Suasana di rumah Prasetyo dan Maya juga tak kalah sibuk, terutama Maya yang dari tadi mengatur pengiring musik dan juga para tetangga yang mulai berdatangan. Ia juga sudah meminta kepolisian untuk mengawasi jalannya acara. Ia tak mau kecolongan seperti kejadian yang dialami di rumah besannya.
Jarak antara Kalideres ke Kalibata memakan waktu satu jam lebih sepuluh menit jika jalanan tidak padat. Namun jika padat, bisa lebih dari dua jam. Ternyata, Tuhan sedang berpihak pada keluarga Prasetyo yang menanti dengan harap-harap cemas. Rombongan keluarga mempelai perempuan sudah memasuki halaman rumah. Prasetyo dan Maya mulai bersiap-siap untuk menyambut kedatangan mereka.
Kirei menerima uluran tangan Attala yang ingin membantunya keluar dari mobil. Dengan senyum terkembang, ia mengapit lengan suaminya. Musik Gendhing Boyong Pengantin mulai terdengar untuk mengiringi kedatangan keluarga dari pihak mempelai perempuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Prasetyo dan Maya menyambut keluarga barunya dengan penuh suka cita. Sebagai seorang ibu, Maya melakukan tugasnya yaitu melingkarkan kain motif Sidomukti ke bahu anak dan menantunya itu. Kemudian, dilanjut dengan jabatan tangan dengan kedua orangtua Kirei. Kali ini, bukan Gendhing Boyong Pengantin lagi yang mengiringi, melainkan Gendhing Boyong Basuki.
Setelah beramahtamah sejenak, acara selanjutnya yaitu sungkeman kedua mempelai diiringi kedua orang tua menuju pelaminan. Nah, sebelum Kirei dan Attala duduk, mereka berdua terlebih dahulu melakukan sungkeman kepada orang tua kedua belah pihak. Barulah, setelah itu mereka berdua duduk di pelaminan. Acara Ngunduh Mantu ini lebih sederhana dari pada acara resepsi pernikahan.
Tetangga dan keluarga besar Prasetyo naik ke pelaminan untuk mengucapkan selamat dan sebagian juga ada yang minta difoto. Karena tak ada tamu penting dalam acara ini, Attala mengajak Kirei untuk berbaur dengan keluarganya yang lain saat tak ada tamu yang naik ke pelaminan.
Dari kejauhan, Kirei memperhatikan Attala yang sedang berbincang bersama Gayatri, Maya, dan Tante Grace. Ya, Tante Grace ini sengaja datang jauh-jauh dari luar negeri, hanya untuk bertemu dengannya. Baju kebaya yang dikenakannya ini adalah hasil karya Tante Grace.
Ternyata benar apa yang dikatakan Attala, menjadi dewasa itu bukan sekedar berusaha mendapatkan apa yang dicita-citakan. Namun, tentang menerima pendapat orang yang kita sayangi. Kirei baru menyadari begitu besar kasih sayang yang diberikan Gayatri dan alasan mendatangkan orang pintar untuk membersihkan kamarnya kemarin. Hal itu mamanya lakukan, semata-mata untuk melindungi dia dan keluarganya dari bahaya yang bisa datang kapan saja meski dengan cara yang dia tidak sukai.
Attala sudah memberikan pemahaman yang berbeda dalam hidup Kirei. Dia mulai belajar melihat suatu masalah dari sudut yang berbeda. Tidak lagi seperti dulu yang serba egois dan keras kepala.
Masih terekam jelas dalam ingatan Kirei saat ia tidak mau menerima saran Gayatri untuk kuliah di jurusan kedokteran. Dia kabur ke Singapura untuk kuliah desainer di sana. Untungnya, Gumilar tetap rutin mengirimkan uang sehingga ia masih bisa hidup dengan layak tanpa harus bekerja part time. Satu bulan dalam perantauan, Gayatri dan Gumilar datang untuk meminta maaf karena sudah memaksanya kuliah di jurusan yang tidak dia suka.
Saat itu Kirei merasa menang. Ia merasa menjadi orang yang paling dewasa karena bisa mempertahankan keinginannya dan membuat kedua orang tuanya meminta maaf. Tapi sekarang ia justru menyesal, sebab bukan seperti itu seharusnya dia bersikap kepada orang tua yang sudah menjaga dan mengusahakan segalanya.
Kehadiran Attala sebagai suaminya sudah memberikan warna lain dalam memandang hidup. Kirei bahagia sebab dia sudah jatuh cinta pada orang yang tepat.
Tak sengaja, pandangan Kirei dan Attala bersirobok. Kirei pura-pura menundukkan kepala untuk menyembunyikan rona merah di pipinya. Namun, ternyata Attala berjalan ke arahnya bersama Tante Grace.
“Sayang, kita ganti baju, yuk! Tante sudah merancang satu gaun cantik buat kamu. Meskipun, postur tubuh kamu mungil, tapi wajahmu cantik banget.” Tante Grace memegang pundak Kirei. “Atta, Tante pinjem dulu istrinya, ya. Kamu juga ganti baju sana. Tante juga sudah menyiapkan baju untukmu.”
“Wah, baiknya tanteku ini. Aku kira cuman Kirei aja yang dapet baju. Secara, baju rancangan Tante harganya berkelas semua,” ujar Attala. Waktu main ke rumah Tante Grace yang ada di Kanada, ia pernah melihat bandrol di salah satu rancangannya yang kalau dalam rupiah mencapai hampir 30 juta. Memang, bajunya sangat indah dengan bahan berkualitas dengan batu Swarovski yang berkilauan. Jadi, wajar jika harganya bisa mencapai segitu.
“Iya, dong. Yuk, Rei. Eh, Tante panggil Rei aja, ya?” Tante Grace meminta persetujuan Kirei.
“Boleh, Tante. Lagi pula, Rei itu memang panggilanku,” jawab Kirei.
Tante Grace langsung mengapit lengan Kirei, lalu berjalan menuju ruang ganti pakaian. Di sana, ada manekin yang sudah dipasangi gaun berwarna biru langit berbahan tille dengan dalaman yang mengenakan puring saten silk yang lembut dan jatuh. Di bagian pinggangnya, dipasangi batu Swarovski berwarna bening yang berkilauan. Kerahnya berbentuk V, tetapi tidak sampai memperlihatkan belahan dada karena ia sudah diwanti-wanti oleh Attala. Kemudian, ia mengajak asistennya untuk ikut merias Kirei dan melepas gaun yang masih terpasang dimanekin itu. Asistennya sedikit kesulitan karena bagian belakang gaun tidak pakai resleting, melainkan kancing yang berderet sampai pinggang.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya