Redaksiku.com – Aparatur Sipil Negara (ASN) mulai bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) pada Senin (21/8/2023).
Kebijakan yang diatur oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta ini untuk menekan pencemaran udara, sekaligus berkaitan dengan penyelenggaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2023 ke-43 yang akan berlangsung di Jakarta pada 2-7 September 2023 nanti.
Dilansir dari Kompas.id, pelaksanaan WFH diberikan batasan paling banyak 50% pada 21 Agustus-21 Oktober 2023. Khusus saat berlangsungnya KTT ASEAN, WFH paling banyak 75%. Batasan tersebut dihitung berdasarkan jumlah seluruh pegawai ASN pada unit, subbidang, subbagian, seksi, atau subkelompok di lingkungan perangkat daerah atau biro masing-masing.
Kebijakan ini dikecualikan bagi ASN yang pekerjaannya bersinggungan langsung dengan pelayanan publik. Seperti pegawai rumah sakit atau sekolah. Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono menyebutkan bahwa ASN di lembaga dan kementerian juga akan menerapkan kebijakan WFH, seperti yang diberlakukan Pemprov DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) juga sudah mengeluarkan petunjuk untuk seluruh kementerian mengenai kebijakan kerja dari rumah mirip seperti yang dilaksanakan Pemerintah DKI,” katanya di tengah kegiatan penanaman pohon di kolong Tol Becakayu, Duren Sawit, Jakarta Timur, dilansir Antara, Sabtu (19/8/2023).
Heru memastikan bahwa ASN yang bekerja secara WFH akan diawasi secara ketat pekerjaannya sehingga mereka tetap bekerja secara efektif. Selain itu juga Heru mengatakan untuk perusahaan swasta, kebijakan ini diserahkan kepada aturan masing-masing perusahaan.
Pemberlakuan WFH bagi ASN ini diwacanakan akan berlangsung selama dua bulan ke depan. Setelah penerapan selama dua bulan, kebijakan ini kemudian akan dievaluasi.
Upaya mengurangi polusi dengan penerapan WFH ini di sisi lain juga menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah yang mengatakan bahwa kebijakan ini tidak menjadi solusi untuk mengurangi polusi.
“Saya melihat bahwa kebijakan itu (WFH) hanya bersifat jangka pendek. Seperti obat sakit kepala seolah-olah itu terus beres dan selesai,” ungkap Trubus dilansir dari Kompas.com.
Trubus turut menyinggung kewajiban lain yang seharusnya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti uji emisi. “Yang kedua saya melihat bahwa kebijakan selama ini ada itu misalnya Pergub 66 tahun 2020 tentang kewajiban uji emisi itu tidak pernah dilaksanakan. Dalam hal ini kalau pun ada tidak signifikan. Jadi, ini yang menyebabkan terkait dengan polusi ini tidak ada kejelasan,” jelasnya.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di Google News, klik di sini