Novel: A Way to Find You (Part 21)

- Penulis

Minggu, 1 Desember 2024 - 15:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Novel: A Way to Find You (Part 22)

Novel: A Way to Find You (Part 22)

Sebelumnya: A Way to Find You (Part 20)

***

Novel: A Way to Find You (Part 21)

BAB 21

“Gile, cerah amat mukanya, Neng. Kayak pengantin baru.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Komentar yang terlontar dari mulut Naura begitu mereka bertemu membuat wajah Giska merona. Pagi ini, suasana hatinya memang sangat baik. Terlepas dari hal-hal aneh yang ia alami dari kemarin, Giska tetap merasa bahagia karena kondisi rumah tangganya sudah pulih.

Tadi, sebelum berangkat kerja, Bima memberinya ciuman ekstra, sesuatu yang sudah lama tidak ia dapatkan. Bisa dibilang, komentar Naura tidak salah. Giska dan sang suami kembali romantis bagai pasangan pengantin baru.

“Udah baikan, nih, ceritanya?” goda Naura lagi.

Giska mengangguk dengan cengiran lebar di bibir. “Biar muka sama tangan gue jadi gosong kayak gini, nggak masalah, deh. Yang penting, semalem udah enak-enak sama suami.”

Dua perempuan itu meledak dalam tawa. “Mantap, langsung gas pol,” celetuk Naura lagi, masih sambil tertawa geli. “Kalau masalah kulit, mah, gampang. Tinggal perawatan aja ke klinik, nggak lama juga balik. Tapi, kalau masalah rumah tangga, susah dibenerinnya.”

Giska mengangguk setuju. Tidak salah ia mengikuti saran dari Naura. Kalau saja ia tidak mengajak Bima naik gunung, mungkin hubungan rumah tangga mereka benar-benar menemui jalan buntu sekarang. “Itu juga yang mau gue diskusiin sama elo sekarang,” ujarnya. “Gue udah putusin buat aktif naik gunung lagi sama Mas Bima. Untuk itu, gue berniat buat rekrut tim.”

Giska dan Naura mulai membahas rencana pembentukan tim, mulai dari job desc, plus-minus kehadiran tim, sampai persiapan budget. Diskusi itu dilanjutkan dengan syuting video ulasan sebuah produk make up terbaru yang telah tertunda selama beberapa hari. Giska hampir tidak keluar dari ruang kerjanya seharian ini.

“Eh, ceritain, dong, pengalaman naik gunung kemarin. Kayaknya seru, tuh,” pinta Naura saat istirahat makan siang, yang sebenarnya mereka lakukan menjelang sore.

“Oh, iya. Sekalian, deh, gue mau bikin story di Instagram.” Giska menata ponselnya di atas dudukan kaki tiga, lalu mulai merekam. Ia ingin membagikan pengalaman naik gunungnya kemarin pada para pengikutnya.

“Hai, Beauty Lovers! Maaf, ya, beberapa hari ini aku ‘ilang’ dari sosmed. Jadi, kalau kalian liat postingan aku yang lagi di terminal beberapa hari lalu, itu sebenernya aku lagi on the way mau naik gunung, guys! Harusnya kalian udah bisa nebak, lah, ya. Secara aku udah bawa carrier segede gaban gitu.” Giska berbicara dengan lancar di depan kamera. “Sekarang, karena aku udah pulang, aku mau cerita soal pengalaman kemarin. Oh, ya. Aku lagi makan siang sama manajer aku, nih. Say hi, dong!”

Naura melongokkan kepala sekilas di kamera sambil menyapa ramah. Keduanya sedang menikmati makan siang sambil duduk bersila di atas karpet. Giska juga sempat memamerkan menu makan siangnya sebelum mulai bercerita.

Kisah pendakian diawali dengan bagian-bagian yang seru dan menyenangkan, termasuk pengalaman naik ojek gunung. Naura mendengarkan dengan begitu antusias. Sampai tibalah Giska bercerita soal suara gamelan yang ia dengar saat tengah malam, dan juga kejadian Bima yang tiba-tiba menghilang. Naura sampai berhenti menyendok makanan saking larutnya pada cerita Giska.

“Serius lo?” Naura membelalakkan matanya. “Terus gimana?”

Cerita Giska berlanjut ke adegan setelah Bima ditemukan, dan juga perjalanan turun yang dibantu oleh tiga orang pemuda asal Solo. “Halo Rizki, Gilang, sama Malik. Kalau kalian nonton ini, sekali lagi, saya mau ngucapin terima kasih sebesar-besarnya buat kalian. Tanpa kalian, saya sama suami nggak mungkin selamat sampai di rumah sekarang.” Giska melambaikan tangan dan mengirim pesan khusus untuk ketiga pemuda tadi.

“Halo, makasih, ya, udah jagain Giska sama suaminya.” Naura ikut melambaikan tangan dan bicara ke kamera. Ia bisa membayangkan betapa sulit perjuangan mereka saat turun dari gunung.

“Nah, udah, tuh, kan. Kita nyampe ke basecamp lagi, nih, ceritanya,” lanjut Giska. “Lo tahu nggak, apa yang aneh? Mas Bima tiba-tiba sadar terus sembuh gitu aja pas udah di basecamp!”

Naura menganga. Ia sampai lupa kalau sedang mengunyah nasi di mulutnya. “Sembuh?”

“Iya, beneran sembuh! Sehat walafiat kayak nggak terjadi apa-apa. Aneh, kan?”

“Bukan aneh lagi itu, mah, tapi ajaib! Nggak mungkin, ah! Orang tadi lo cerita kalau Mas Bima sampai nggak kuat jalan.”

“Ih, sumpah, Ra, gue nggak ngarang. Gue juga nggak abis pikir. Bahkan, abis itu, gue ajak dia periksa ke dokter. Hasilnya juga normal aja, tuh. Nyampe rumah juga masih segar bugar.”

“Wow.” Naura melongo, masih kesulitan memercayai cerita sahabatnya. Apa yang menimpa Bima dan Giska sungguh di luar nalar menurutnya. “Berarti, lo belum nyampe puncak, dong, kemarin?”

“Belum, lah. Gue udah stres, panik setengah mati liat kondisi Mas Bima malem itu,” jawab Giska sambil menggedikkan bahu. “Nggak pa-pa, deh. Ke puncak bisa kapan-kapan lagi.”

Usai bercerita, Giska pun mengunggah video tersebut di fitur story Instagram. Tak lama kemudian, banyak sekali pesan masuk dari para penggemar yang sudah menonton videonya. Sambil melanjutkan makan siangnya, Giska membaca satu per satu pesan dari mereka.

“Ra, mau tahu, nggak? Banyak followers gue bilang, Mas Bima kena ganggu penunggu di gunung.”

“Nah, gue sebenernya juga mikir gitu, Gis,” sahut Naura antusias. “Tapi, karena gue tahu lo nggak percaya hal-hal mistis, gue diem aja tadi.”

“Emangnya, yang kayak gitu, tuh, beneran ada, ya?” tanya Giska sangsi.

Naura mengangguk. “Kalau gue pribadi percaya ‘mereka’ ini ada. Apalagi dalam kasus Mas Bima, itu udah nggak masuk akal, sih. Coba, deh, lo pikirin. Mana mungkin orang sakit parah tiba-tiba sembuh gitu aja? Terus, Mas Bima juga bilang dia nggak sadar, kan, waktu keluar dari tenda? Bisa jadi emang dia ditempelin makhluk halus waktu itu.”

Baca Juga:  Novel : Room for Two Bab 18: Bagaimana Jika, Misalkan, Apabila, dan Seandainya

Giska merenung sejenak. Hatinya mulai ragu. Kalau mengingat banyaknya gangguan yang ia alami selama pendakian kemarin, seharusnya ia tidak meragukan lagi eksistensi makhluk gaib di dunia ini. Banyak kejadian yang memang tidak bisa dicerna oleh akal sehatnya. “Tapi, Ra, kalau emang bener, kenapa Mas Bima diganggu? Emang dia ada salah apa sama tuh makhluk-makhluk di gunung?”

“Yah, gue juga nggak tahu kalau soal itu.” Naura mengangkat bahu sambil menyedot es jeruknya. “Saran dari gue, mending lo cari orang pinter terus konsultasi, deh. Biasanya, makhluk-makhluk kayak gitu nggak puas cuma gangguin sekali-dua kali. Apalagi udah sampe bikin orang sakit kayak gitu. Udah jahat, tuh.”

Giska jadi teringat saran dari tukang ojek yang memboncengkannya kemarin. “Gitu, ya?” gumamnya menimbang-nimbang. “Gue lihat sikon dulu, deh. Kalau sekarang, sih, kayaknya masih fine-fine aja.”

Akan tetapi, apa yang Giska bilang ‘fine-fine aja’ nyatanya tidak bertahan lama. Menjelang maghrib, ia naik ke kamarnya yang ada di lantai dua. Bima belum sampai di rumah, mungkin karena macet di jalan. Giska baru akan mengambil baju di lemari dan berangkat mandi. Namun, langkahnya terhenti di depan meja rias yang ada di kamarnya.

‘Kok banyak rambut di sini?’ batinnya heran. Ia pun berjongkok, mengamati helai-helai rambut hitam panjang yang tersebar di depan meja riasnya. Tangannya bergerak memungut sehelai rambut. Ia memperkirakan panjangnya hampir sama dengan rambutnya sendiri, nyaris mencapai pinggang atau bahkan lebih panjang. ‘Perasaan, seharian ini aku nggak sisiran di depan kaca.’

Kalau dipikir, tidak mungkin pula itu rambut milik Tami, asisten rumah tangganya. Wanita paruh baya itu rambutnya hanya sepanjang bahu. Giska berusaha menenangkan diri dengan berpikir bahwa mungkin ia lupa. Mungkin, tadi pagi, sebenarnya ia sempat menyisir rambut di sini. Karena terburu-buru menyambut Naura, ia jadi tidak ingat.

“Ah, Bi Tami, nih. Nyapunya kurang bersih,” omel perempuan itu. Giska pun mengambil sapu dan mulai membersihkan rambut-rambut yang berceceran di lantai. Setelah membuang gumpalan rambut tadi ke tempat sampah, barulah ia melanjutkan niatnya untuk mandi.

Selama berada di kamar mandi, entah kenapa perasaan Giska tidak tenang. Ia berkali-kali menoleh ke sekitar, merasa ada yang mengawasi setiap gerak-geriknya. Ia mencoba meyakinkan diri dengan mengatakan bahwa itu hanya sugesti. Namun, terkadang firasat itu tidak salah. Pikiran akan memberi kita tanda bahaya apabila memang ada sesuatu tidak beres yang akan menimpa.

Giska baru selesai menggosok gigi di wastafel. Cermin besar yang ada di depannya mengembun karena uap panas dari shower. Ia mengusap cermin untuk membersihkan sisa embun tadi, tapi mendadak matanya menangkap pantulan seorang wanita yang berdiri tidak jauh di belakangnya. Giska tersentak. Ia secara otomatis membalikkan badan. Namun, sosok wanita itu sudah menghilang.

Jantung Giska berdegup kencang. Ia tidak mungkin salah lihat tadi. Wanita itu mengenakan pakaian semacam kemben tradisional. Giska tidak melihat wajahnya dengan jelas. Yang pasti, rambut wanita itu berwarna hitam panjang dan dikepang samping. Belum sembuh dari kekagetannya, Giska merasakan ada yang meniup telinga kirinya. Kontan saja, perempuan itu berjengit dan langsung berlari keluar.

Giska menjerit saat menabrak tubuh seseorang di depan kamar mandi.

“Gis!”

Bima memegang kedua bahu Giska. Ia kaget melihat sang istri yang biasanya kalem itu menjerit ketakutan. “Giska, ini aku!”

Giska pun membuka mata. Hatinya lega luar biasa melihat sang suami berdiri di depannya. Ia memeluk tubuh Bima untuk meredakan ketakutannya.

“Kamu kenapa? Kok teriak-teriak gitu?” tanya Bima heran.

“Ng, itu ….” Giska menggigit bibir bawahnya. Apa Bima akan percaya kalau ia menceritakan pengalamannya barusan? “Kayaknya, aku lihat kecoa di kamar mandi,” ucapnya berbohong.

Bima tertawa. “Astaga, masa lihat kecoa aja sampe ketakutan gitu?”

“Ya, kan, kaget,” gerutu Giska. Ia melepas pelukannya. “Coba, deh, Mas periksa ke dalem.”

Bima meletakkan ranselnya, kemudian berjalan masuk ke kamar mandi sambil menggulung lengan kemejanya. Giska dengan takut-takut mengekor di belakang sang suami. Ia ingin memastikan apakah sosok wanita itu masih ada di pantulan cermin. Siapa tahu ia salah lihat tadi.

“Mana?” tanya Bima.

“Ada tadi di deket shower situ.”

Selagi Bima memeriksa area shower, Giska mengelap cermin hingga terbuka sepenuhnya. Memang tidak ada. Sosok wanita itu tidak muncul lagi dalam pantulan cermin.

“Nggak ada apa-apa, tuh. Udah kabur, kali, kecoanya denger teriakan kamu,” kata Bima.

“Iya, kali, ya. Syukur, deh.” Giska meringis bersalah karena telah membohongi sang suami.

“Tolong ambilin handuk, gih. Aku mau mandi sekalian,” pinta Bima sambil mulai melepas kemejanya.

Giska pun berjalan keluar dari kamar mandi. Ia berusaha melupakan bayangan wanita berkemben cokelat tadi, menganggapnya hanya sebuah ilusi. 

Malam itu hujan turun deras. Giska yang tadinya sudah terlelap mendadak terbangun karena haus. Untungnya, ia sudah menyediakan segelas air putih di samping tempat tidur, jadi ia tidak perlu turun ke dapur. Sembari minum, ia melirik ke jam digital di atas nakas. Masih pukul setengah satu malam.

Baru saja Giska merebahkan diri lagi, ia melihat Bima tiba-tiba membuka mata. Bukan sekadar membuka separuh mata seperti orang bangun tidur, tapi benar-benar melotot. Giska terkesiap kaget. Belum sempat ia bereaksi, sang suami mendadak bangkit duduk.

“Mas, kenapa?” Giska langsung ikut duduk.

Seluruh tubuh Bima tampak tegang dan kaku. Alih-alih menjawab, ia mengangkat satu tangannya dan menunjuk ke seberang ruangan. Giska mengikuti arah yang ditunjuk Bima.

Di sana, di sudut kamar yang gelap, Giska melihat ada siluet orang yang tengah berdiri menghadap ke arah mereka.

***

Selanjutnya: A Way to Find You (Part 22)

Berita Terkait

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:41 WIB

Novel Hitam Putih Pernikahan (Bab 16)

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:38 WIB

Novel : Hitam Putih Pernikahan (Bab 15)

Jumat, 6 Desember 2024 - 14:25 WIB

Novel: Padamu Aku Akan Kembali (Part 7)

Senin, 2 Desember 2024 - 11:23 WIB

Novel : Senja Membawamu Kembali ( Tamat)

Senin, 2 Desember 2024 - 11:13 WIB

Novel : Senja Membawamu Kembali ( Part 30)