Bab. 8 Hari Pernikahan
Di jalan raya malam hari yang masih cukup ramai pengendara yang berlalu lalang, terlihat mobil Daren yang menjadi salah satu pengendara itu. Saat itu dirinya tengah mengantarkan Amora untuk pulang, tapi ternyata di sepanjang jalan Amora sudah tertidur karena sangat lelah menyiapkan baju untuk pernikahannya besok Minggu.
Setelah mengemudi kurang lebih 15 menit, Daren pun sampai di mansion keluarga Sapphire, “Ra, Amora bangun. Udah sampai rumah kamu” ucap Daren dengan lembut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mendengar suara Daren membuat Amora terusik dan berakhir bangun dari tidurnya, “Emh, i-iyaa” Amora mengusap wajahnya dan melihat sekitar.
“Makasih udah anterin gue sampe rumah” ujar Amora dengan suara seraknya karena baru saja bangun tidur.
“Iya sama-sama” jawab Daren. Setelah itu Amora pun turun dari mobil Daren, dan Daren kembali menancap gas mobilnya untuk pergi dari halaman luas milik keluarga Sapphire.
Melihat Daren yang sudah pergi, Amora langsung membalikkan badan dan masuk ke dalam rumahnya. Sesekali dia menguap karena sudah sangat mengantuk dan sangat lelah dengan aktivitasnya seharian tadi.
Keesokan harinya Amora menjalani hari-harinya seperti biasanya, tapi yang semakin membuat Amora bingung, Marvell bukan semakin menjauhinya malah semakin mengejarnya.
Seperti hari ini, Marvell tiba-tiba menghampiri Amora yang tengah mengerjakan tugas di kantin yang berada di dalam area kampus mereka, “Hai.”
“Eh, Vell” ucap Amora karena terkejut saat melihat laki-laki itu yang tiba-tiba datang dan langsung menyodorkan sekaleng minuman yang sering Amora minum.
“Nih diminum, Ra. Bay the way lagi ngerjain tugas apa?” tanya Marvell seraya tersenyum setelah memberikan minuman kaleng itu kepada Amora.
“Makasih, Vel. Ini ngerjain tugas presentasi buat besok” jawab Amora yang juga melempar senyuman cantiknya setelah berterima kasih atas minuman dari Marvell.
“Oohhh” ujar Marvell seraya mengangguk-anggukkan kepalanya, setelah itu dia membuka minumannya dan disusul oleh Amora.
Marvell menemani Amora mengerjakan tugas presentasinya sembari mengerjakan tugasnya juga, di sela-sela kesibukan itu, mereka juga sempat mengobrol hal-hal lucu yang membuat mereka tertawa.
Tidak hanya hari itu, secara berturut-turut Marvell terus saja menemani Amora mengerjakan tugas kuliahnya, bahkan Amora sampai tidak enak sendiri.
“Gimana cara gue bilang ke Marvell. Gue takut dia malah sakit hati kalau gue bilang dia ngga perlu ada di setiap hari gue. Tapi kalau kayak gini, gue jadi ngga enak.”
Amora terus saja mengatakan hal itu, dia selalu saja maju mundur untuk mengucapkan itu kepada Marvell. Sampai di hari Jum’atnya, Amora memberikan sebuah undangan kepada Marvell.
Karena besok Minggu, acara pernikahannya akan berlangsung, jadi dia memberikan undangan di hari Jum’at kepada orang-orang terdekatnya.
“Vell, emm, ini” ucap Amora seraya memberikan sebuah kertas undangan kepada Marvell.
Marvell pun mengambil kertas itu dan membaca judul dari undangan yang dia terima itu, ternyata di dalam judul undangan itu terdapat nama Daren dan Amora yang berdampingan.
Terlihat Marvell sedikit tersenyum, “Selamat ya. Aku do’ain pernikahan kamu berjalan dengan sangat lancar. Aku ikut bahagia ngelihat kamu bahagia sama pilihan terbaik orang tua kamu.”
“Makasih ya, Vell. Aku juga mau minta maaf karena ngga bisa bales perasaan kamu, dan malah bawa berita yang mungkin buat kamu berita buruk. Aku ngga bermaksud sakitin hati kamu” jawab Amora.
“Santai aja, Ra. Aku masih bahagia kok selagi hubungan kita masih baik, walaupun aku ngga jadi pacar kamu, aku masih jadi temen baik kamu kan?” tanya Marvell.
Amora menganggukkan kepalanya seraya tersenyum dan menatap Marvell, “Kamu masih jadi temen baik aku kok. Aku ngga akan berubah meskipun aku udah nikah nantinya.”
Mendengar itu Marvell ikut tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Bohong jika dia tidak sedih mendengar kabar ini, tapi mau bagaimana pun, hubungannya dengan Amora hanya bisa sebatas teman baik, tidak lebih.
Hari Minggu tiba dengan sangat cepat, saat ini terlihat Amora yang terus terpaksa untuk menunjukkan senyum manisnya, Daren pun begitu, tapi sesekali dia datar tanpa ekspresi.
Banyak orang yang kagum dengan kecantikan dan ketampanan pengantin hari itu, di antara ratusan orang yang ikut berbahagia dengan pernikahan itu, ada salah satu orang yang wajahnya tersenyum tapi hatinya menangis.
Berbulan-bulan dia menyukai Amora dan terus mencari informasi tentang gadis itu, tapi di saat dia mulai berani untuk menunjukkan jati dirinya. Dia malah mengetahui fakta bahwa gadis yang selama ini dia sukai ingin menikah.
Sungguh sakit, tapi Marvell sadar. Bahwa jika dia berani mencintai, dia juga harus berani untuk menanggung segala risikonya, apa pun itu.
Di malam harinya terlihat Amora yang keluar dari kamar mandi yang ada di kamar hotelnya dengan Daren seraya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.
Amora berjalan ke arah window seat atau tempat duduk di jendela sembari terus melanjutkan aktivitasnya, sampai Daren yang tadinya duduk di sofa beranjak ke kamar mandi. Amora hanya diam seraya melihat pergerakan laki-laki yang kini menjadi suaminya itu.
Halaman : 1 2 Selanjutnya