Hari demi hari dilalui Faik di rumah ibu mertuanya. Semakin hari badannya kian lemas karena kurangnya tidur. Suaminya berharap bahwa ia akan bisa mendapatkan cukup istirahat saat ia menginap di rumah Bu Atikah. Namun, hal sebaliknyalah yang terjadi. Bu Atikah memang membantu Faik mengurus Ihsan, namun, jadwal tidur Ihsan yang masih berantakan membuat Faik tetap tidak bisa mendapatkan waktu tidur yang cukup.
Fadli datang tiga hari kemudian sesuai janjinya pada Faik. Ia masih membawa tas yang dibawanya saat berangkat pergi bertugas ke luar kota. Begitu datang dan bertemu istrinya, Fadli merasa terkejut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Faik terlihat sangat kelelahan sekali. Di bawah matanya terdapat kantong mata yang hitam. Fadli merasa nelangsa sekali. Ia langsung menyuruh Faik agar beristirahat dahulu. Ia juga berjanji akan menjaga Ihsan bila Ihsan terbangun saat Faik masih beristirahat.
“Kamu kok makan sendirian, Nak. Ke mana Faik?” tanya Bu Atikah saat melihat anaknya makan malam sendirian di ruang makan.
“Tidur, Ma. Sebentar lagi, Ihsan biasanya akan bangun dan terjaga sampai pagi,” jawab Fadli. “Mama sudah makan? Kalau belum, ayo sini temani Fadli makan, Ma!”
“Lho, kok tidur lagi. tadi Mama memang sengaja bangunkan dia supaya bisa menemani kamu. Kamu kan baru pulang dari luar kota. Masak iya, istrinya enggak mau menemani suamianya. Pasti kamu juga kangen sama dia, kan?” Bu Atikah beranjak menuju kamar Fadli dan Faik untuk membangunkan lagi menantunya.
“Jangan dibangunkan dulu, Ma. Memang tadi Fadli yang menyuruh Faik istirahat. Fadli kasihan sama Faik yang harus bergadang terus tiap malam menemani Ihsan.” Fadli bergegas berdiri dan menghampiri ibunya.
“Kasihan ya kasihan, tapi, tugas istri kan melayani suaminya. Mama dulu juga begitu, Fadli. Semua ibu yang punya anak juga bakal kurang tidur, bukan cuma istrimu. Jadi, itu bukan suatu alasan buat Faik untuk enggak melayani kamu.” Bu Atikah berusaha melepaskan pegangan tangan anaknya.
“Sudahlah, Ma. Mama aja yang menemani Fadli. Fadli kan sudah lama juga tidak makan berdua sama Mama. Ayolah, Ma.” Fadli berusaha keras untuk merayu ibunya agar membiarkan istrinya tidur.
Bu Atikah akhirnya menyerah pada rayuan anaknya. Mereka berdua kembali ke ruang makan dan mengambil tempat duduk masing-masing.
“Mama sudah makan tadi,” kata Bu Atikah ketika Fadli hendak menyiapkan makan untuk ibunya. “Bagaimana pekerjaanmu sekarang?”
“Seperti biasa, Ma. Oh iya, tadi Fadli sempat beli getuk pisang. Mama mau?” Tanya Fadli.
“Kamu selalu saja ingat Mama. Mama mau dong. Mama dari dulu suka getuk pisang. Tapi, kamu selesaikan dulu saja makannya. Mama juga masih kenyang. Besok kita bisa makan sama-sama,” jawab Bu Atikah sambil tersenyum. Dia merasa senang sekali karena anak semata wayangnya itu masih saja mengingat makanan kesukaannya.
Fadli ikut tersenyum. Fadli lalu melanjutkan makannya sambil mengobrol santai dengan ibunya.
***
Keesokan harinya, Fadli dan Faik pamit pulang bersama anak mereka saat matahari baru beberapa saat menampakkan dirinya. Fadli memang sengaja mengajak keluarga kecilnya kembali pagi-pagi karena ia baru saja mengetahui bahwa selama ini, Faik sama sekali tidak bisa tidur di pagi hari walaupun Faik juga tidak bisa tidur semalaman karena menemani Ihsan.
Fadli mengajak pulang mereka agar istrinya bisa segera beristirahat setelah bergadang semalaman. Di perjalanan pulang itu, Faik benar-benar tertidur pulas. Begitu juga dengan Ihsan.
Sesampainya di rumah, Fadli meminta Faik untuk bangun dan pindah ke kamar mereka. Ia sendiri menggendong Ihsan ke kamar tamu dan menidurkannya di sana. Fadli kemudian mengeluarkan barang-barang bawaan mereka dari mobil sendirian.
Setelah selesai mengeluarkan barang-barang mereka dari mobil, Fadli mengintip ke kamar tamu tempat ia menidurkan Ihsan. Ia memandangi anaknya yang sedang tertidur pulas itu. Ia merasa sangat rindu sekali kepadanya.
Karena tak bisa menahan kerinduan pada anaknya, Fadli akhirnya menciumi Ihsan yang masih tertidur dengan gemas. Ihsan yang tidak suka tidurnya terganggu, akhirnya menangis keras. Fadli berusaha menenangkannya. Ia mengangkat Ihsan dan menggendongnya sambil berjalan-jalan di taman kecil rumah mereka.
Namun, tangisan Ihsan tak kunjung berhenti. Tangisannya justru bertambah keras. Faik yang sedang tertidur, mau tak mau akhirnya terbangun karena tangisan tersebut. Ia masih merasa begitu lelah. Tidak biasanya Ihsan sudah terbangun lagi.
“Sayang, ihsan kenapa?” tanya Faik sambil berjalan cepat menuruni tangga.
Fadli meringis kecil. Ia merasa bersalah sudah membuat Ihsan terbangun. “Maaf, Sayang. Aku tadi kangen banget sama Ihsan.”
“Oh, ayolah, Sayang. Tiga hari ini aku hanya tidur selama 3 jam di siang hari. Semalaman suntuk aku harus menjaga Ihsan. Pagi harinya, Mama selalu melarangku tidur. Beliau berkata bahwa tidur di pagi hari akan membuat mukaku cepat tua dan lain-lain. Kamu sendiri berkata bahwa sebaiknya kita kembali pagi hari supaya aku bisa tidur. Sekarang, kalau Ihsan menangis begini, bagaimana caraku untuk tidur?” Faik begitu lelah sekali. Ia hanya ingin tidur dengan tenang.
Halaman : 1 2 Selanjutnya