Afrika Selatan baru-baru ini menarik perhatian dunia dengan langkah berani mereka menggugat Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ), menuduh negara tersebut melakukan genosida.
Langkah ini tidak hanya mencuatkan sorotan atas situasi konflik di Palestina, tetapi juga memperkenalkan sosok mengejutkan di panggung diplomasi internasional: Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Grace Naledi Mandisa Pandor, yang ternyata seorang mualaf.
Dalam konteks genosida yang terjadi di Palestina, Afrika Selatan tidak tinggal diam. Mereka dengan tegas mengungkapkan keprihatinan atas tindakan brutal Israel yang telah menelan ribuan korban jiwa dan melukai puluhan ribu orang lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Raz Segal, seorang ahli studi genosida, tindakan Israel di Gaza bisa dianggap sebagai genosida, dengan segala pembunuhan massal, cedera serius, dan penghancuran yang terjadi.
Dibalik keputusan diplomatis ini, ternyata terdapat kisah menarik dari Menteri Luar Negeri Afrika Selatan sendiri.
Grace Naledi Mandisa Pandor, yang mewakili negaranya dengan tegar di arena internasional, memiliki latar belakang yang mengejutkan: dia adalah seorang mualaf. Bagaimana perjalanan spiritualnya hingga memeluk Islam?
Di tengah mayoritas Kristen yang taat, keputusan Naledi untuk memeluk Islam menjadi sebuah cerita yang menginspirasi. Keterlibatannya dalam agama baru ini tidak hanya memperkaya panorama agama di Afrika Selatan, tetapi juga menunjukkan keberagaman dan inklusi yang semakin berkembang di negara tersebut.
Islam sendiri telah tumbuh sebagai minoritas yang signifikan di Afrika Selatan, dengan sekitar 1 juta pengikut, meskipun hanya menyusun sekitar 1,9% dari populasi.
Perkembangan Islam di negara ini telah melibatkan banyak tokoh, termasuk beberapa ulama dari Indonesia yang memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam di kalangan masyarakat yang mayoritas berkulit hitam.
Pertanyaan pun muncul, siapakah ulama Indonesia yang memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan Islam di Afrika Selatan? Bagaimana mereka dapat mempengaruhi masyarakat di sana? Kisah-kisah seperti ini menunjukkan bahwa agama tidak mengenal batasan geografis atau budaya, dan bahwa keputusan seseorang untuk memeluk agama tertentu adalah urusan yang sangat pribadi dan spiritual.
Melalui perjalanan Grace Naledi Mandisa Pandor, kita bisa melihat bahwa agama tidak hanya menjadi pegangan spiritual, tetapi juga dapat menjadi pendorong bagi tindakan moral dan keberanian dalam dunia diplomasi.
Langkah-langkahnya yang berani dalam memperjuangkan keadilan dan perdamaian di Palestina adalah bukti dari komitmen pribadinya yang kokoh terhadap nilai-nilai kemanusiaan, yang didasari oleh keyakinan agamanya yang baru.
Sumber: Hidayatullah.com