Fadli tak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa melihat istrinya yang begitu lahap memakan masakan buatannya. Ia sendiri juga masih sedikit tidak percaya bisa menghasilkan ramen seenak ini.
Setelah selesai makan dan meminum habis kuah ramen dalam mangkoknya, Faik langsung menawarkan diri untuk mencuci. Ia juga sebenarnya merasa sedikit bersalah karena tadi sudah memarahi Fadli. Namun, begitu melihat wastafel dan meja di dekatnya yang penuh berisi peralatan bekas memasak Fadli, ia tersenyum kecut. “Ini semua kotor karena habis dipakai memasak tadi, Sayang?”
Fadli yang sedang menggendong Ihsan dan akan mengajaknya bermain di ruang tamu, menoleh dan ikut tersenyum. Senyumnya jelas bukan senyum bahagia, melainkan senyum karena merasa bersalah. “Eh, iya, Sayang.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
~Bersambung~
Halaman : 1 2