“Baiklah, silakan istirahat. Kalian tentu sangat lelah hari ini. Kami juga akan segera istirahat,” jawab Gayatri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kedua pengantin baru itu memasuki kamar dengan canggung. Kirei yang biasanya tidur ditemani guling, kini sudah harus berbagi ranjang dengan Attala. Lucu memang tetapi sudah menjadi kewajiban suami-istri untuk tidur satu ranjang, bukan? Attala pun merasakan kecanggungan yang sama. Sebagai lelaki yang tidak pernah menjalin hubungan dengan perempuan sebelumnya, ia bingung harus bagaimana?
“Hmm, kau mau kuambilkan sesuatu?” Attala mulai membuka percakapan.
“Tidak.” Kirei menjawab dengan canggung. Dia memang sudah jatuh cinta dengan Attala sejak pertama kali bertatap muka tetapi setiap kali mereka bertemu selalu ada orang lain, entah itu Maya ataupun Naziha, bahkan tidak jarang kedua orang tuanya. Jadi berhadapan langsung dengan Attala saat ini membuat Kirei salah tingkah.
“Bagaimana kalau kita membuka kado-kado itu?” Attala berusaha mencairkan suasana dengan memindahkan tumpukan kado di sudut ruangan ke atas ranjang. Kirei mengangguk tanda setuju.
Sembari membuka kado, berbagai macam cerita mengalir dari mulut Kirei. Hingga sampai pada kotak kado terakhir yang berbungkus kertas berwarna hitam. Tidak ada tulisan apapun di sampulnya. Kirei mencoba menggoyangkan kotak itu. Terasa berat di satu sisi, begitu juga saat dia menggoyangkan kotaknya ke sisi lain, beratnya berpindah juga. Karena penasaran, dia segera membuka kotak itu.
“Aaaaaaaaa….” Kirei menjerit sambil melemparkan kotak kado yang sudah terkoyak bungkusnya itu.