Faik berusaha tidak terlalu mempersoalkan makanan instan bayi yang sudah terlanjur dibeli oleh suaminya walaupun ia sebenernya merasa tersinggung sekali. Ia hanya meminta Fadli untuk tidak perlu membelinya lagi saat mereka bersiap-siap untuk menghadiri undangan pernikahan teman kuliah suaminya itu.
“Maafkan aku, Sayang. Aku hanya berpikir untuk meringankan beban pekerjaanmu. Pasti lumayan repot kalau kamu juga harus memasak dan membuatkan Ihsan makanan di saat kamu juga harus mengurusnya. Aku benar-benar tidak ingin membuatmu terlalu lelah,” kata Fadli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Faik tersenyum mendengar penjelasan suaminya. Ia tidak menyangka suaminya ternyata berpikir seperti itu dan menyesal sudah berprasangka buruk padanya. Ia pun meminta maaf pada Fadli dan suaminya itu hanya menanggapinya dengan pelukan dan ciuman.
Sebenarnya, Fadli benar-benar melupakan undangan pernikahan teman lamanya itu pada saat ibunya menelponnya untuk mengatakan bahwa beliau akan menginap di rumahnya. Begitu Fadli ingat, ia langsung menelpon lagi ibunya dan memberitahukannya. Namun, ibunya tetap bersikukuh untuk menginap di rumahnya akhir minggu ini.
Fadli dipilihkan kemeja batik motif grompol dengan warna latar cokelat gelap berlengan panjang oleh Faik. Dulu, Fadli tidak tahu menahu sama sekali tentang motif-motif batik sehingga ia hanya mengambil kemeja batik secara acak menurut seleranya sendiri saat menghadiri berbagai macam acara.
Faik yang mengajarinya tentang motif-motif batik dan maknanya. Walaupun begitu, Fadli masih seringkali salah dalam memilih motif. Akhirnya, ia hanya pasrah dan meminta tolong istrinya untuk memilihkan bajunya saat ia harus menghadiri acara-acara penting seperti sekarang ini.
Faik sendiri memilih tunik selutut berwarna coklat muda yang terbuat dari kain satin pada bagian dalam dan kain brokat yang menurutnya tergolong sederhana. Alasan ia memilih tunik itu adalah agar ia bisa menonjolkan kain batik yang ia lilitkan sebagai rok dan selendang batik yang ia gunakan. Kali ini, ia menggunakan motif batik yang sama dengan suaminya. Tak lupa juga ia mengenakan jilbab sutra polos yang sewarna dengan tuniknya.
Faik sudah terbiasa untuk memilih pakaian yang benar-benar cocok dengan acara yang harus ia hadiri dengan pakaian itu sejak dulu. Ibunyalah yang mengajarkannya keterampilan ini.
Keluarga Faik memang keluarga yang cukup terpandang. Oleh karena itu, ibunya benar-benar serius saat mengajarkan berbagai macam keterampilan berbusana dan tata krama pada Faik. Ia hanya menurut saja waktu itu karena ia malas berdebat dengan ibunya. Nyatanya, keahlian ini benar-benar berguna untuknya.
Suaminya yang dulu adalah seorang yang bisa dibilang sangat sederhana bila dibandingkan dengan keluarganya, kini juga menduduki posisi yang lumayan di kantornya. Ia bisa mengajarkan berbagai macam keahlian ini pada Fadli yang sekarang ini membutuhkannya. Ia bahkan hampir tidak perlu berpikir saat menjalankan dan mengajarkan pada Fadli semua ini.
Kebiasaan Faik selanjutnya adalah berbelanja barang yang memiliki kualitas bagus. Ia tidak pernah hanya membeli barang berdasarkan merk dan apa yang sedang trend saat itu. Ia selalu memastikan barang yang ia beli benar-benar memiliki kualitas tinggi.
Sekali belanja, Faik memang akan menghabiskan banyak sekali barang. Namun, barang yang ia beli akan bertahan lama. Ini membuat ia jarang berbelanja, terutama untuk pakaian. Baju yang ia kenakan ini saja sudah ia beli dari sepuluh tahun yang lalu. Kain dan selendang batik yang ia kenakan bahkan merupakan warisan dari neneknya.
Kebiasaan Faik yang jarang membeli baju baru memang didukung dengan konsistensi bentuk badannya. Dari dulu sampai sekarang, bentuk badang Faik tidak banyak berubah, bahkan setelah melahirkan Ihsan, Faik tidak membutuhkan waktu lama untuk kembali seperti ketika ia belum hamil.
Faik memeriksa sekali lagi penampilannya di cermin. Ia memastikan jilbabnya sudah rapi dan celana legging di balik rok lilitnya tidak terlihat. Setelah yakin dengan penampilannya, ia ganti memeriksa Fadli. Faik mengacungkan dua jempolnya saat ia puas Setelah mereka berdua siap, mereka berdua pun pamit pada Bu Atikah dan berangkat. Faik memutuskan untuk membawa stroller lipat untuk Ihsan saja supaya ia tidak capek digendong. Selain itu, Ihsan juga bisa tidur jika ia sudah kelelahan.
Gedung tempat dilangsungkannya pernikahan itu memang tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Oleh karena itu, tidak butuh waktu lama bagi Faik dan Fadli tiba di sana.
Dugaan Faik benar-benar terjadi. Ihsan sudah tertidur saat mereka sudah sampai di sana. Ihsan bahkan tidak bangun saat dipindahkan ke stroller dan didorong oleh ayahnya setelah ayahnya memarkirkan mobilnya di tempat parker tidak jauh dari pintu masuk gedung itu.
Begitu masuk ke dalam gedung, mereka dihadapkan pada dua dekorasi pernikahan yang berbeda pada kanan dan kirinya. Gedung ini memang memiliki beberapa aula yang bisa disewa untuk berbagai macam acara, termasuk pernikahan.
Fadli melihat lagi pada undangan yang ia bawa untuk memastikan di aula mana pernikahan temannya berada. Ia tersenyum karena ternyata temannya memilih ruang aula di lantai satu ini di sebelah kanannya. Ia mendekati salah satu meja penerima tamu di depan pintu masuk aula tersebut.
Halaman : 1 2 Selanjutnya