Novel : Mencari Budi (Part 1)
Blurb
Pokoknya harus Budi! Begitu permintaan yang diajukan Ghani tanpa bisa digugat.
Dari luar, rumah tangga mereka terlihat harmonis. Namun, orang-orang tidak tahu kalau selama ini hanya Ghea yang cinta. Wanita itu meminta cerai sebab selama 7 tahun pernikahan dia merasa suaminya tidak benar-benar sayang padanya. Dia lelah kalau harus mencintai sendirian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ghani menyetujui permintaannya dengan syarat mereka harus mengulang foto pre-wedding dahulu. Semua konsepnya harus sama persis. Ghea tidak masalah.
Yang menjadi masalah ialah ketika mereka kehilangan kontak Budi, teman kuliah sekaligus fotografer pre-wedding mereka. Mau tidak mau keduanya bekerja sama mencari Budi agar proses perceraian bisa segera dilakukan.
Dalam perjalanan mencari Budi, mereka dibuat saling mengenal lebih dalam lagi. Luka dan trauma masa lalu saling bermunculan. Berhasilkah mereka menemukan Budi? Apakah rencana perceraian mereka akhirnya tercapai?
*
Perempuan berambut lurus itu masih sibuk membersihkan mulut anaknya yang belepotan ketika tiba-tiba tiga karyawan restoran datang ke mejanya. Satu karyawan membawa kue, dua karyawan lainnya menyanyikan lagu ulang tahun sembari bertepuk tangan.
Dia menoleh ke sekeliling. Barangkali para pegawai itu salah meja. Namun, ketika dia memandang suaminya yang tersenyum tipis, perempuan berwajah bulat itu paham kalau kejutan itu ditujukan untuknya.
Sebuah kue berdiameter lima belas senti diletakkan di hadapannya. Dekorasinya amat sederhana. Seluruh kue dilapisi butter cream warna merah muda. Terdapat tulisan ‘Happy Birthday 31 Ghea’ dan satu lilin yang menancap di atasnya.
Oh, haruskah umurnya disebutkan dengan jelas? Serta tidak bisakah tulisan namanya diganti dengan sesuatu yang lebih manis? Sayangku atau my love, misalnya?
Perempuan bernama Ghea itu menggeleng-geleng kepala maklum. Dia menebak kalimat itu atas permintaan Ghani. Dia hafal di luar kepala tentang sikap suaminya yang tidak bisa bermanis-manis.
Namun, karena kue tersebut dihias dengan warna kesukaannya, Ghea dengan senang hati menerima.
Dia sekarang berdiri sambil menerima mahkota kertas yang dipakaikan oleh pegawai perempuan. Ghea menatap sekeliling dan menyadari kalau banyak pasang mata memperhatikannya. Sebagian pengunjung bahkan tampak merekam momen tersebut. Senyum Ghea mengembang. Hatinya terasa penuh saat dia menjadi pusat perhatian.
“Maaf, ya, aku baru bisa ngasih kejutan ulang tahunnya sekarang,” ucap Ghani yang langsung mendapat atensi Ghea.
Dia menggeleng terlampau bersemangat. Segala pemikiran yang seminggu belakangan menghantuinya sirna seketika. Ghea pikir suaminya lupa dengan ulang tahunnya. Rupanya pria berkacamata itu justru diam-diam menyiapkan kejutan.
Ghea beserta suami dan anaknya kini mengatur pose untuk foto bersama. Salah seorang karyawan menghitung sebelum mengambil jepretan. Pada hitungan ketiga, Ghea secara tiba-tiba mengecup pipi kiri sang suami.
Dia sudah membayangkan itu saat tengah bersiap foto, pasti akan terlihat lucu dan romantis. Namun, yang terjadi justru di luar perkiraannya. Ghani seketika mendorong tubuhnya menjauh. Tidak keras ataupun sakit, tapi berhasil membuat perasaan Ghea terluka.
Wanita yang mengenakan blus merah muda itu tidak siap atas reaksi tersebut. Ekspresi terkejut bercampur kecewa tergambar jelas di wajah bulatnya. Ghea merasa bingung. Apa yang salah darinya?
Perhatiannya teralihkan sebentar ketika pegawai tadi menyerahkan ponselnya. Ekspresi para pegawai tadi juga tampak kaget, tetapi berusaha disembunyikan. Keheningan canggung seketika melingkupi mejanya. Ketiga pegawai tadi lantas tersenyum kikuk dan segera pergi.
“Sayang, kamu kenapa kayak gitu?” tanya Ghea lirih.
“Apa? Kamu tadi ngapain pake cium-cium segala?” Pria beralis tebal itu justru balik memprotes.
Selama sekian detik Ghea hanya menatap Ghani. Belum selesai rasa kecewa karena didorong Ghani, suaminya itu malah menambahi dengan ucapan menyakitkan. Tidakkah Ghani menyadari kalau sikapnya tadi melukai perasaan Ghea?
“Ya memang apa salahnya? Itu caraku nunjukin cinta ke kamu. Biasanya juga gitu, kan?” Ghea berkata sepelan mungkin, tidak ingin anaknya mendengar percakapan mereka. Sekilas dia lirik Aaron tengah menyolek krim kue dengan telunjuknya.
“Lain kali nggak usah begitu di depan banyak orang. Biasa aja,” jawab Ghani sembari membetulkan letak kacamatanya.
Ghea tidak tahan untuk tidak mendengus. Dia memperhatikan Ghani yang kini sudah kembali melanjutkan makan.
Biasa saja? Seperti pria itu yang tidak pernah mengucap kalimat manis atau pujian? Seperti pria itu yang selalu menghindar bila Ghea melakukan kontak fisik? Sikap seperti itukah yang menurut Ghani biasa saja?
Dia hendak bertanya kembali, tapi Aaron merengek minta kuenya segera dipotong. Ghea berharap anaknya tidak menangkap perdebatan tersebut.
Beberapa menit lalu dia merasa bahagia karena mendapat kejutan dari suaminya. Namun, dengan cepat kesenangan itu berubah menjadi sakit hati. Ghea mengatupkan bibirnya rapat, berusaha mengendalikan emosi.
Makanan di piringnya sisa sedikit, tapi Ghea tidak selera untuk menghabiskan. Dia lantas membuka galeri di ponsel, melihat hasil jepretan tadi. Buruk. Foto mereka buram karena pergerakan tiba-tiba.
Halaman : 1 2 Selanjutnya