“Kesehatan anda, saat ini kesehatan anda lebih penting” balas dokter tersebut dengan tegas.
“Saya baik-baik saja dok. Pasti saya pingsan karena kelelahan kan? berikan saja obatnya dan akan saya minum dalam perjalanan pulang nanti” balas Maya.
“Sayangnya, alasan anda pingsan bukan hanya kelelahan. Tapi jauh lebih serius dari itu” ujar sang dokter yang membuat Maya serta Audi mulai serius mendengarkan hasil diagnosa dokter tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Maksud dokter? saya sakit apa?”
Sang dokter lantas menunjukkan plasttik hitam putih yang ia bawa dan mulai menjelaskan kepada Maya tentang hasil pemerikasaan yang dokter tersebut lakukan. Dokter itu menunjuk ke area putih pada plastik tersebut yang sepertinya merupakan hasil scan dari bagian dalam kepala Maya.
“Kami menemukan tumor di bagian otak anda. Bukan hanya tumor biasa, melainkan tumor yang amat ganas. Bila melihat kondisi anda saat ini, sepertinya ini merupakan stadium akhir” ujar sang dokter.
“Apa?! Tapi, saya selama ini merasa sehat dokter. Saya memang beberapa kali merasa lelah dan pusing. Tapi, selama ini hanya sebentar dan dapat saya tahan dok. Baru kali ini saja saya pingsan seperti ini” Maya mulai menyangkal diagnosa dokter tersebut.
“Itulah kejamnya dari penyakit ini. Mereka cenderung terdeteksi pada tahap akhir dan sudah terlambat untuk melakukan penanganan. Pusing dan kelelahan yang biasa anda abaikan itu sebenarnya gejala samar-samar dari tumor yang anda miliki saat ini. Akibatnya, kini tumor tersebut sudah menjalar ke hampir bagian otak anda dan untuk saat ini, saya hanya bisa mengatakan bahwa hanya menunggu waktu bagi tumor tersebut untuk benar-benar menggerogoti anda”
Maya hanya terdiam, berita yang disampaikan sang dokter benar-benar menjadi pukulan telak baginya. Ia masih tidak menyangka bahwa ada sesuatu yang bersarang dalam kepalanya dan kini menjadi malapetaka baginya. Ia terus menatap area putih pada kertas hasil scan otaknya tersebut. Sebuah tumor yang menjadi keruntuhan bagi dirinya saat ini.
“Jadi maksud dokter, waktu hidup saya sudah tidak lama lagi?” tanya Maya dengan tatapan kosong.
“Maaf, tapi sepertinya itulah yang dapat saya sampaikan saat ini” balas sang dokter.
“Berapa lama lagi waktu saya untuk hidup dok?”
“Bila dengan perawatan intensif untuk mengurangi gejala dan sakitnya, maka setidaknya anda bisa punya waktu enam bulan lagi”
Mendengar waktu yang tersisa itu membuat Maya semakin tak berdaya. Ia seperti tersambar petir yang datang dengan cepat tanpa ada pemberitahuan sedikitpun. Tak hanya Maya, Audi yang turut mendengarkan diagnosa dokter tersebut pun hanya bisa menutup mulutnya yang terbuka lebar tanpa ia sadari. Kini, situasi yang terjadi semakin memburuk. Situasi yang akan mengancam atau bahkan melenyapkan semua ambisi dan mimpinya selama ini.
“Saya akan memberi resep dan obat untuk anda konsumsi. Untuk saat ini, sebaiknya anda beristirahat malam ini disini dan anda boleh pergi besok bila anda sudah tidak merasakan sakit di kepala anda lagi”
Sang dokter pun pergi meninggalkan ruang tempat Maya dirawat. Sementara itu, Maya masih terdiam dan menatap dinding ruang rawatnya dengan tatapan kosong.
“Bu Maya, sa-saya turut prihatin dengan kondisi anda saat ini bu” ujar Audi.
“Suamiku? dimana dia?” tanya Maya secara tiba-tiba.
“Saya sudah menghubungi suami anda sejak anda pingsan. Tapi, sepertinya sampai sekarang ponselya belum aktif bu” balas Audi.
Maya tak menanggapi ucapan Audi, ia masih terlalu terkejut dengan berita yang baru saja ia terima saat ini. Namun, setelahnya Maya justru mulai melepaskan infus yang terpasang pada tangannya. Ia lantas bangkit dari ranjangnya dan mulai mencari ponsel dan dompet yang ada di rak sebelah ranjangnya tersebut.
“bu Maya? anda mau kemana bu?” tanya Audi panik.
“Aku mau pergi dari sini” balas Maya.
“Tapi bu, anda diminta untuk istirahat untuk malam ini!”
“Diam! jangan ikuti aku! Kalau kamu berani mengikutiku, kamu saya pecat saat ini juga!”
Audi pun terdiam, ia tak berani untuk melanggar perintah atasannya tersebut. Ancaman pemecatan bukan hal main-main bagi Maya. Ia pasti benar-benar akan memecat Audi bila Audi tetap mengikuti Maya yang sudah berjalan keluar dari ruang rawatnya dengan terhuyung-huyung.
Maya terus berjalan menuju lift dengan pakaian rumah sakitnya. Ia terus berusaha berjalan hingga mencapai pintu keluar rumah sakit. Dari sana, ia memanggil sebuah taksi yang berhenti tepat didekat pintu rumah sakit tersebut. Maya lantas menaiki taksi tersebut, meminta supir taksi untuk mengendarai taksinya tanpa memberi tahu tempat tujuannya sama sekali.
Ikuti novel terkini dari Redaksiku di Google News atau WhatsApp Channel