Aku memilih untuk beristirahat sebentar sebelum mulai menikmati keindahan alam Bali. Kami menikmati fasilitas yang diberikan dari resort untuk merelaksasi tubuh yang lelah dan syaraf-syaraf yang tegang di spa yang tersedia di resort itu. Malam pertama honey moon di Bali kami habiskan untuk beristirahat di kamar. Kami kelelahan setelah seharian melakukan perjalanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Malam berikutnya, kami menikmati privat dinner. Sepulang dari menikmati sunset di tepi pantai yang sangat indah, Irfan mengajakku ke sebuah resto yang cukup mewah untuk romantic dinner. Menikmati makan malam romantis bersama orang yang dicintai adalah satu nikmat kebahagiaan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Meja makan berhiaskan buket bunga mawar, lilin yang tertata rapi di meja, dan suara deburan ombak menambah suasana romantis malam itu.
“Sayang, terima kasih untuk semua ini. Aku rasa aku menjadi perempuan paling bahagia di dunia ini,” ucapku
Irfan tersenyum. Ia menyentuh dan menggamit tanganku, lalu mencium punggung tanganku dengan mesra.
“Iya, Sayang. Aku juga. Terima kasih karena kamu sudah bersedia menjadi istriku. Aku tak bisa berjanji untuk tidak akan mengecewakanmu. Karena aku hanya laki-laki biasa. Tapi, aku berjanji akan selalu berusaha mengupayakan kebahagiaan untukmu, istriku.”
Kami menikmati makan malam romantis yang ditemani denting piano yang dimainkan oleh seorang pianis. Selesai makan malam kami kembali ke kamar hotel dan resort. Pintu lift telah terbuka. Irfan memberikan isyarat padaku agar aku keluar terlebih dulu. Lalu, ia mengulurkan tangannya membentuk sudut agar aku melingkarkan tanganku pada lengannya. Kami berjalan bergandengan menyusuri koridor menuju kamar kami. Setelah sampai di depan pintu kamar, Irfan mengambil sebuah cardlock dari saku jasnya dan menempelkannya pada kontak sensor yang ada di pintu. Setelah terdengar bunyi Bip, pintu terbuka. Aku masuk lebih dulu.
Malam ini, malam yang ditunggu-tunggu bagi pengantin baru seperti kami. Jantungku berdebar kencang. Darahku berdesir. Keringat dingin mulai membasahi telapak tanganku. Aku merasa gugup, sebab mulai malam ini saat-saat bagiku dan Irfan untuk menjalankan ibadah yang pahalanya begitu besar apabila dilakukan oleh pasangan suami istri.
“Kita salat sunnah berjamaah dulu, ya,”
“Iya, Sayang.”
Irfan bersiap diri dan berdiri di depanku dengan sajadah yang sudah kusiapkan sebelumnya. Selesai melaksanakan salat sunnah aku mencium tangan suamiku. Kami memanjatkan doa terbaik kepada Allah.
Selesai melaksanakan salat, aku mempersiapkan diri berganti pakaian di kamar mandi. Setelah aku keluar suamiku sudah menunggu, ia duduk di tepi ranjang. Aku terkejut, langkahku terhenti. Raca canggung dan malu tiba-tiba saja menyergapku karena ternyata Irfan telah menatap lekat sejak tadi. Aku hanya berdiri di depan pintu kamar mandi.
“Masyaallah, Sayang …, cantik banget istriku ini. Terima kasih Ya Allah, Engkau kirimkan aku jodoh yang secantik istriku. Bidadari di surga saja pasti minder lihat kecantikan istriku ini,” pujinya. Membuatku seperti tiba-tiba melesat terbang tinggi di atas awan.
“Ya Tuhan, inikah rasanya dirayakan sama orang yang tulus mencintaiku,” batinku.
Irfan turun dari ranjang. Ia berjalan mendekatiku yang sedari tadi masih berdiri mematung.
“Ada apa, Sayang? Oh … aku paham. Sini peluk dulu,” ucapnya sangat lembut.
Irfan berdiri tepat di dekatku, ia melngkah semakin merapat ke tubuhku. Ia memeluk tubuhku. Ia seolah paham benar keresahanku. Aku khawatir dan takut akan rasa sakit akibat selaput daraku mulai robek saat pertama kali melakukan hubungan suami istri. Aku bisa melawan rasa malu dan memberanikan diri hanya memakai lingeri di depan laki-laki yang kini menjadi suamiku. Aku bisa melewati itu.
“Aku tahu, kamu takut, ya?Nggak apa-apa, nggak akan terjadi apa-apa, Sayang. Percayalah sama aku. Tak perlu takut. Rasa sakit yang kamu rasakan nggak akan lama, kok. Cuma sementara. Aku janji, malam ini kita lakukan pelan-pelan saja, ya,” bujuknya. Irfan masih memeluk dan sesekali mengusap lembut rambutku panjangku. Irfan kemudian mengajakku untuk merebahkan tubuh di ranjang yang berukuran king size ini. Dengan kesabarannya membimbingku, akhirnya aku bisa melewati malam pertamaku dengan tenang tanpa rasa khawatir lagi.
Ada nyaman yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata yang lebih tepat saat aku terbenam dalam pelukannya. Gemuruh di hatiku perlahan mereda.
Sikap Irfan menjadi penenang untuk aku yang salah satu tipe bahasa cintaku adalah physical touch ini.
Alarm dari ponselku berdering. Sayup sayup dari kejauhan terdengar alunan Azan Subuh dari pengeras suara masjid yang entah di mana. Aku terbangun. Rasa lelah yang teramat sangat membuatku sedikit malas untuk membuka mata. Ada rasa aneh menyergap tubuh bagian bawahku. Aku membuka mata perlahan. Batinku berkata “ini bukan kamarku. Di mana aku?” Aku menoleh ke samping. Aku baru tersadar, ini hidupku yang baru. Aku tersenyum. Aku menggoyang-goyang tubuh laki-laki di sampingku dengan tanganku yang masih terlelap. Ia pasti merasa lelah sama sepertiku.
Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8 Selanjutnya