Novel Hitam Putih Pernikahan (Bab 16)
Hari ini, jalanan sangat padat butuh waktu lama hingga Kirei sampai ke kantor. Martono membukakan pintu untuk majikannya. Di depan kantor, Kirei melihat Hanny terlihat gelisah. Sahabatnya itu mondar-mandir terus. Ia tahu, masalah yang dihadapi WO-nya kali ini sangat serius.
Wajah Hanny berubah cerah saat ia melihat kedatangan Kirei. “Akhirnya, kamu datang juga, Ki. Aku kira enggak bakalan datang. Soalnya, dari tadi aku hubungi susah.”
“Aku sengaja mematikan ponsel biar bisa berpikir dengan jernih. Bu Aura masih ada?” Kirei masuk ke kantor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Itu masalahnya, Ki. Ibu-ibu rempong itu ngajak ngobrol klien baru kita. Aku takut, dia nyebarin rumor yang enggak baik tentang jasa WO kita.” Hanny mencurahkan segala keresahan dan ketakutannya. Apalagi, sejak Kirei dinyatakan hamil. Banyak masalah yang bermunculan.
Kirei tidak menanggapi ucapan Hanny. Isi kepalanya sudah terlalu riuh dengan segala kemungkinan yang ada. Untuk pergi dan mengurus semua persiapan wedding ke Bali, sepertinya mustahil. Attala tidak akan mengizinkannya pergi. Tanpa ia bicara pun, ia sudah bisa menebak. Selama tiga bulan hidup bersama. Ia sudah mulai mengenal karakter suaminya. Ia membuka pintu ruang kerjanya, lalu meminta Hanny untuk memanggil Klien yang bernama Aura Rahayu. Dalam hati, ia berharap kliennya itu bisa mengerti kondisi dirinya yang sedang hamil.
Hanny pergi. Hanya selang lima menit saja, ia sudah kembali bersama Klien. Tadinya, ia ingin menemani Kirei untuk menangani masalah ini. Namun ternyata, sahabatnya itu memintanya untuk mengurus hal yang lain. Kirei ingin menyelesaikan masalahnya sendiri.
Negosiasi antara Kirei dan Aura tidak menemukan titik temu. Mereka berdua sama-sama keras. Kirei dengan bakti dan ketaatan pada suami dan Aura dengan impian dan keinginannya untuk mewujudkan pernikahan yang spektakuler sesuai dengan isi dalam surat perjanjian. Sampai akhirnya, Aura memberikan waktu 3 hari padanya untuk memutuskan semuanya. Setelah itu, kliennya itu pun pulang dengan wajah emosi.
Kirei menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. Ia melakukan hal itu sampai tiga kali untuk menenangkan pikirannya. Perutnya mulai bereaksi. Mual. Ia mengambil tas dan mencari obat anti mual, lalu meminumnya dengan cepat.
“Ki, bagaimana hasilnya? Dia setuju kalau bukan kamu yang urus?” Hanny masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu. Ketika melihat Aura pulang, ia bergegas pergi ke ruang kerja untuk melihat kondisi Kirei. Ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu. Benar saja. Wajah Kirei pucat. “Kamu, kenapa? Kita pulang aja, Ki.”
“Aku enggak apa-apa, kok, Han. Sebenar lagi juga, baikan. Tolong panggil semua karyawan untuk berkumpul, ya. Semuanya tanpa ada satu pun yang ketinggalan. Ada yang ingin aku sampaikan pada mereka semua.” Kirei menatap Hanny dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Ada apa, Ki? Kok, mendadak ngumpulin karyawan? Apa ada hubungannya dengan Aura?” Hanny penasaran karena tidak biasanya Kirei bersikap seperti ini.
Kirei tak menjawab. Hanya mengangguk. Lidahnya terlalu keluar untuk menjelaskan tentang kondisi saat ini. Ia terpaksa memilih untuk menutup WO dari pada harus menghancurkan impian dan keinginan Papa dan Mama, suami, serta mertuanya yang ingin memiliki anggota baru. Ia merasa bodoh karena menandatangani surat perjanjian tanpa berpikir panjang. Tujuh bulan yang lalu, surat itu dibuat. Ia tidak bisa menentang takdir Tuhan yang mempertemukan dirinya dengan Attala dengan cepat sampai akhirnya menikah.
Hanny pergi untuk melakukan, apa yang tadi Kirei minta. Ia tak banyak tanya lagi karena isi kepala sahabatnya itu sedang berisik. Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.
Butuh waktu lima belas menit, Hanny berhasil mengumpulkan para karyawan. Di sinilah mereka semua berkumpul, aula khusus agar semua karyawan bisa berkumpul semua. Kemudian, ia memberi tahu Kirei.
Kirei berjalan perlahan. Lengannya dipegangi Hanny dengan hati-hati. Kemudian, ia naik ke podium. Matanya berkaca-kaca saat melihat puluhan, bahkan hampir seratus karyawannya. Setiap hari, jasa WO-nya selalu menangani 2-3 acara pernikahan sekaligus di tempat yang berbeda. Makanya, ia merekrut banyak karyawan agar semua bisa ditangani dengan baik. Perjuangannya mendirikan WO dari nol ini, sekarang berada diujung tanduk. Haruskah ia putuskan hari ini?
Dengan tangan bergetar, Kirei memegang microphone. “Selamat siang semuanya! Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa saya mengumpulkan kalian semua di sini.” Kirei berhenti sejenak, lalu menarik napas dan mengeluarkannya secara perlahan. “Sebelumnya, saya minta maaf kepada kalian semua. Karena masalah yang menimpa WO kita kali ini, murni adalah kesalahan dari saya sendiri.”
Kirei menjelaskan duduk permasalahan dan juga isi dari perjanjian yang ia tandatangani bersama Aura Rahayu. Para karyawan terlihat gelisah, bahkan wajah yang semua terlihat ceria seketika berubah menjadi sedih. Apalagi, saat ia mengatakan kalau ada kemungkinan WO dan Bridal Rei’s akan tutup total karena ia tak bisa memenuhi isi surat itu dan harus membayar denda sebesar 3 Miliar.
Halaman : 1 2 Selanjutnya