Keluarga Mahasiswa (KM) ITB mengindikasikan bahwa 206 mahasiswa berada dalam risiko tidak dapat mengikuti perkuliahan karena belum mampu membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Hari ini merupakan batas waktu terakhir untuk pembayaran UKT, dan Ketua Kabinet KM ITB, Muhammad Yogi Syahputra, menjelaskan bahwa 206 mahasiswa tersebut masih menghadapi kendala pembayaran UKT.
Batas waktu untuk pembayaran UKT dan pengisian formulir rencana studi terakhir adalah hari ini, Selasa (30/1/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yogi Syahputra menyampaikan bahwa setelah berbicara dengan rektorat, ternyata ada 206 mahasiswa yang terancam tidak dapat mengikuti perkuliahan. Jika mereka tidak mampu membayar UKT, opsi yang tersedia adalah mengajukan cuti kuliah.
Yogi berusaha untuk meminta rektorat agar mempertimbangkan penundaan batas waktu pembayaran UKT.
Yogi mengungkapkan bahwa beberapa alumni telah berkomitmen untuk membantu mahasiswa yang kesulitan membayar UKT. Selain itu, Yogi juga meminta agar rektorat membuka data mengenai 206 mahasiswa yang mengalami kesulitan pembayaran UKT.
Jika pembayaran tidak dapat dilakukan, mahasiswa diminta untuk mengajukan cuti dengan tenggat waktu yang diharapkan dapat diatur.
Setelah melakukan aksi demonstrasi, Yogi menyatakan bahwa perwakilan mahasiswa telah mencoba bernegosiasi dengan perwakilan rektorat.
Namun, ia mengeluhkan bahwa mahasiswa mendapatkan perlakuan yang tidak baik dan menyenangkan selama negosiasi.
Meskipun ada janji untuk bertemu pada pukul 16.00 WIB, rektorat tidak memberikan solusi konkret terkait masalah tersebut.
Sebelumnya, ITB menghadapi kontroversi terkait penggunaan aplikasi pinjaman online Danacita untuk biaya kuliah mahasiswa.
Program ini menuai reaksi negatif dari masyarakat dan warganet. Naomi Haswanto, Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, menjelaskan bahwa pihak kampus telah memberikan penjelasan kepada perwakilan mahasiswa terkait kebijakan beasiswa dan bantuan lainnya.
Naomi menekankan bahwa ITB berupaya memberikan opsi pembayaran UKT sebanyak mungkin, termasuk opsi pinjaman melalui bank dengan bunga 0 persen.
Polemik Tak Berkesudahan
Kasus UKT ini menjadi heboh sejak minggu lalu, Ketika Beberapa mahasiswa mengaku di sosial media mengalami kesulitan membayar UKT dan Ketika mengajukan keringanan ke kampus malah disarankan untuk mengambil cuti dengan tetap membayar 50 % UKT, atau disarankan mengajukan pinjaman ke platform pinjaman online Pendidikan yang bekerjasama dengan kampus.
Publik pun bereaksi keras atas kejadian ini, termasuk mahasiswa dan alumni ITB.
Polemik semakin meruncing setelah aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa. Meskipun telah ada upaya bernegosiasi antara perwakilan mahasiswa dan rektorat, namun tidak ada solusi konkret yang dihasilkan.
Perlakuan tidak baik dan atmosfer tidak menyenangkan selama negosiasi membuat mahasiswa semakin kecewa.
Pada intinya, polemik UKT di ITB mencerminkan kompleksitas tantangan finansial yang dihadapi oleh mahasiswa.
Peran pihak kampus dalam memberikan opsi pembayaran yang adil dan terjangkau, serta dialog yang transparan antara mahasiswa dan pihak rektorat, menjadi kunci penyelesaian polemik ini. Harapannya, solusi yang dihasilkan dapat memberikan keadilan dan keberlanjutan pendidikan bagi semua pihak terlibat.
Apa itu UKT atau Uang Kuliah Tunggal ?
Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sistem biaya kuliah yang diterapkan oleh sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, termasuk Institut Teknologi Bandung (ITB).
Sistem ini memungkinkan mahasiswa membayar biaya kuliah berdasarkan kemampuan ekonomi keluarga, menggantikan sistem biaya kuliah konvensional yang bersifat tetap untuk semua mahasiswa.
Sejarah UKT dimulai pada awal tahun 2000-an sebagai respons terhadap dinamika ekonomi dan kebutuhan pendanaan perguruan tinggi. Pada masa itu, pemerintah Indonesia menghadapi tekanan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi sambil tetap menjaga keseimbangan keuangan perguruan tinggi.
Sistem UKT dianggap sebagai langkah inovatif untuk memberikan kesempatan kepada semua lapisan masyarakat agar dapat mengakses pendidikan tinggi.
Penerapan UKT bertujuan untuk mengurangi beban biaya kuliah bagi keluarga dengan ekonomi rendah, sementara keluarga dengan kemampuan ekonomi yang lebih baik diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih besar.
Dengan demikian, UKT dianggap sebagai langkah menuju inklusivitas pendidikan tinggi yang lebih besar dan keadilan sosial.
Namun, seiring berjalannya waktu, sistem UKT juga menimbulkan berbagai kontroversi dan kritik. Salah satu kritik utama adalah adanya kesenjangan antara mahasiswa yang mampu membayar UKT dengan mudah dan yang menghadapi kesulitan finansial.
Polemik seputar UKT mencakup perdebatan mengenai ketidaksetaraan dan dampaknya terhadap kelangsungan pendidikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, isu UKT semakin mencuat di berbagai kampus, termasuk ITB, yang mengalami demonstrasi dan protes dari mahasiswa terkait ketidakpuasan terhadap kebijakan biaya kuliah tersebut.
Seiring berjalannya waktu, diskusi dan evaluasi perlu terus dilakukan agar sistem UKT dapat mengakomodasi kebutuhan semua pihak, mencapai tujuan inklusivitas, dan menjaga keadilan pendidikan tinggi di Indonesia.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di Google News, klik di sini