“Panci-panci, wajan penggoreng, mangkok-mangkok, dan berbagai peralatan ini semua dipakai untuk menghasilkan dua mangkok ramen tadi, Sayang?” tanya Faik tidak percaya.
“Eh, iya, Sayang. Aku memang hanya menyiapkan ramen untuk dua porsi. Tapi, kaldunya masih ada di panci yang ada di kompor itu. Kita bisa pakai untuk memasak lagi nanti malam,” jawab Fadli. Ia bingung harus menjawab apa. Ia hanya mengikuti tutorial memasak yang ia dapatkan dari internet. Namun, ia juga tidak memungkiri bahwa peralatan yang ia gunakan memang banyak. “Mmm.. Aku aja yang beresin, Sayang. Kamu bisa istirahat lagi. Aku akan beresin nanti setelah mengurus Ihsan.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Faik menghela napas panjang. “Enggak usah, Sayang. Aku tadi kan sudah bilang akan mencucinya. Kamu main sama Ihsan aja.” Masakan Fadli memang lezat sekali. Namun, Faik berpikir bahwa Fadli menggunakan peralatan yang berlebihan.
‘Ya sudahlah. Sudah terjadi juga,’ ucap Faik dalam hati sembari mulai mencuci erbagai macam peralatan bekas makan dan memasak yang telah digunakan.
Selesai mencuci piring, Faik pergi ke ruang tamu. Ia mengira Fadli dan Ihsan sedang asyik bermain. Nyatanya, Fadli sedang sibuk mengetik sesuatu di telepon genggam sambil memangku Ihsan yang asyik menggigiti mainannya.
Tiba-tiba mainan yang sedang dipegang Ihsan terlepas dari genggamannya. Ia mencondongkan badannya ke depan ingin mengambilnya sampai akhirnya badannya ikut terguling ke depan. Faik begitu kaget dan langsung berlari ke arah Ihsan sambil berteriak, namun terlambat. Badan Ihsan terguling ke depan dan jatuh dari sofa.
Sontak Ihsan langsung menangis keras sekali begitu kepalanya membentur lantai. Fadli langsung mengangkat Ihsan dari lantai.
Faik yang sudah sampai langsung di Lokasi kejadian langsung mengambil Ihsan dari gendongan suaminya. Ia merasa tidak percaya dan kecewa sekali dengan dengan yang terjadi. Kenapa suaminya begitu lalai menjaga anaknya sendiri sampai membuatnya jatuh?
Faik memeriksa keadaan Ihsan. Di kepalanya muncul bejolan yang cukup besar. Faik begitu sedih melihatnya. Ia langsung membawa Ihsan kembali ke dapur dan mengambil kain lap bersih dari lemari. Ia kemudian mengambil beberapa balok es dari lemari es, membungkusnya, dan mengompreskannya pada memar Ihsan.
Ihsan terlihat sangat tidak nyaman dan terus menangis saat itu. Faik akhirnya mengambil kain selendang untuk memudahkannya menggendong anaknya sambil mengompresnya. Dengan cekatan ia memutarkan kain itu sehingga membungkus tubuh Ihsan dan menyimpulkannya di dekat pundaknya sehingga Ihsan bisa aman di gendongannya tanpa Faik perlu memeganginya dengan dua tangan.
Sementara itu, Fadli menghampiri istrinya dan ingin membantunya. Namun, Faik menolak semua bantuannya. Ia masih begitu marah dengan suaminya itu. Karena suaminya masih bersikukuh untuk membantunya, ia akhirnya naik ke lantai dua dan masuk ke kamar serta menguncinya.
Ihsan akhirnya berhenti menangis dan tertidur. Bengkaknya sudah tidak sebesar tadi walaupun masih terlihat.
Faik memandang lekat-lakat anak di gendongannya. Hatinya terasa hancur melihat buah hatinya terluka. Tak terasa sebutir demi sebutir air mata lolos meluncur dari matanya.
Terdengar pelan suara ketukan di pintu kamar. Faik menghapus sisa air matanya. Ia tahu benar siapa yang mengetuk pintu itu. Namun, ia masih enggan bertemu dengannya. Faik akhirnya membaringkan Ihsan di kasur dan ia sendiri ikut berbaring di sebelahnya.
Sementara itu, Fadli akhirnya menyadari bahwa istrinya mungkin masih kecewa dan tidak ingin bertemu dengannya. Ia pun turun lagi dan kembali duduk ke sofa. Ia benar-benar bingung harus melakukan apa sekarang.
Ia sama sekali tidak menyangka akan terjadi hal itu. Ia tadi merasa hanya sebentar saja memegang telepon genggamnya. Ia pun melakukan itu karena ada notifikasi email masuk. Ketika ia membuka pratinjaunya, ternyata itu adalah email dari atasannya yang menanyakan laporan hasil tugas luar kotanya.
Karena ini masih hari libur, Fadli pun membalas email tersebut untuk memberitahukan bahwa ia akan mengirimkan laporannya besok senin. Namun naasnya, ketika ia menekan tombol kirim, ia mendengar istrinya berteriak dan anaknya sudah meluncur turun dari pangkuannya.
Ia juga sudah mencoba untuk menyelamatkan Ihsan. Namun, gaya gravitasi bekerja lebih cepat sehingga Ihsan jatuh dan membentur lantai. Lantai ruang tamu mereka memang dilapisi karpet. Namun, karpet itu tipis sekali sehingga benturan itu tetap menimbulkan benjolan di kepala Ihsan.
~Bersambung~