Novel : Senja Membawamu Kembali! Part 26 )

- Penulis

Senin, 2 Desember 2024 - 10:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Novel : Senja Membawamu Kembali ( part 14 )

Novel : Senja Membawamu Kembali ( part 14 )

Novel : Senja Membawamu Kembali! Part 26 )

“Lo beneran nggak ingat gue?” tanyanya lagi. “Gue, Shaga.”
Abyan langsung berdiri. “Ya, ampun, Ga … apa kabar, lo!”
Keduanya saling rangkul layaknya teman lama yang baru berjumpa kembali setelah sekian lama.
“Har, lo ingat Shaga, kan?” tanya Abyan sambil menoleh ke arah sahabatnya yang masih duduk, melongo memandangi keduanya.
“Oh, Shaga – Mareta, pasangan goals angkatan kita itu, ya?” sahut Hardi sembari berdiri.
Shaga menyalami dan merangkul Hardi juga. Dia terkekeh. “Itu masa lalu, Bro … dia pilih gebetan lain yang lebih tajir dari gue,” kelakarnya.
Hardi dan Abyan ikut tertawa. Kemudian, ketiganya duduk kembali.
“Lo lagi ngapain di sini?” tanya Shaga.
Abyan belum sempat menjawab pertanyaan Shaga karena perhatiannya terganggu dengan kedatangan seorang perempuan berjilbab yang mengingatkannya pada sang istri.
“Mas El! Kebiasaan, deh, suka ngilang tiba-tiba. Aku panik nyariin kamu, tahu,” protesnya dengan bibir mencebik.
Shaga tersenyum lebar. Dia merentangkan kedua tangannya menyambut sang istri, tapi tetap dalam posisi duduk. “Maaf, Sayang … tadi nggak sengaja lewat, terus lihat teman lama. Jadi ngobrol, deh,” ungkapnya sembari menengadahkan kepala menatap sang istri sembari menggenggam kedua tangannya.
Abyan dan Hardi ikut senyum-senyum melihat kemesraan pasangan ini. “Nggak dikenalin, nih!” sindir Abyan.
Shaga dan Elnara menoleh bersamaan. “Oh, iya, sorry. Kenalin istri gue, Elnara,” ujarnya, lalu menoleh pada sang istri.  “Sayang, ini temenku saat kuliah dulu. Abyan dan Hardi.” Shaga secara bergantian mengenalkan mereka.
Elnara pun sedikit menganggukkan kepala, menyapa kedua teman suaminya ini tanpa mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan. Sikapnya ini berhasil menarik perhatian Abyan. Dia tidak menyangka istrinya Shaga begitu menjaga pergaulannya.
“Mas El masih mau ngobrol di sini?” tanya Elnara.
“Iya, nggak apa-apa, kan?” Shaga meminta persetujuan sang istri.
“Ya, nggak apa-apalah, tapi aku duluan ke sana, ya,” jawabnya sembari menunjuk ke luar  mall dengan tetap menyunggingkan senyuman.
Shaga mengangguk. “Oke, makasih, Sayang.”
Elnara pun pergi meninggalkan ketiganya setelah pamit juga pada Abyan dan Hardi.
“Lo nemu cewek alim di mana, Ga?” tanya Abyan menuntaskan rasa penasarannya.
Shaga terkekeh. “Kenapa, lo nggak percaya gue bisa dapetin cewek spek bidadari?” candanya.
“Iya, penampilannya jauh banget sama Mareta, tapi ….”
“Tapi yang ini bikin hidup gue tenang,” sambar Shaga mendahului kalimat yang akan diucapkan Abyan.
“Nah, sepakat. Gue tadi kepikiran gitu juga. Kayaknya hidup lo damai banget,” tanggap Abyan.
Shaga kembali mesem-mesem. “Tahu dari mana, lo?”
“Dari cara lo memandang dia. Sorot mata lo itu kayak ngasih tahu ke seluruh dunia, ‘She’s the one!’,” jawab Abyan sok tahu sembari senyum-senyum. Dia jadi semakin rindu pada sang istri.
Hardi dan Shaga tergelak mendengar ocehan Abyan. “Sejak kapan lo jadi pujangga?” ledek Hardi yang membuat Abyan ikut tertawa.
“Jadi, lo ngapain ada di sini?” Shaga mengulang pertanyaannya setelah tawa mereka reda. “Ada urusan bisnis atau sengaja saja buat liburan?”
“Wuih, hari gini liburan? Berat, Bos …,” lontar Abyan. “Gue ada kerjaan bareng Hardi di sini. Lo sendiri, ngapain?”
Shaga manggut-manggut. “Gue dalam rangka nganter istri. Dia lagi ikut festival ASEAN food di sana,” ujar Shaga menunjuk ke area pameran.
Hardi dan Abyan kembali saling berpandangan. “Kebetulan banget, kita juga ke sini dalam rangka acara tersebut,” ungkap Hardi.
“Oh, gitu? Kalian sekarang bisnis kuliner juga?” tanya Shaga dengan kedua alis terangkat.
Kemudian, Abyan menceritakan perusahaan yang dibangunnya bersama Hardi dan keterlibatan mereka di acara festival itu sekarang.
“Oh, jadi yang disebut Pak Lee sebagai bosnya Anggi itu, elo?” tanya Shaga dengan mata kian terbelalak. “Baru sadar maksudnya itu, Abyan Aiden Lee.”
“Heh, kok, kenal Anggi?” Hardi ikut terkejut.
“Iya, kemarin kenalan,” ungkap Shaga. “Eh, tapi tunggu ….” Dia menggantung kalimatnya hingga membuat Abyan dan Hardi penasaran.
“Tunggu apa?” sela Abyan.
Shaga menatap Abyan untuk beberapa saat. “Jangan bilang, kalau yang kemarin sore nganterin cewek beli baju, itu elo?”
Abyan terkesiap mendengar pertanyaan Shaga. Wajahnya langsung memerah, dia pun sedikit salah tingkah, tak berani membalas tatapan Shaga.
“Jadi itu beneran lo? Bukannya kata Anggi, lo sudah nikah?” cecar Shaga, lalu dia menoleh ke arah Hardi.
Hardi hanya mengedikkan bahu tanpa menjawab apapun.
“Bro, gue nggak punya hak menghakimi, tapi sebagai teman … gue cuma pengin bilang, ketika lo terbiasa dengan yang tidak halal di luar rumah, hati-hati .. Allah akan cabut kenikmatan lo pada perkara halal di dalam rumah,” ucap Shaga dengan nada bicara setenang mungkin.
Tidak ada kemarahan dari kata-katanya, tapi terasa seperti tamparan keras buat Abyan. Wajahnya kian memerah  kupingnya terasa panas, kepala pun semakin tertunduk.
“Oke, ngobrolnya kita lanjut lain waktu. Sekarang kita ke sana dulu, sepertinya acara pembukaan akan segera dimulai,” ucap Shaga sembari berdiri dan menepuk pundak Abyan.
Lelaki itu mengangguk, lalu menatap Hardi dan Shaga sekilas. “Lo sama Hardi duluan saja, entar gue nyusul,” tanggapnya.
Shaga dan Hardi pun berlalu meninggalkan Abyan. Sambil berjalan, Hardi kembali berbicara. “Ga, gue mau minta tolong.”
“Soal?” Shaga balik bertanya.
“Itu, persoalan Abyan dengan istrinya. Lo kan pas kuliah lebih dekat dengan dia dibandingkan gue. Mungkin, cara pendekatan lo bisa lebih masuk. Gue nggak tega kalau sampai hubungan mereka harus berakhir,” ungkap Hardi.
Shaga manggut-manggut. “Insyaallah, semoga gue mampu dan Abyannya juga mau kita tolong.”
Thanks, Bro … rupanya, ada rencana Allah yang lain di balik kepergian Abyan ke KL,” ucap Hardi penuh syukur. Dalam hatinya ada seberkas harapan baru bagi sahabatnya.
Tidak lama setelah acar pembukaan, Hardi pamit untuk kembali ke Jakarta. Sementara, Abyan dan Anggi masih berada di sana untuk tiga hari ke depan hingga acara selesai.
Pertemuannya dengan Shaga membantu Abyan dalam menghindari interaksi langsung bersama Lidya. Tidak ada kesempatan yang bisa dimanfaatkan perempuan itu untuk pergi berduaan di luar acara pameran. Suami Ayyara ini dibuat sibuk oleh Shaga dengan mengajaknya bertemu beberapa kolega bisnis.
Kesibukan Abyan tersebut tidak hanya berimbas pada Lidya, melainkan juga pada Fathiya dan suaminya. Mereka beberapa kali datang berkunjung ke pameran, tapi tidak bisa menemui suami Ayyara ini.
“Maafkan aku, ya, Ay … kita masih nggak bisa ketemu suamimu,” ungkap Fathiya saat menelepon Ayyara sepulangnya dari pameran.
“Iya, Fath, nggak apa-apa. Aku juga nggak terlalu berharap,” tanggap Ayyara.
“Eh, tapi berita baiknya, meskipun aku sama Kang Tafa nggak ketemu suamimu, tapi tiap kali ke sana, perempuan itu selalu ada. Ini artinya, Mas Aby datang ke KL bukan hanya untuk perempuan itu, tapi memang ada kepentingan lain urusan pekerjaan,” ungkap Fathiya mengungkapkan pendapatnya.
Ayyara tersenyum kecil. “Sudahlah, Fath … nggak perlu belain dia terus biar terkesan baik. Aku sudah pasrah, kok. Apapun yang terjadi, aku coba ikhlasin saja.”
“Ini bukan perkara belain dia atau bukan, Ay … aku bicara serius,” elak Fathiya. “Kang Tafa beberapa kali buat janji juga waktunya nggak pas terus. Katanya, Mas Aby bertemu teman lama dia dan membantunya membuka jaringan baru dalam dunia bisnis.”
“Masa, sih?” Ayyara masih menyanksikannya.
“Memang Mas Aby nggak kirim kabar?” tanya Fathiya.
“Ada, tapi sengaja nggak aku buka chat-nya. Malas,” jawab Ayyara jujur.
“Astaghfirullah, Ay … jangan begitulah. Ini sama saja kamu mencari-cari masalah baru,” tegurnya.
Terdengar helaan napas cukup panjang dari Ayyara.
“Bahkan, aku dengar, besok sore Mas Aby mau ke kampus tempat Mas Tafa ngajar, mau bertemu pengurus Persatuan Pelajar Indonesia di sana untuk menjajaki kerjasama.” Fathiya menambahkan informasi terkait Abyan.
“Baguslah kalau memang dia baik-baik saja di sana. Semoga ini bisa berlangsung lama.” Ayyara mengucapkan itu dengan nada datar. Tidak ada gairah yang dia tunjukkan.
Fathiya hanya bisa geleng-geleng kepala. Kemudian, dia pun mengakhiri sambungan teleponnya. Ayyara merenung untuk beberapa lama, memikirkan kata-kata Fathiya. ‘Apa mungkin Mas Aby berubah secepat itu?’ batinnya bertanya-tanya.
Satu hari sebelum kepulangan Abyan dari KL, Ayyara dan Manda kembali bertemu dengan Alden. Mereka membicarakan perusak garmen yang akan dikelola bersama-sama.
“Jadi, tugasku hanya membuat desain untuk produk-produk baru, kan?” tanya Ayyara begitu antusias.
Alden mengangguk. “Tapi, kalau bisa kamu ikut aku dulu ke Bandung untuk melihat keadaan pekerja di sana. Biar bisa mengukur juga, kemampuan mereka dalam produksi seperti apa? Jangan sampai sudah capek-capek buat desain baru, tapi ternyata para karyawan nggak mampu untuk merealisasikannya,” ungkap Alden.
“Maksudnya gimana, tuh?” Manda masih kurang paham.
“Begini, kita kan, nggak tahu para penjahit itu kemampuannya sampai di mana? Bisa jadi, mereka tidak bisa mewujudkan hasil rancangan Ayya menjadi sebuah produk baru karena terlampau sulit untuk dikerjakan.”
“Oh, gitu. Paham-paham,” tanggap Manda. “Terus, kalau itu kejadian, gimana?”
“Ya, tentunya kita harus bantu mereka secara bertahan. Misalnya, dengan memberikan pelatihan guna meningkatkan ataupun menambah keterampilan baru pada para karyawan tersebut.” Alden menjelaskan.
Ayyara memandangnya sambil tersenyum lebar. Dia tidak menyangka Alden punya kepedulian lebih pada para pegawainya tersebut. Lelaki itu tidak hanya mencari keuntungan pribadi saja, tapi juga memikirkan kemajuan para karyawannya. Satu point lebih untuknya di mata Ayyara.
Cara Ayyara menatap Alden, membuat Manda semakin deg-degan. Dia heran sendiri, kenapa sahabatnya ini bisa mengalami perubahan drastis. Dulu, Ayyara tidak pernah tertarik untuk terang-terangan memperhatikan seoarang lelaki berbicara. Sekarang, bahkan dengan menyengaja menyimak ucapan Alden dari awal sampai akhir dengan begitu serius.
Manda pun mengirimkan pesan pada suaminya bahwa Abyan harus segera bertindak sebelum perasaan Ayyara berkembang terlalu jauh. Sahabatnya ini tidak pernah menjalin hubungan istimewa dengan laki-laki selain Abyan. Dia khawatir, Ayyara akan terjebak dalam cinta yang salah.

Berita Terkait

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:41 WIB

Novel Hitam Putih Pernikahan (Bab 16)

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:38 WIB

Novel : Hitam Putih Pernikahan (Bab 15)

Jumat, 6 Desember 2024 - 14:25 WIB

Novel: Padamu Aku Akan Kembali (Part 7)

Senin, 2 Desember 2024 - 11:23 WIB

Novel : Senja Membawamu Kembali ( Tamat)

Senin, 2 Desember 2024 - 11:13 WIB

Novel : Senja Membawamu Kembali ( Part 30)