“Oh iya? Ada apa Tante Martha ke rumah ibu?”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
” Nggak tahu. Terus, aku ngobrol sebentar sama Tanta Martha.”
“Bahas apa aja sama Tante Martha?”
“Banyak, sih. Oh iya, kita tadi bahas tentang anak juga, tentang pengalaman bagaimana Tante Marta berjuang mendapatkan garis dua. Ya, intinya kita harus lebih semangat buat mengusahakan apa yang menjadi tujuan kita!” seruku.
Selesai makan malam obrolan kami berlanjut hingga menjelang tidur.
“Oh iya, tadi siang kamu jadi meet-up sama Mila? Seru dong, pasti?”
“Iya, jadi. Ya, begitulah. Apalagi kita udah lama nggak ketemu. Eh iya, Sayang, Mila juga kasih aku rekomendasi tempat dan dokter saat sepupunya menjalani promil, lho. Bagaimana kalau kita mencoba ikhtiar lagi dengan konsultasi ke dokter itu buat promil?”
“Boleh.”
Akhirnya aku bisa mengungkapkan keresahan hatiku selama ini. Bukan aku tak bersyukur dengan apa yang telah kumiliki selama ini. Aku sangat bersyukur dengan kehidupanku. Rumah, mobil, karier bagus, dan memiliki suami yang good looking, berperangai baik, bertanggung jawab, penyayang, lembut, dan meratukan diriku ini.
Namun, aku merasa ada yang kurang dalam hidupku. Kebahagiaanku terasa ada yang kurang. Aku mulai merindukan hadirnya buah hati. Ditambah banyak dari teman-temanku yang mereka dengan mudah mendapatkan garis dua hanya setelah beberapa bulan menikah.
Bayangan untuk hidup bahagia bersama keluarga suami dan anak setelah menikah begitu besar sehingga aku lupa bahwa sebesar dan sebaik apa pun, tetaplah takdir dan rencana Tuhan itu yang paling indah dan terbaik untuk hambaNya. Sampai pada akhirnya, aku sadar sesadar-sadarnya bahwa apa yang Allah takdirkan dalam hidupku itulah yang paling baik di anatara yang terbaik untuk kehidupanku. Aku percaya ujian yang Tuhan berikan kepadaku sebagai tanda bahwa ini salah satu wujud bahwa Tuhan memilih kita menjadi manusia yang kuat. Tuhan tahu yang terbaik untuk hambaNa. Setiap ujian pasti ada jalan keluarnya.
Namun, kami tidak akan patah semangat untuk terus mengupayakan yang terbaik. Kami berdua sepakat untuk menjalani serangkaian promil. Dokter menyarankanku menjalani pola hidup sehat, olah raga teratur, dan menghindari stres. Tidak ada yang instan di dunia ini. Semua membutuhkan proses.
Allah mengujiku dengan adanya masalah di rahimku. Dari hasil peneriksaan dokter aku terdeteksi mengalami gangguan polycystic Ovarium Syndrome (PCOS). PCOS yaitu salah satu gangguan hormon yang terjadi pada wanita di usia subur. Orang yang mengalami PCOS biasanya mengalami gangguan mestruasi. Sel telur dalam dalam ovarium tidak bisa berkembang secara normal.
Pada penderita PCOS seperti yang kualami, ovariumku menghasilkan hormon andorgen yang berlebih. Androgen adalah hormon sex laki-laki yang juga ada pada tubuh perempuan tetapi tetapi jumlahnya lebih kecil. Kelebihan hormon ini bisa mengakibatkan indung telur memproduksi banyak kantong-kantong berisi cairan, sehingga sel telur di dalam tubuh tidak bisa berkembang dengan sempurna dan gagal dilepaskan secara teratur setiap bulan.
Setelah melewati rangkaian promil, satu tahun kemudian aku dinyatakan hamil. Hal yang ditunggu dan sangat diharapkan oleh aku dan Irfan. Suatu pagi saat bangun tidur, kepalaku pusing dan perut terasa mual. Aku teringat aku terlambat menstruasi dua minggu di bulan itu. Segera kuambil alat test pack yang sejak menikah menjadi barang yang tak pernah absen saat berbelanja kebutuhan bulanan. Setelah menunggu beberapa menit muncul dua garis merah samar pada test pack. Satu garis paling atas sangat tipis garisnya. Aku masih ragu, apakah ini artinya sudah positif atau tidak. Oleh karena itu, aku belum menceritakan hal ini pada Irfan.
Dua hari kemudian aku masih merasakan mual dan pusing setiap pagi saat bangun tidur. Irfan yang basicnya suami siaga, panik seketika.
“Sayang, kamu kenapa? Aku perhatikan sudah dua hari ini mintah-muntah terus?” cecarnya. Setelah aku selesai muntah-muntah dan mengecek test pack yang hasilnya dua garis merah lebih jelas dari kemarin lusa, aku keluar kamar mandi. Irfan yang panik melihat ekspresi mukaku lebih berseri kini merasa heran. Ia menautkan alisnya, lalu menyodorkan segelas air putih hangat. ” ini minum dulu, biar enakan perutnya.” Aku menerima gelas yang diberikannya.
Setelah selesai minum segelas air putih hangat, aku berjalan menuju tempat ranjang tempat tidur dan duduk di salah satu sisinya. Irfan mengekor di belakangku.
“Sayang, aku mau nunjukin sesuatu ke kamu,” ucapku. Aku tak bisa menyembunyikan rasa bahagia ini.
Aku pun menunjukkan dan memberikan tiga test pack dengan dua garis merah yang terpampang jelas.
Irfan membelalak terkejut. Matanya lalu berkaca-kaca. Ia menutup mukanya dengan satu telapak tangannya. Kepalanya menengadah.”Sayang, ini seriuskah?” Ia mengangkat alisnya tanda meminta kepastian jawaban dariku.
“Ehemm.” Aku mengangguk dan tersenyum. Irfan melonjak girang.
“Alhamdulillah, ya Allah. Sini Sayang, aku ingin peluk kamu,” Ia menarik tanganku lalu merangkul dan memelukku erat. “Kita ke dokter, ya, untuk memastikan usia kehamilan dan apa yang harus kita lakukan untuk merawat calon anak kita ini,” bisiknya. Aku menganggukkan kepala setuju. Ia mecium keningku bertubi-tubi.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya