Konsep merdeka belajar yang digaungkan oleh Menteri Nadiem Kariem sejalan dengan prinsip belajar homeschooling. Proses belajar berpusat pada anak dan belajar bisa dilakukan di mana pun. Keberadaan homeschooling diakui oleh pemerintah. Artinya, homeschooling ini legal sama seperti sekolah formal. Undang-undang no. 20 tahun 2023 menjadi payung hukum bagi homeschooling. Dengan adanya payung hukum ini, siswa homeschooling bisa mendapatkan ijazah seperti siswa sekolah formal.
Memasuki tahun ajaran baru, homeschooling bisa menjadi alternatif pilihan. Namun, sebelum menentukan pilihan, ayah bunda harus mencari tahu dulu seluk-beluk homeschooling. Jangan sampai salah memilih sebab pendidikan anak itu bukan ajang coba-coba.
Sekolah Berbasis Keluarga
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Homeschooling merupakan sekolah berbasis keluarga. Proses pembelajaran berbaur dengan kegiatan keluarga. Di sekolah formal, perangkat mengajar seperti kurikulum sudah ditentukan oleh pihak sekolah, orang tua tinggal terima jadi. Sedangkan di homeschooling, orang tua yang memegang kendali. Orang tua yang menentukan mau pakai kurikulum nasional atau internasional. Orang tua bahkan boleh membuat kurikulum sendiri.
Memegang penuh kendali proses belajar menjadi tantangan bagi orang tua. Di sini, orang tua harus benar-benar meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan biaya. Orang tua harus memikirkan dari hulu sampai hilir pendidikan yang akan dijalani anak. Orang tua harus siap memegang banyak peran. Peran sebagai guru, kepala sekolah, perumus kurikulum, dan perancang kegiatan.
Tidak ada KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
Di sekolah formal ada ketentuan KKM yang harus dicapai untuk semua mata Pelajaran. Jika ada anak yang tidak bisa mencapai nilai itu, guru akan berupaya agar KKM terpenuhi. Suka atau tidak suka dengan pelajarannya, anak digenjot untuk bisa mencapai KKM. Jika KKM tidak terpenuhi, akan berpengaruh pada nilai rata-rata kelas.
Di homeschooling tidak ada KKM yang mengikat anak. Ini membuat anak bisa bebas menambah porsi untuk pelajaran yang ia sukai atau mengurangi pelajaran yang tidak ia suka. Cara seperti ini membuat anak bisa fokus pada bidang yang ia suka. Orang tua pun bisa menggali lebih dalam minat dan bakat anak.
Jam Belajar
Jam belajar di sekolah formal sudah terjadwal. Orang tua dan anak tidak bisa mengubah jadwal itu. Anak dan orang tua harus patuh pada jadwal yang sudah dibuat. Jika tidak patuh, akan dihitung sebagai pelanggaran.
Anak-anak homeschooling bebas mengatur jadwal belajarnya. Tempat belajar pun bisa di mana saja tanpa dibatasi ruang-ruang kelas.
Biaya
Di sekolah formal semua biaya sudah dihitung oleh pihak sekolah. Dalam menentukan anggaran pun orang tua tidak dilibatkan. Orang tua tinggal membayar tiap bulan atau tiap semester. Berbeda dengan homeschooling, orang tua yang menentukan biayanya.
Tidak ada patokan resmi biaya yang dikeluarkan di homeschooling karena tiap keluarga berbeda kebutuhannya. Biaya bisa sangat mahal, tapi juga bisa murah. Bila semua kegiatan memanggil tutor, kegiatan kursus keterampilan banyak, banyak keluar untuk field trip, sudah pasti biayanya menjadi sangat mahal. Untuk menekan biaya, orang tua harus kreatif. Misalnya tidak semua mata pelajaran menggunakan tutor, tapi menggunakan komunitas. Saling berbagi pengetahuan di komunitas bisa menekan biaya.
Teman Sebaya
Anak-anak yang sekolah di sekolah formal bisa memiliki teman sebaya lebih dari sepuluh. Ada teman sekelas dan teman angkatan. Namun, tidak untuk anak homeschooling. Salah satu kekurangan dari homeschooling anak kurang bersosialisasi dengan teman sebaya. Saat bertemu dengan komunitas pun sangat jarang bisa mendapatkan teman sebaya karena usia anak-anak di komunitas beragam.
Memilih sekolah formal atau informal merupakan hak oang tua dan anak. Tidak semua anak cocok dengan sekolah formal begitu juga tidak semua anak cocok dengan model homeschooling. Semua dikembalikan pada kebutuhan anak.
***
Tentang Penulis
Siti Nurhayati pendidik di lembaga pendidikan anak usia dini yang tinggal di Yogyakarta