“Cie ciee. Kayaknya dia suka sama lo deh, Ra. Laki-laki kalau udah perhatian kayak gitu pasti ada rasa suka walaupun sedikit. Lagi pula dia juga terima perjodohan itu kan?” ucap Indira.
Mendengar itu Amora terdiam sejenak, “Ngga mungkinlah, orang dia pernah bilang kalau dia setuju perjodohan itu karena Omanya yang minta” jawab Amora.
“Ya kan siapa tau.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di sore menjelang malam, mobil Amora kembali terparkir di garasi rumahnya dan di sana juga sudah terdapat mobil Daren. Setelah mengambil barang-barangnya yang ada di mobil, Amora pun turun dari mobilnya itu dan berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Amora memasukkan pin rumahnya sebelum masuk, dan setelah masuk dia langsung berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Tapi di perjalanan menuju kamarnya Amora menghentikan langkahnya di depan ruang kerja Daren yang berjarak 4 langkah sebelum kamarnya.
“Dia di dalam?, lihat ngga ya?” batin Amora saat melihat pintu ruangan itu sedikit terbuka.
“Ngga deh kayaknya, tapi gue penasaran” lanjut Amora yang masih berdiri di depan ruang kerja Daren. Dia bingung, apakah dia harus masuk, atau tidak.
Tapi karena rasa penasarannya, Amora pun akhirnya memutuskan untuk membuka pintu ruangan itu. Setelah pintu itu hampir terbuka sempurna, Amora kembali menutupnya dan kembali berjalan menuju kamarnya dengan ekspresi yang tiba-tiba berubah.
Sesampainya di kamar Amora langsung masuk ke dalam kamar mandi setelah menaruh semua barang-barangnya di meja yang ada di kamar itu. Di depan wastafel Amora menatap dirinya sendiri dengan tatapan terkejut sekaligus penuh pertanyaan.
“Perempuan itu siapa?”
“Kenapa dia nempel banget sama Daren?”
“Daren selingkuh?, atau…..”
Tok!
Tok!
Tok!
“Ra.”
Mendengar suara ketukan pintu serta suara Daren yang memanggilnya membuat Amora seketika melihat ke arah pintu kamar mandi itu berada. Amora berjalan mendekat, tapi tidak membuka pintu itu, “Gue mandi!”
“Oke, saya mau jelasin sesuatu, saya tunggu di luar” ucap Daren yang tidak dijawab apa-apa oleh Amora. Perempuan itu terdiam sejenak sebelum melangkah ke dalam kamar mandi yang terdapat shower di dalamnya.
Beberapa menit kemudian, Amora keluar dari walk in closet yang ada di kamarnya, saat keluar dari sana Amora mengedarkan pandangannya dan mencari keberadaan Daren, tapi ternyata laki-laki itu tidak ada di sana.
“Ngga jelas, katanya mau ngejelasin sesuatu, tapi sekarang ngga ada. Mau dia apa sih?!” ucap Amora dengan sedikit meninggikan nada bicaranya di kalimat yang terakhir.
Dengan kesal Amora berjalan menuju meja riasnya dan mulai menata rambut hitam mengkilau yang panjangnya sepunggung itu serta memakai beberapa skincare andalannya.
Setelah selesai melakukan itu semua, Amora pun beranjak dari tempat duduk itu dan berjalan ke arah handphone-Nya berada, di pertengahan langkahnya itu, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan masuklah Daren.
“Kamu melihat perempuan tadi?” tanya Daren yang membuat Amora langsung menghentikan langkahnya di depan meja tempat handphone-Nya berada.
Karena pertanyaan itu, terlintas sejenak kejadian beberapa menit yang lalu. Tepatnya ketika Amora membuka pintu ruang kerja Daren, di sana Amora melihat seorang perempuan dengan rambut berwarna coklat dan panjangnya di bawah bahu tengah memeluk lengan Daren.
Saat itu Daren tengah memilih-milih buku di rak buku, dan perempuan itu dengan nyaman memeluk lengannya yang besar. Melihat itu Amora kembali menutup pintu ruangan itu dan berjalan pergi.
“Dia siapa?” Amora baru membuka suaranya setelah beberapa menit terdiam, dia bertanya seperti itu tanpa menoleh ke arah Daren yang berdiri di samping kirinya.
“Nasyla, pacar saya” jawab Daren sembari terus melihat ke arah Amora.
Mendengar itu seketika Amora langsung tersenyum miring, “Pacar?, jadi maksud lo, lo nikahi gue tapi lo punya pacar gitu?. Maksud lo apa sih?!”
“Dari awal saya memang sudah mempunyai pacar, bukannya saya sudah pernah bilang sewaktu kita membuat kontrak?” jawab Daren dengan mudahnya.
“Terus pacar lo ngga marah karena yang lo nikahi itu gue bukan dia?” tanya Amora lagi, tapi kini dia sudah berani untuk menghadap ke arah Daren dan menatap laki-laki itu.
“Dia tidak keberatan, selagi saya dan dia masih bisa berpacaran seperti biasanya” jawab Daren seraya sedikit menggelengkan kepalanya di awal.
Untuk kedua kalinya Amora tersenyum miring, “Emang di kontrak nikah itu lo nulisin kalau kita boleh pacaran?”
Daren terdiam sejenak, “Saya menulisnya, di peraturan nomor 8.”
Kini Amora terdiam karena jawaban dari Daren, “Tap-.”
Ucapan Amora terpotong di kala handphone Daren tiba-tiba berbunyi. Dengan cepat Daren mengambil handphone-Nya dari balik jas yang dia pakai.
“Halo, Oma” sapa Daren kepada orang yang menelfonnya, mendengar sapaan Daren untuk orang di telfon itu membuat Amora melihat Daren dengan penuh pertanyaan.
“Hah?, Oma ada di depan?”
Mendengar itu Amora langsung membulatkan matanya karena terkejut.
Bersambung…….
https://www.redaksiku.com/novel-choose-happiness-part-8/
Halaman : 1 2