Redaksiku.com – Keanggotaan BRICS bukan sekadar status, namun alat untuk memperkuat posisi Indonesia di pentas dunia.
Resmi menjadi bagian BRICS, Indonesia memasuki babak barunya di dalam berdiplomasi ekonomi di tingkat global.
Sebagai organisasi antarpemerintah, BRICS seperti target awalannya adalah menciptakan tatanan dunia yang lebih sepadan dengan beri tambahan nada lebih kuat bagi negara-negara berkembang di dalam pengambilan ketetapan global.
Maka dengan negara-negara yang telah lebih dahulu bergabung, yaitu Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirates Arab, Indonesia berusaha mengurangi dominasi negara-negara maju di dalam instansi keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia dengan membentuk institusi alternatif, seperti New Development Bank (NDB), yang fokus pada pembiayaan proyek infrastruktur dan pembangunan di negara-negara anggotanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan bergabungnya Indonesia secara penuh per 6 Januari 2025, BRICS kini termasuk lebih dari 40 persen populasi dunia dan lebih kurang 27 persen dari product domestik bruto (PDB) global, menjadikannya blok ekonomi yang signifikan di dalam perekonomian dunia.
Bergabungnya Indonesia di dalam BRICS sejatinya tidak mengejutkan sebab telah lewat penjajakan sejak 2023 di dalam KTT di Johannesburg, Afrika Selatan, pada Agustus 2023.
Dengan bergabungnya Indonesia, grup ini makin lama relevan, mengingat posisi strategis Indonesia sebagai negara berkembang terbesar di Asia Tenggara. BRICS juga menjadi simbol pergeseran kekuatan ekonomi global yang tak ulang didominasi oleh negara-negara Barat.
Namun, di balik optimisme ini, mutlak kemudian untuk ditilik ulang kemanfaatan yang mampu diraih Indonesia dari keanggotaan ini. Dan sejauh mana manfaat risikonya di dalam peta geopolitik global yang makin lama dinamis.
BRICS lahir dari kebutuhan untuk menciptakan keseimbangan global di sedang dominasi lembaga-lembaga Barat seperti IMF dan Bank Dunia.
Dalam konteks ini, keanggotaan Indonesia beri tambahan kesempatan untuk berkontribusi di dalam membangun tatanan ekonomi yang lebih inklusif.
Indonesia mampu pakai platform ini untuk memperjuangkan isu-isu mutlak seperti pembiayaan pembangunan berkelanjutan, penghapusan ketimpangan ekonomi global, dan reformasi sistem keuangan internasional.
Di segi lain, Kedatangan Indonesia juga memperkuat legitimasi BRICS, menjadikannya lebih representatif bagi negara-negara berkembang.
Namun, sejauh mana manfaat keanggotaan ini mampu dirasakan oleh anggotanya, tentu saja terlampau terkait pada langkah yang diambil alih masing-masing, juga Indonesia.
Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid berpendapat keanggotaan penuh merupakan moment bersejarah yang mengukuhkan posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi global.
Keanggotaan ini juga menurut dia, dapat membuka kesempatan besar untuk memperluas kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi antara Indonesia dan negara-negara BRICS, sekaligus mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
Salah satu potensi terbesar berikut misalnya, akses pada New Development Bank (NDB) yang didirikan BRICS.
Bank ini menawarkan alternatif pembiayaan infrastruktur yang tidak hanya lebih fleksibel dibandingkan pinjaman tradisional dari Barat, namun juga lebih peka pada kebutuhan negara berkembang.
Dengan bergabungnya Indonesia, proyek-proyek strategis seperti pembangunan ibu kota baru, transisi energi, hingga pengembangan kawasan ekonomi spesifik mampu mendapatkan suntikan dana baru yang signifikan.
Di luar aspek finansial, multiplier effect keanggotaan BRICS terdapat pada kesempatan peningkatan perdagangan dan investasi.
Negara-negara BRICS adalah pasar besar dengan populasi kolektif lebih dari 40 persen penduduk dunia.
Bagi Indonesia, ini adalah kesempatan untuk mengekspor komoditas unggulan seperti kelapa sawit, karet, dan product manufaktur.
Selain itu, transfer teknologi dan peningkatan kerja sama di bidang kekuatan terbarukan mampu menjadi katalisator mutlak di dalam perjalanan Indonesia menuju ekonomi hijau.
Bebas Aktif
Namun, menjadi bagian dari BRICS bukan tanpa tantangan. BRICS, meski kelihatan solid, sesungguhnya adalah grup yang terlampau heterogen.
Kepentingan ekonomi dan geopolitik Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan sering kali berbeda, lebih-lebih bertentangan. Konflik keperluan ini mampu saja mencegah efektivitas grup di dalam mengambil alih ketetapan strategis.
Misalnya, ketegangan antara China dan India mampu berimbas pada dinamika internal BRICS, agar menimbulkan dilema bagi Indonesia untuk memilih posisi.
Ada pula risiko geopolitik yang tak mampu diabaikan. Bergabung dengan BRICS mampu sebabkan persepsi bahwa Indonesia condong ke blok non-Barat, yang berpotensi mempengaruhi pertalian strategis dengan mitra-mitra tradisional seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Dalam iklim geopolitik yang makin lama bipolar, memelihara keseimbangan dua kutub kekuatan ini adalah tantangan tersendiri. Indonesia wajib detil agar tidak terjerat di dalam rivalitas geopolitik yang merugikan.
Penulis : Redaksiku
Editor : Redaksiku
Sumber Berita : Berbagai Sumber
Halaman : 1 2 Selanjutnya