“Selamat, ya, Bapak dan Ibu, kalian akan menjadi Ayah dan Ibu. Kehamilannya sehat. Saya akan memberikan vitamin dan penguat kandungan. Ibu jaga kesehatan, ya. Jangan terlalu capek dan melakukan aktivitas yang berat, mengingat usia kandungan ibu masih muda.” Dokter memberiku nasihat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak ia mengetahui aku tengah hamil buah cinta kami, Irfan semakin protektif padaku. Namun, menurutku dia tidak posesif, sebab dia masih mengizinkanku bekerja. Saat kutanya alasan mengapa dia tidak memintaku berhenti bekerja. Ia hanya berkata, “aku tahu kamu perempuan cerdas. Istriku ini calon ibu yang luar biasa. Ia pasti tahu dan bisa menjalankan perannya dengan bahagia. Sebab itulah aku sangat mencintaimu, Haura. Kamu mengerti maksudku, kan, Sayang?”
“Iya, Sayang. Terima kasih. Aku juga sangat mencintaimu.”
Sebenar aku sudah merencanakan untuk berhenti menjadi dosen. Aku akan menghabiskan kontrak kerjaku hanya sampai akhir semester ini. Mengingat usia kandunganku semakin membesar. Aku harus bisa menjaga kesehatan diri dan bayi dalam kandunganku.
Dua bulan kemudian aku memutuskan resign dari pekerjaanku. Hari-hari kunikmati untuk merawat bayi yang semakin aktif dalam perutku. Aku sangat menikmati proses ini. Aku sangat bersyukur, akhirnya Tuhan mendengar doaku.
Irfan pun demikian. Rasa cinta dan perhatiannya kepada aku dan bayi dalam kandunganku semakin besar. Dia selalu menyempatkan waktu untuk sekadar mengelus perutku dan berbicara dengan bayi dalam kandunganku. Aku tak diizinkan melakukan pekerjaan yang berat. Untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, kini ia membayar jasa asisten rumah tangga.
Sejak aku hamil, aku tidak hanya mendapat perhatian lebih dari Irfan. Ibu, Bapak, Mama dan Papa juga sangat antusias dengan kehamilanku. Mereka tiap hari bergantian menelepon hanya untuk menanyakan kabarku dan kabar bayi dalam kandunganku, calon cucu mereka. Meskipun anakku bukan cucu pertama mereka, mereka sangat antusias.
Tuhan menciptakan manusia beserta empat hal pengiringnya. Rizki, jodoh, umur, dan takdirnya. Begitu pun dengan anakku. Saat ia berusia empat bulan dalam rahimku, karier Irfan kian cemerlang. Ia berhasil menyelesaikan berbagai proyek perusahaan yang ditugaskan kepadanya. Hal ini semakin meunjang kenaikan jabatan yang ia emban di kantornya.
Setelah usia kandunganku memasuki bulan keempat, aku memutuskan untuk mulai mengurangi kegiatanku di luar rumah. Aku tidak lagi mengikuti seminar-seminar offline. Aku masih memilih tetap menulis. Karena menurutku, menulis bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun. Sebenarnya, ini pilihan berat bagiku mengingat menjadi seorang dosen adalah cita-cita yang aku inginkan sejak kecil. Demi sang buah hati, aku rela mengorbankan karierku. Karena aku ingin membersamai anak tumbuh dan berkembang.
Setelah berhenti bekerja kegiataanku full di rumah. Meski aku memakai jasa asisten rumah tangga, ada beberapa pekerjaan yang aku kerjakan sendiri, memasak untuk Irfan, karena Irfan sendirilah yang memintaku. Aku menikmati hari-hariku menunggu kelahiran buah hati tercinta.
Beruntungnya saat anak pertamaku lahir, Irfan sedang berada di rumah. Malam itu aku sulit untuk memejamkan mata. Ada rasa gelisah yang aku sendiri tidak tahu penyebabnya. Ditambah rasa sakit karena kram di pinggang membuatku semakin gelisah. Irfan yang iba melihatku gelisah sepanjang malam akhirnya membawaku ke rumah sakit.
“Mbak Parti, tolong siapkan keperluan ibu buat ke rumah sakit, ya, cepat ya, Mbak! Mbak Parti ikut kami ke rumah sakit,” perintah Irfan kepada asisten kami.
“Baik, Pak!” Dengan cekatan Mbak Parti memasukkan beberapa helai pakaianku dan beberapa baarang yang aku perlukan.
“Terima kasih ya, Mbak.”
Irfan mengambil kunci mobil di nakas samping tempat tidur, lalu merangkul dan memapahku menuju mobil. Di tengah perjalanan menuju rumah sakit Irfan lalu mengabari ibu dan Mama.
Kami sampai di rumah sakit. Dua orang perawat sigap mendorong ranjang troli pasien. Aku di bawa ke ruang IGD untuk melewati beberapa tindakan pemeriksaan sebelum kemudian dipindahkan ke ruang bersalin.
Satu jam kemudian bayiku lahir. Semua keluarga bahagia atas kelahiran anak pertamaku. Terlebih Mama dan Ibu mertuaku. Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, dokter mengizinkan aku dan bayiku pulang kerumah.
Aku sangat bahagia dengan hadirnya buah cintaku dan Irfan. Hari-hari kami dipenuhi canda tawa. Terlebih Irfan. Dia semakin mesra padaku. Kami kini memiliki dunia baru bersama putri tercinta yang kami beri nama Kheyra Lavanya Indira, yang berarti seorang perempuan yang mempesona karena kebaikannya. Harapan kami sebagai orang tua semoga kelak ia menjadi orang yang bisa dibanggakan karena kebaikan hati dan akhlaknya. Kehadiran Kheyra adalah anugerah terindah bagi kami berdua.
Aku menikmati prosesku menjadi seorang ibu. Banyak hal telah berubah dariku. Aku hanya ingin fokus membersamai tumbuh kembang anakku. Karena kesibukanku mengurus keluarga, aku mulai meninggalkan dunia menulis yang telah kutekuni bertahun-tahun. Aku sudah jarang menyentuh laptopku. Aku tak ingin sedikitpun melewatkan perkembangan anakku. Aku tetap merasa bahagia. Ada suatu kebanggaan tersendiri ketika melihat anakku tumbuh sehat, cerdas, dan aktif.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya