Bab 2
Tanpa aba-aba Kirei memeluk Attala. Dengan tubuh gemetar hebat dan napas yang memburu, ia membenamkan wajah di dada lelaki yang tadi pagi sudah sah menjadi pelengkap separuh agamanya itu.
Attala pun spontan mendekap istrinya sambil melihat, apa isi di dalam kotak hitam yang baru saja dilempar itu. Sayangnya, ia tidak melihat apapun, kecuali kotak kosong.
“Apa isinya, Rei?” Attala mengelus punggung Kirei. Canggung, tetapi ia tidak ingin terlihat sebagai lelaki lemah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Itu tadi ular, Mas,” jawab Kirei tersedu dengan wajah pucat karena ketakutan. Apalagi, ia phobia ular sejak kecil.
Dulu waktu Kirei berusia 6 tahun, ada orang yang sengaja menaruh kotak bergambar Hello Kitty di dekatnya saat ia sedang tidur siang. Ketika bangun, ia bersorak senang karena mengira kotak itu adalah hadiah dari papa karena berhasil memenangkan lomba piano. Ya, papa sengaja meminta guru les musik–Miss Anne–untuk mengajarinya karena papa ingin perkembangan otak kanan dan kirinya seimbang. Bukan hanya itu, dengan menguasai satu jenis alat musik, bisa meningkatkan IQ juga.
Dengan semangat, Kirei kecil membuka kotak ini. Namun, betapa terkejutnya dia, kepala ular menyembul keluar. Spontan. Ia langsung melempar kotak itu sambil berteriak. Apalagi, ular yang ada dalam kotak itu adalah ular kobra. Ular yang terkenal dengan bisanya yang sangat mematikan.
Mendengar teriakan Kirei, Bi Marni berlari ke dalam kamar. “Ada apa, Neng?”
“Awas, Bi. A-a-da u-lar.” Kirei berkata dengan terbata-bata sambil menunjuk ke arah ular yang ada di bawah kasur.
“Aduh, kenapa bisa ada ular di kamar Neng Kirei?” Mata Bi Marni tertuju pada kotak bergambar Hello Kitty yang tergeletak di dekat ular itu. Kemudian, ia mengingat-ingat, siapa orang yang memberikan kotak itu dan meletakkannya di atas kasur Neng Kirei. “Neng tenang dulu, ya. Bibi panggilan dulu Pak Martono.”
Bi Marni langsung berlari meninggalkan kamar Kirei untuk memanggil Pak Martono, tukang kebun sekaligus merangkap sebagai satpam rumah. Tak lama, Bi Marni dan Pak Martono kembali ke kamar majikan kecilnya.
Pak Martono tidak takut dengan keberadaan ular sejenis kobra ini. Di kampung halamannya, ia terkenal sebagai penakluk ular. Dengan mengendap-endap, ia mencoba untuk mengarahkan tongkat khusus penjepit ular ke arah leher ular agar bisa dengan mudah menutup kepalanya. Hal itu dilakukan supaya ular tidak bisa mematok tangannya. Hanya sekejap, ular itu bisa diringkus. Kepalanya sudah dibungkus kain dan diikat dengan kencang, lalu dimasukkan ke dalam karung.
Kejadian itu membuat heboh seisi rumah. Bahkan, Papa Gumilar yang sedang ada kerjaan di luar kota, sengaja pulang cepat untuk melihat kondisi putri kecil. Ia juga langsung menyelidiki, siapa dalang di balik kotak Hello Kitty itu. Setelah di usut, ternyata kotak Hello Kitty itu pemberian dari Gildasya. Perempuan itu dendam karena cintanya tidak diterima olehnya. Sehingga, ia menjadikan Kirei sebagai target balas dendamnya. Peristiwa itu membuat Kirei trauma dan phobia dengan ular sampai sekarang.
Jawaban Kirei membuat Attala terkejut. Bagaimana bisa ada kado yang berisi ular di pesta pernikahannya? Siapa pengirimannya? Apa tujuannya? Pertanyaan itu berputar-putar di benaknya
“Apa kamu punya musuh atau orang yang enggak suka sama kamu, selama ini?”
“Aku selalu baik sama orang, Mas. Malah, aku sering dimanfaatkan orang-orang.” Kirei kembali membenamkan wajahnya dan memeluk suaminya erat.
Attala membalas pelukan istrinya dengan harapan ketakutan istrinya mereda. Tetapi justru ia merasakan sesuatu yang aneh. Bukan tentang kado berbungkus hitam yang berisi ular itu. Namun, tentang rasa hangat yang tiba-tiba menjalar di sekujur tubuhnya. Rasa itu berpadu dengan debar jantung yang semakin cepat, serta permukaan kulit yang meremang seperti dilewati oleh gerombolan pasukan semut yang berjalan dan itu berasal dari gumpalan daging yang melekat sempurna tepat di diafragmanya. Tak hanya itu, hembusan napas Kirei yang menelusup di sela-sela lengannya menambah sensasi yang tidak biasa dan itu cukup untuk membangkitkan gelora kelelakiannya.
‘Ah jangan sekarang. Suasana malam ini tidak bersahabat untuk…’ belum selesai ia bergumam dalam hati. Tiba-tiba, Kirei tak sadarkan diri bersamaan dengan pintu kamar diketuk.
“Rei, Rei!” panggil Attala sambil menggoyang-goyang tubuh istrinya itu.
“Attala, apa yang terjadi?” Dari balik pintu terdengar suara Gumilar.
“Sebentar, Pa,” sahut Attala sambil membaringkan tubuh Kirei. Kemudian, ia bangkit dan membuka pintu kamar. Nampaklah Gayatri dengan wajah cemas disusul Gumilar yang menatapnya penuh tanya.
“Ada ular di dalam kotak kado yang dibuka Kirei, Ma, Pa. Sayangnya ular itu tidak terlihat, entah di mana dia bersembunyi?” Atta langsung menjelaskan perihal kado misterius itu untuk menjawab tatapan penuh tanda tanya Gumilar.
“Bagaimana dengan Kirei? Ia phobia ular,” ujar Gayatri khawatir. Pandangan matanya langsung mengarah ke arah ranjang. ” Attala, kamu bawa Kirei keluar dari sini. Kalian bisa menempati kamar tamu untuk sementara waktu sampai ular itu ditemukan dan dipastikan tidak melukai siapapun di rumah ini.”
Halaman : 1 2 Selanjutnya