“Baik, Ma.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Yang kedua, senangkan suamimu dengan selalu menyenangkan perutnya. Artinya, hidangkan selalu makanan yang enak untuk suamimu. Upgrade selalu skill memasakmu agar kamu pandai menghidangkan masakan terbaik untuk suami dan keluargamu. Seorang istri yang panadai memasak ia akan bisa menyesuaikan dengan kondisi keuangan dalam rumah tangganya. Ketika kondisi finansial sedang tidak baik akan bisa mengurangi pengeluaran karena memasak makanan sendiri tanpa harus beli di restoran. Apalagi masakan yang dimasak istri dengan penuh cinta akan menambah ikatan cinta kalian semakin kuat.” Mama terdiam.
“Betul juga, ya, Ma. Pantas aja Papa nggak terlalu suka makan di luar karena Mama selalu menghidangkan makanan terbaik buat Papa,” ucapku. Mama menatapku dan tersenyum. “Tapi, Ma, aku kan nggak sejago Mama. Bagaimana aku bisa menyajikan masakan yang enak untuk Irfan?” keluhku.
“Haura anak Mama yang cantik, memasak itu pekerjaan yang sangat mudah untuk dipelajari. Kamu, kan, bisa belajar, Nak. Apalagi zaman sekarang, akses untuk belajar itu sangat mudah. Tinggal browsing aja mudah. YouTube ada, buku resep banyak, noh di toko buku.” Mama mematikan kompor. Aku membantu mama mengupas mangga lalu memotongnya menjadi bagian kecil-kecil agar mudah untuk dimakan.
“Yang ketiga, penuhi kebutuhan biologisnya. Puaskan lelakimu dalam urusan ranjang. Jangan pernah sekalipun kamu menolak saat dia menginginkanmu, kecuali dengan alasan yang dilarang oleh agama dan norma. Perlu kamu ketahui, Nak, seorang laki-laki dewasa yang normal butuh untuk mengeluarkan spermanya secara rutin paling sedikit dua minggu sekali. Jangan sampai kamu abaikan hal ini, ya, Nak, agar suamimu tak mudah berpaling pada wanita lain di luar sana. Begitu, ya, Nak, pesan dari Mama,” ucap mama lembut tapi ada sedikit tekanan. Mama mengusap lembut kedua bahuku.
Aku masih mencerna nasihat-nasihat dari mama. Aku terdiam. Pandanganku menerawang jauh ke luar jendela dapur yang menghadap taman di belakang rumah. Isi kepalaku masih dipenuhi nasihat yang baru saja ia sampaikan. Pikiranku menerawang jauh. Aku bermonolog, “Tuhan mampukan aku menjadi satu-satunya istri yang bisa menenangkan hati suamiku.”
Sementara itu di ruang tamu papa dan Irfan masih asik bermain catur. Sesekali mereka mengobrol dan tertawa bersama. Selesai membereskan dapur, mama memintaku untuk memanggil papa dan Irfan karena makan malam telah siap. Malam itu kami tutup dengan makan malam bersama.
“Pa, Ma, Irfan dan Haura masuk ke kamar duluan, ya, sudah malam. Papa dan Mama juga pasti capek karena seharian ini menerima tamu,” pamit Irfan pada mertuanya. Lalu, Irfan menyusulku masuk ke kamar.
Momen bulan madu kami harus tertunda tiga hari kemudian karena ada urusan pekerjaan yang tak bisa Irfan tinggalkan. Sedikit mengecewakan, sih. Tapi, tidak masalah bagiku. Mama pernah bilang bahwa berumah tangga itu memang lebih sering untuk bisa saling legowo menerima keadaan.
Setelah menikah aku masih tinggal di rumah Mama. Rumah yang Irfan bangun untuk tempat tinggal kami, masih dalam proses pembangunan. Rencananya setelah pulang dari bulan madu kami baru pindah ke rumah baru.
Aku tak henti mengucapkan rasa syukur pada Allah. Dia Yang Maha baik. Selalu memberikan yang terbaik untukku sesuai apa yang aku butuhkan. Allah mengabulkan doa dan pengharapanku. Menikah di usia 25 tahun adalah dambaanku, dan Allah mengabulkan harapanku.
Meskipun beberapa temanku telah menikah di usia lebih muda dariku. Aku tetap ikut bahagia karena itu artinya memang jodoh mereka datang lebih cepat dariku. Sebab aku paham rizki, jodoh, hidup, dan mati seseorang itu Allah yang mementukan. Allahlah memiliki hak mutlak untuk memberikan atau menahan rizki, jodoh, keturunan, dan kematian kepada siapa saja hambaNya yang Dia kehendaki.
Kini aku telah menjadi seorang istri. Kini aku telah memiliki seorang imam yang tidak hanya memimpinku salat saja. Ia juga yang akan memimpin dan membimbing setiap ibadah yang kulakukan. Ia juga yang akan mendidikku dan anak-anakku nanti.
Aku harus mulai berbenah diri mempersiapkan bila masa-masa itu telah tiba. Menjadi orang tua tidaklah mudah. Anak yang lahir dan dididik oleh orang tua yang bahagia dan cerdas akan menjadi generasi yang diharapkan bisa menjadi generasi terbaik.
Hari ini Irfan mulai mengambil cuti. Kami akan pergi honey moon di Bali selama beberapa hari. Segala keperluan sudah ia persiapkan sebelum menikah. Mulai dari tiket pesawat, resort tempat kami menginap, dan lainnya. Lagi-lagi ini merupakan salah satu bentuk rizki dari Allah yang harus disyukuri. Aku sangat bersyukur mendapatkan suami seperti Irfan
Kami tiba di bandara tepat pukul 9 pagi Setelah menunggu kurang lebih dua jam kami terbang ke Bali dan sampai di Bali pukul 2 siang.
Kami tiba di resort tempat kami menginap. Kami memilih resort yang bisa menikmati keindahan gunung dan pantai sekaligus. Karena aku sangat menyukai pantai dan Irfan suka dengan gunung dan pegunungan.
Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8 Selanjutnya