Kinerja Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai dalam 100 hari pertama Kabinet Merah Putih dinilai belum optimal.
Salah satu kritik utama datang dari berbagai pihak yang menilai belum adanya progres signifikan dalam penanganan dugaan pelanggaran HAM, khususnya yang terkait dengan proyek strategis nasional (PSN).
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah konflik penggusuran paksa di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Minimnya Tindakan dalam Kasus Dugaan Pelanggaran HAM di PSN

Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, menyampaikan kritiknya terhadap kinerja Menteri HAM Natalius Pigai terkait berbagai kasus pelanggaran HAM dalam proyek strategis nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, dalam lima tahun terakhir, banyak proyek besar yang justru menimbulkan permasalahan HAM serius, termasuk kekerasan terhadap masyarakat yang menolak penggusuran, ancaman fisik, dan teror oleh aparat.
“Berbagai PSN dalam lima tahun terakhir memunculkan berbagai dugaan pelanggaran HAM. Dari mulai dugaan kekerasan oleh aparat, teror, hingga ancaman fisik. Tetapi sejauh ini belum ada langkah signifikan dari Menteri HAM Natalius Pigai untuk menangani persoalan tersebut secara serius,” ujar Mafirion dalam keterangannya, Sabtu (8/2/2025).
Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan data tahun 2019 hingga 2023, terdapat 101 orang mengalami luka-luka, 204 orang ditangkap, dan 64 orang mengalami trauma psikologis akibat konflik terkait PSN.
Sebagian besar korban adalah masyarakat yang merasa haknya terampas akibat proyek pembangunan tersebut.
Mafirion juga menyoroti fakta bahwa protes masyarakat kerap disambut dengan tindakan represif, termasuk kekerasan fisik.
Ia mempertanyakan apakah pembangunan nasional harus dilakukan dengan cara yang menekan dan mengorbankan rakyat.
“Protes mereka disambut dengan kekerasan fisik dan teror yang melanggar hak asasi mereka untuk berpendapat. Apakah PSN harus dilakukan dengan model seperti itu?!” katanya.
Dugaan Pelanggaran oleh Aparat: Polisi, TNI, dan Pemerintah Daerah Terlibat
Lebih lanjut, Mafirion menyoroti bahwa dugaan pelanggaran HAM dalam proyek strategis nasional banyak melibatkan aparat negara.
Dari data yang ia paparkan, terdapat 36 kasus yang melibatkan aparat kepolisian, 48 kasus yang melibatkan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan 30 kasus yang melibatkan pemerintah daerah.
Menurut Mafirion, fakta ini seharusnya menjadi prioritas bagi Kementerian HAM dalam melakukan penyelidikan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.
“Harusnya dugaan pelanggaran HAM ini mendapatkan prioritas perhatian dari Kementerian HAM untuk dituntaskan sesuai prosedur yang berlaku,” tegasnya.
Namun, sejauh ini belum ada langkah konkret dari Menteri HAM Natalius Pigai untuk menangani persoalan tersebut, khususnya di Pulau Rempang.
Kasus Penggusuran Paksa Pulau Rempang: Warga Tercabut dari Akar Sosial dan Budaya
Salah satu contoh nyata dugaan pelanggaran HAM dalam proyek strategis nasional adalah penggusuran paksa di Pulau Rempang, Batam.
Ribuan warga harus kehilangan tempat tinggal mereka akibat proyek yang digadang-gadang sebagai bagian dari pengembangan kawasan industri dan pariwisata.
Sebanyak 7.500 warga Pulau Rempang dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya dan dipindahkan ke lokasi lain. Hal ini menyebabkan warga kehilangan akar sosial, budaya, serta ekonomi yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun.
Mafirion mengkritik bahwa Kementerian HAM seharusnya turun tangan dalam kasus ini dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.
“Kasus pelanggaran HAM ini tidak mendapat perhatian dari Kementerian HAM. Padahal seharusnya, Kementerian memberikan perlindungan terhadap masyarakat Rempang,” ujar Mafirion.
Penggusuran paksa semacam ini menurut standar internasional merupakan pelanggaran HAM berat. PBB telah menetapkan bahwa hak atas perumahan yang layak, makanan, air, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, kebebasan bergerak, dan keamanan merupakan hak dasar yang harus dijamin oleh setiap negara.
“Pernahkah kita membayangkan kalau kampung tempat kita tinggal bertahun-tahun secara turun-temurun lalu ada orang datang dan menyuruh kita pindah? Apa itu bisa diterima secara akal sehat?” tambahnya.
Mendesak Menteri HAM untuk Bertindak
Sebagai seorang aktivis HAM yang kini menjabat sebagai Menteri, Natalius Pigai diharapkan dapat menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah dalam menyelesaikan konflik yang muncul akibat kebijakan pembangunan.
Mafirion meminta agar Menteri HAM Natalius Pigai turun langsung ke lapangan, mengunjungi Pulau Rempang, dan berdialog dengan warga terdampak.
“Seharusnya Kementerian HAM menjadi penengah antara masyarakat dan pihak yang bersiteru. Saya meminta Pak Menteri mengunjungi Pulau Rempang, bertemu masyarakat, dan mendengarkan keluhan mereka secara langsung,” desaknya.
Menurutnya, kehadiran Menteri HAM di lokasi konflik sangat penting untuk membuktikan bahwa pemerintah peduli terhadap hak-hak rakyatnya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya