Novel: A Way to Find You (Part 30)

- Penulis

Senin, 2 Desember 2024 - 09:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Novel: A Way to Find You (Part 22)

Novel: A Way to Find You (Part 22)

Sebelumnya: A Way to Find You (Part 29)

***

Novel: A Way to Find You (Part 30)

BAB 30

Giska tersentak. Wanita itu memang benar adalah wanita yang ada dalam mimpinya. Tapi, bukan itu yang membuatnya kaget. Giska tiba-tiba teringat sesuatu. Ia ingat di mana pernah melihat wajah sang putri. Pertama, dalam gambar yang dilukis Bima di iPadnya, jauh sebelum ini semua terjadi. Lalu yang kedua, ternyata Putri Sriwati adalah perempuan pendaki yang ia lihat minggu lalu di basecamp! Pantas saja, Giska merasa tidak asing saat mereka bertemu. Sekujur tubuhnya merinding saat memikirkan bahwa orang yang ia temui saat itu bukanlah manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hawa di dalam ruangan langsung terasa berbeda dengan kehadiran Putri Sriwati. Wanita itu menatap kedua tamunya bergantian dan memberi mereka senyuman menawan. Ia berjalan masuk dengan gerakan anggun. Dua orang pengawal yang dari tadi mengikutinya kini berdiri di kanan-kiri pintu, persis seperti penjaga gerbang. Sang putri berhenti di kursi makan yang letaknya berhadapan dengan Giska dan Ki Suko, kemudian duduk di sana.

Giska merasa seperti tengah menonton adegan film. Suasana ini, latar tempat ini, dan juga orang-orang dengan pakaian kerajaan itu, semua tampak seperti sebuah setting di lokasi syuting. Ia tanpa sadar menahan napas saat tatapan Putri Sriwati jatuh cukup lama ke arahnya. Ia yakin putri itu mengenalinya. Namun, sang putri tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, ia mempersilakan para tamunya untuk makan.

“Silakan menikmati suguhan kecil dari kami,” ucapnya dengan logat Jawa yang medok.

Entah bagaimana, amarah Giska tiba-tiba tersulut. Ia ingat tujuan utamanya datang ke sini. Ia hadir bukan untuk beramah-tamah dengan si putri. Ia bersusah payah pergi ke alam lain untuk menjemput sang suami!

Seolah bisa merasakan amarah Giska, Ki Suko menahan lengan perempuan itu, tepat saat Giska akan berdiri dari duduknya. Si kakek menggelengkan kepalanya satu kali dan memberi isyarat pada Giska untuk tetap diam. Bagaimana pun juga, Putri Sriwati adalah sosok yang dihormati di tempat ini. Kekuatan dan kekuasaannya tidak bisa dianggap remeh. Ki Suko sebisa mungkin berusaha menghindari percikan konflik yang mengharuskan mereka saling beradu kekuatan.

Giska mengatupkan rahang. Mau tidak mau, ia harus mengikuti anjuran dari Ki Suko. Posisinya saat ini memang tidak menguntungkan. Ia hanya seorang manusia biasa yang tidak punya ilmu apa pun untuk melindungi diri di dunia yang asing ini. Jalan pulang saja ia tidak tahu.

Ki Suko mulai berbicara pada sang putri dengan menggunakan bahasa krama inggil, masih dengan sikap penuh hormat, “Kami berterima kasih atas sambutan panjenengan (Anda), Putri Sriwati. Kedatangan kami di sini, sebenarnya adalah untuk meminta sesuatu.”

“Aku tahu,” sahut Putri Sriwati. Nadanya terdengar halus, tapi menyiratkan sesuatu. “Aku tahu persis apa yang kalian cari. Kalian datang ke sini untuk mengambil kekasih hatiku, kan?”

“Bukan mengambil, tapi meminta kembali. Tolong, saya memohon kebijaksanaan Anda, Putri. Anak itu masih punya kehidupan dan masa depan. Jangan Anda renggut begitu saja.”

“Tidak bisa. Lelaki itu sudah menjadi milikku. Hanya dia yang kuinginkan untuk menjadi pendampingku saat ini.”

“Bagaimana kalau kami menawarkan sesuatu yang lain sebagai gantinya?”

Putri Sriwati menggeleng. “Aku tidak tertarik apa pun yang akan kalian tawarkan. Menurutku, tidak ada yang bisa menggantikan lelaki itu.”

Giska tidak memahami sedikit pun percakapan mereka. Kesabarannya mulai menipis. Ia tidak suka berbasa-basi terlalu lama. Satu kalimat meluncur begitu saja dari mulutnya tanpa bisa dicegah, “Kembalikan suamiku.”

Tatapan tajam Putri Sriwati menyambarnya, tapi Giska tidak takut. Ia balas menatap wanita itu dengan tidak kalah tajam. “Berani-beraninya kamu mengambil suamiku dan mengganggu rumah tangga kami,” ucap Giska geram. Ia tidak mengindahkan teguran Ki Suko di sampingnya. “Kembalikan suamiku sekarang juga, dasar kamu makhluk jahat!”

Putri Sriwati tertawa. Senyum di wajahnya berubah menjadi sinis. “Jahat? Aku jahat?” ucapnya tajam. “Aku datang di saat lelaki itu kesepian. Aku tahu apa yang dia butuhkan. Aku akan selalu hadir dan ada untuk menghiburnya, tidak sepertimu. Aku membawanya ke sini karena dia tidak bahagia bersamamu.”

Satu tangan Giska menggebrak meja. “Tahu apa kamu soal kami?” teriaknya marah. “Jangan menyimpulkan sesuka hati! Kami saling mencintai dan dia–”

“Lalu, di mana kamu saat dia membutuhkanmu?” tukas Putri Sriwati. “Kamu berkali-kali membuatnya sedih dan terluka. Kamu berkali-kali menolak ajakannya untuk pergi bersama, bukankah begitu?”

Lidah Giska mendadak kelu. Untuk masalah itu, ia tidak bisa membantah. Ia menyadari, semua ini memang bermula dari kesalahannya. Namun, ia dan Bima sudah menyelesaikan kesalahpahamanan itu. Mereka sudah saling berjanji untuk memperbaiki dan membicarakan semuanya baik-baik. “Tapi tetap, bukan berarti kamu berhak mengambil suamiku begitu saja,” geramnya.

“Baiklah, kalau begitu, mari kita buktikan.” Putri Sriwati berdiri dari duduknya. “Ikuti aku. Kita temui lelaki itu sekarang.”

Giska langsung berdiri. Akhirnya, ia akan bertemu dengan Bima!

Nduk, Aki nggak bisa nemenin kamu. Hanya orang-orang tertentu yang diizinkan masuk ke kamar Putri,” kata Ki Suko sambil menahan tangan Giska. “Kamu hati-hati di sana.”

Giska mengangguk. “Doakan aku, Ki,” bisiknya.

Giska pun mengikuti Putri Sriwati keluar dari ruang makan. Dua orang pengawal dan beberapa wanita yang sepertinya adalah dayang juga ikut mengekor di belakang mereka. Giska berusaha menjaga ekspresinya setenang mungkin. Ketimbang keselamatan dirinya, ia lebih mengkhawatirkan kondisi Bima.

Rombongan itu berjalan ke bagian barat istana. Mereka menaiki anak-anak tangga yang luas dan tinggi, hingga tibalah mereka di depan sebuah pintu kayu raksasa yang tertutup rapat.

“Dia ada di dalam. Masuklah,” ucap Putri Sriwati, kembali menampilkan senyum anggunnya. “Kalau kamu berhasil membujuknya, aku akan melepaskan kalian. Tapi, kalau dia tidak mau ikut bersamamu ….” Giska baru menyadari tubuh si Putri lebih tinggi darinya saat wanita itu menunduk dan mendekatkan wajah ke arahnya. “Kamu harus segera pergi dari sini,” lanjut Putri Sriwati penuh penekanan.

Baca Juga:  Novel : Senja Membawamu Kembali ( Part 1)

Giska mengatupkan bibir. Ia yakin Bima akan ikut pulang bersamanya. Tidak mungkin suaminya lebih memilih untuk tinggal di sini bersama wanita asing itu. Putri Sriwati pasti hanya menggertak.

Pintu di depannya terbuka. Giska pun melangkah masuk. Kamar yang luas dengan langit-langit tinggi menyambut pandangannya. Giska tidak sempat melihat isi ruangan tersebut dengan lebih detail. Tatapannya langsung tertuju pada punggung seorang lelaki yang amat ia kenal. “Mas Bima!” serunya.

Bima, yang tengah berdiri di depan jendela dengan posisi membelakangi Giska, perlahan membalikkan badan. Giska berlari menerjang dan mengurung sang suami dalam pelukan. “Mas, syukurlah kamu baik-baik aja,” ucapnya penuh rasa lega.

Bima bergeming, tidak bersuara maupun balas memeluk Giska. Giska akhirnya melepas pelukan mereka. “Mas, kita pulang, yuk. Kamu nggak boleh di sini lama-lama,” ajaknya. Perempuan itu menarik napas kaget saat Bima hanya balas menatapnya kosong. Tidak ada antusiasme atau rasa senang sedikit pun dalam ekspresi sang suami. “Mas?” panggil Giska sambil mengguncang bahu Bima.

Bima justru melepaskan tangan Giska dari tubuhnya. “Pergi,” ucapnya lirih.

“Apa?” Giska tersentak tak percaya. “Iya, pergi. Ayo pergi. Kamu sama aku. Kita pulang ke rumah,” bujuknya. “Mamah sama Papah udah nungguin kamu, Mas.”

Bima tiba-tiba mendorong tubuh istrinya menjauh. “Kubilang, pergi dari sini!” teriaknya.

Giska menutup mulutnya tak percaya. Mustahil ini terjadi. Lelaki itu pasti dalam keadaan tidak sadar. Putri Sriwati pasti sedang mempermainkan isi pikiran Bima hingga ia tidak mau pergi. Giska membalikkan badan menghadap ke arah si Putri yang berdiri di dekat pintu kamar. “Apa yang kamu lakukan?” desisnya murka. “Jangan pengaruhi suamiku! Biarkan dia pulang bersamaku! Dasar setan! Iblis! Pergi kamu ke neraka!” Berbagai umpatan terlontar dari mulutnya. Giska merasa dadanya akan meledak oleh kemarahan. Ia tidak peduli lagi akan nasib yang menantinya di depan. Yang ada dalam pikirannya adalah, ia tidak akan membiarkan wanita pengganggu rumah tangganya itu menang!

Giska merasakan satu tangannya dicekal dari belakang. Perempuan itu menoleh. Api amarahnya seketika padam saat ia melihat sang suami menatapnya penuh permohonan. “Gis, tolong, pulang,” pinta lelaki itu. “Tinggalin aku di sini.”

“Nggak!” Giska balas mencekal tangan sang suami dan menariknya. “Aku nggak akan pulang tanpa kamu! Kamu nggak boleh tinggal di sini!”

“Giska, plis ….”

“Lepaskan dia.” Suara Putri Sriwati mendadak berubah. Wanita itu melesat dan berdiri di dekat mereka hanya dalam waktu sepersekian detik. Giska terlonjak kaget. Sosok yang tadinya cantik dan anggun kini tampak mengerikan. Kulit wajah dan tubuh si putri jadi bersisik kasar. Matanya hitam legam tanpa tersisa area putih sama sekali. Kuku-kukunya tumbuh memanjang seperti cakar. Giska tanpa sadar mengetatkan cekalannya di tangan Bima.

“Aku sudah memberimu kesempatan,” desis Putri Sriwati dengan wajah berkerut menakutkan. “Tapi, dia menolakmu. Pergi dari sini! Pergi sebelum aku mencelakakanmu dan teman-temanmu!”

Wajah Giska memucat mendengar Putri Sriwati mengancam keselamatan Edo dan Sekar. Belum sempat Giska bereaksi, tiba-tiba ia merasakan tubuhnya terangkat. Seorang pengawal berdiri di belakangnya dan menggendongnya ke arah jendela. Giska memberontak. Ia tahu ia akan dilempar dari sana.

“Lepaskan aku! Lepaskan!”

Pengawal itu tidak menghiraukan jeritan permintaannya. Hal terakhir yang Giska dengar adalah tawa sang putri dan teriakan Bima, sebelum tubuhnya terlempar dengan kuat keluar istana. Giska terbang melayang jauh, menuju ke hutan belantara. Ia tidak tahu apakah ia bisa terluka atau merasa sakit di alam gaib seperti ini, tapi sejak awal, semuanya terasa terlalu nyata. Jatuh dari ketinggian seperti ini pasti akan menyakitkan baginya. Giska memejamkan mata, bersiap merasakan benturan keras saat tubuhnya mendarat, entah di atas pohon ataupun tanah berbatu.

Dua detik kemudian, Giska justru disambut oleh permukaan yang terasa lembut dan empuk. Perempuan itu memberanikan diri untuk membuka mata. Tubuhnya tidak lagi terbang. Ia telah mendarat di atas gumpalan putih tipis seperti awan. Gumpalan tersebut membawanya turun dengan selamat sampai di atas tanah.

Nduk,” panggil Ki Suko, yang berdiri bersama Mbah Wiro tidak jauh di sebelahnya. Giska merasa ia dilempar begitu jauh sampai ke tengah hutan, tapi entah bagaimana kedua makhluk sakti itu sudah menyusulnya kemari.

Giska segera berlari menghampiri mereka. “Ki, tolongin suami saya, Ki. Tolong, bawa dia pulang,” mohonnya dengan amat sangat.

Ki Suko menggelengkan kepala. “Nggak bisa. Jangan sekarang. Kamu harus pulang, Nduk.”

“Nggak! Saya nggak mau pulang tanpa Mas Bima!”

Ki Suko menoleh ke arah Mbah Wiro dan memberinya anggukan sebagai isyarat. Di detik berikutnya, harimau raksasa itu membuka mulutnya dan menggigit Giska. Giska menjerit. Ia tidak merasa sakit sama sekali, tapi tubuhnya kembali terangkat dari tanah. Kini, ia tertahan di mulut harimau tersebut.

“Turunkan saya!”

Tanpa mengindahkan permintaan Giska, harimau putih itu mulai berlari. Ia membawa Giska turun dari gunung dengan cepat. Langkahnya lebar, nyaris melayang. Tidak butuh waktu lebih dari satu menit, tiba-tiba mereka sudah sampai di tenda tempat Giska masuk ke alam ini.

Mbah Wiro menurunkan Giska ke tanah. Entah dari mana, Ki Suko mendadak juga muncul di samping mereka. “Pulang, Nduk,” perintahnya lagi sambil menunjuk ke tenda. “Kalau kamu nggak segera pergi dari sini, Putri Sriwati akan mengirim pasukan untuk mencelakai kamu sama temen-temen kamu.”

“Tapi, Ki, Mas Bima–”

“Kita pikirkan cara lain nanti. Yang penting, kamu harus pergi dulu. Cepat!”

Akhirnya, Giska pun melangkah masuk ke tenda. Hati dan pikirannya carut-marut. Ia tidak mau meninggalkan Bima di sini, tapi di sisi lain, ia juga tidak mau Edo dan Sekar terluka gara-gara dirinya. Giska mendengar Ki Suko berkata untuk terakhir kali, “Hubungi Aki lewat Asih.”

Setelah itu, pandangan Giska mendadak gelap selama beberapa detik. Saat kembali membuka mata, ia mendapati dirinya sedang dalam posisi berbaring di dalam tenda. Wajah Sekar muncul di hadapannya.

“Gis!” panggil perempuan itu. “Akhirnya kamu sadar. Alhamdulillah, Ya Allah.”

Giska bangkit duduk. Ia langsung memeluk Sekar, lalu menangis histeris, “Mbak, aku nggak bisa nyelametin Mas Bima, Mbak.”

***

Selanjutnya: A Way to Find You (Part 31)

Berita Terkait

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:41 WIB

Novel Hitam Putih Pernikahan (Bab 16)

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:38 WIB

Novel : Hitam Putih Pernikahan (Bab 15)

Jumat, 6 Desember 2024 - 14:25 WIB

Novel: Padamu Aku Akan Kembali (Part 7)

Senin, 2 Desember 2024 - 11:23 WIB

Novel : Senja Membawamu Kembali ( Tamat)

Senin, 2 Desember 2024 - 11:13 WIB

Novel : Senja Membawamu Kembali ( Part 30)