“Kapan?”
“Apanya?”
“Tesnya? Kok aku nggak dikasih tahu.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tadi pas kamu diambil darahnya sebelum pulang.”
“Kenapa nggak izin dulu kalau mau TORCH?”
“Ya, itu memang insiatifku karena aku tidak melihat ada masalah buat melakukan tes itu. Lagi pula apa sih yang bikin kamu keberatan?”
Sejak kecil aku memang suka memelihara kucing. Meski orangtuaku melarang, aku tetap melakukan. Aku pikir tidak bakal jadi masalah karena aku menjaga kebersihan kucing-kucingku, membawa ke dokter sekali waktu. Aku tidak tahu kalau Arka bakal serius melakukan tes itu setelah enam bulan lalu kami sempat membicarakannya.
“Ya, jelas aku keberatan lah.” Aku tidak peduli kalau ucapanku bakal memadamkan binar bahagia di wajahnya. “Kamu sering melanggar batas kepemilikan yang sudah kita sepakati. Ingat? Tadi di rumah sakit kamu juga ambil paksa ponselku.”
Arka menegakkan duduknya dan sedikit berputar agar bisa leluasa menatapku.
“Karina, dokter bilang di awal kehamilan itu janin sangat rentan. Dia memintaku untuk menjagamu. Kamu tidak boleh terlalu capek. Jadi, menurutku kamu harus mengurangi ….”
“Nggak! Kamu nggak boleh larang-larang aku buat ngurusin Dazzling Queen, Ka. Kita sudah sepakat tentang hal ini. Lagi pula ini hidupku, bukan hidupmu.”
“Tapi itu juga bayiku, Karina!”
Ucapan Arka membuatku bungkam.
“Mau sampai kapan kamu membedakan ini milikku, ini milikmu. Lalu, kapan semua itu bakal kamu sebut milik kita?”
Halaman : 1 2