan oleh para pelaku untuk mengamankan proyek ini.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri, Kombes. Pol Arief Adiharsa, mengungkapkan bahwa proyek ini awalnya direncanakan pada tahun 2014 sebagai bagian dari program strategis BUMN.
Proyek tersebut didanai oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dialokasikan dalam APBN-P tahun 2015.
“Nilai kontrak proyek pengadaan tersebut sebesar Rp871 miliar,” ujar Arief.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan berbagai pelanggaran dalam perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, serta pembayaran proyek.
“Akibatnya, proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara yang besar,” tambahnya.
Salah satu pelanggaran utama dalam kasus ini adalah panitia lelang yang membuka proses pelelangan sebelum Harga Perkiraan Sendiri (HPS) proyek selesai dirumuskan oleh tim konsultan. Hal ini menyebabkan proses lelang menjadi tidak transparan dan penuh dengan rekayasa.
Selain itu, meskipun hanya satu perusahaan yang memenuhi syarat dalam prakualifikasi lelang, pemenang proyek justru diberikan kepada perusahaan yang tidak memenuhi syarat.
Konsorsium KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam, yang akhirnya ditunjuk sebagai pemenang, sebenarnya gagal dalam proses seleksi awal karena tidak memiliki jaminan bank yang cukup serta lokasi workshop yang berada di luar negeri.
Kontrak perjanjian proyek juga ditandatangani dengan beberapa perubahan yang tidak sesuai dengan Rencana Kerja Syarat-Syarat (RKS).
Salah satu perubahan mencolok adalah penambahan uang muka sebesar 20 persen serta pembayaran melalui mekanisme letter of credit (LC) ke rekening luar negeri.
Lebih lanjut, proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan yang memadai. Selain itu, jaminan uang muka serta jaminan pelaksanaan proyek tidak pernah diperpanjang, sehingga negara kehilangan kontrol terhadap dana yang sudah dicairkan.
Metode pembayaran barang impor melalui letter of credit juga dilakukan dengan cara yang tidak wajar.
Penyimpangan ini menyebabkan dana proyek terus dicairkan, meskipun pekerjaan belum diselesaikan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
Dampak Korupsi PTPN XI dan Kerugian Negara
Akibat praktik korupsi ini, proyek PG Djatiroto tidak dapat diselesaikan sesuai target dan akhirnya mangkrak.
Dari total anggaran proyek sebesar Rp871 miliar, sekitar 90 persen dana sudah dicairkan, tetapi hasil fisik proyek masih jauh dari kata selesai.
Dugaan kerugian negara dalam kasus korupsi PTPN XI saat ini masih dalam proses perhitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Namun, dengan melihat besarnya dana yang telah keluar tanpa hasil nyata, jumlah kerugian diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
Selain kerugian finansial, skandal ini juga berdampak pada operasional PTPN XI serta kelangsungan industri gula nasional.
Proyek modernisasi PG Djatiroto seharusnya menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi gula dalam negeri. Namun, karena adanya penyimpangan, tujuan tersebut tidak tercapai, dan negara justru mengalami kerugian besar.
Halaman : 1 2 Selanjutnya