Novel : Senja Membawamu Kembali ( Part 27 )
Waktu menunjukkan pukul setengah lima sore, pameran akan berakhir beberapa saat lagi. Seluruh peserta diharapkan mengirimkan perwakilannya untuk foto bersama sebelum panitia menutup acaranya tersebut.
“Nggi, mumpung Bu Lidya lagi maju ke atas panggung, saya mau pulang ke Jakarta duluan, ya.” Abyan menyampaikan niatnya pada Anggi.
“Lho, bukannya kita sudah pesan tiket pesawat sama-sama, Pak?” tanya Anggi.
“Iya, tapi saya sudah minta kantor untuk me-reschedule tiket kepulangan saya dua hari lalu. Pokoknya, kamu pura-pura nggak mengerti saja. Bilang nggak tahu kalau Bu Lidya tanya soal saya. Oke?” Abyan mewanti-wanti.
“Siap, Bos. Safe flight, ya,” ucap Anggi sambil senyum-senyum. Dia merasa seperti seorang agen rahasia yang tengah menjalankan misinya.
Abyan ikut tersenyum sambil melambaikan tangan. Dia bergegas meninggalkan area pameran menuju hotel untuk mengambil kopernya, sebelum berangkat ke bandara.
Sementara itu, suasana di atas panggung lumayan heboh. Beberapa peserta pameran berebut posisi saat akan berfoto bersama, termasuk Lidya. Ketika ada tawaran tersebut, dia langsung maju ke atas panggung.
Perempuan itu ingin berada di barisan depan bersama penitia penyelenggara. Dengan begitu, saat masuk pemberitaan, wajahnya akan terlihat jelas sehingga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan iklan perusahaan.
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa hati Lidya saat ini merasa gelisah. Dia tidak bisa mengajak Abyan karena sejak siang, sang pujaan hatinya itu tidak berada di stand. Meskipun demikian, perempuan ini masih celingukan, menyapukan pandangan ke area pameran, berharap menemukan sosok yang dicarinya.
Saat itu, dia tidak tahu bahwa orang yang dicarinya sedang dalam perjalanan menuju bandara. Meskipun jadwal penerbangannya jam 21:30 waktu Malaysia, tapi Abyan harus secepatnya keluar dari hotel. Jika berlama-lama, kemungkinan besar rencananya ini akan ketahuan Lidya.
Kini, perempuan itu tengah berjalan bolak-balik di depan stand yang hampir sepi. Dia berulang kali menghubungi Abyan, tapi ponselnya tidak aktif.
“Bu, semua barang sudah selesai dibereskan. Kita bisa kembali ke hotel sekarang?” tanya Anggi.
Lidya menoleh pada Anggi dan menatapnya dengan sorot mata tajam. Dia mulai curiga karena pegawainya Abyan itu terlihat tenang, padahal tahu bosnya tidak bisa dihubungi.
“Anggi! Kamu tahu, ya, Pak Lee ke mana?” tuduhnya.
“Saya nggak tahu ke mananya, Bu. Tadi memang pamit sama saya, tapi nggak tahu mau ke mana?” Anggi berkata sesuai instruksi sang atasan.
“Haah, kenapa, sih, dia? Beberapa hari ini kayak menghindar?” gumamnya. “Ya, sudah, ayo balik ke hotel!”
Akhirnya, perempuan itu memutuskan untuk menunggu sang pujaan hati di hotel. Dia berpikir, mungkin seperti kemarin-kemarin, Abyan pergi besama temannya untuk menemui kolega baru.
Sesampainya di hotel, Lidya tidak langsung masuk kamar. Perempuan itu malah mencari Abyan di kamarnya. Betapa terkejutnya dia, saat pintu dibuka yang muncul orang lain.
“Mencari siapa, Mbak?” Orang itu bertanya dalam bahasa Inggris.
“Kenapa Anda ada di kamar teman saya?” Lidya balik bertanya.
Percakapan mereka sepenuhnya dalam bahasa Inggris. Dari obrolan itu Lidya tahu bahwa Abyan sudah check out sejak pagi dan tamu tersebut baru saja check in sejam yang lalu.
“Bisa-bisanya dia ninggalin aku kayak gini. Kamu jahat, Mas!” gerutu Lidya sambil berjalan menuju kamar.
Deru napas menderu, gerakan dadanya turun naik dengan cepat. Lidya membuka pintu dengan kasar. Dia lempar tasnya ke atas kasur.
Anggi sampai terbengong-bengong melihatnya. “Ada apa, Bu?” tanyanya sedikit takut-takut.
“Bos kamu, tuh. Kurang ajar!” cacinya hingga membuat Anggi terperenyak.
“Kamu tahu, Nggi? Bisa-bisanya dia ninggalin kita,” ucapnya dengan napas ngos-ngosan dan tatapan mata tajam.
“Ninggalin gimana, Bu?” tanya Anggi masih pura-pura tak tahu.
“Dia sudah check out sejak pagi. Coba kamu hubungi kantor, apa dia pesan tiket baru?” titahnya dengan suara keras.
Anggi mendelik pada perempuan itu. Satu sisi, dia merasa kasihan juga melihatnya frustasi seperti itu, tapi Anggi juga kesal dengan sikapnya yang sok memerintah. Meskipun begitu, mau tak mau dirinya tetap mengikuti perintahnya.
“Pak Lee memang membatalkan tiket kepulangannya besok, Bu, tapi kantor nggak tahu sekarang ada di mana. Pak lee pesan tiket barunya pakai uang pribadi,” ungkap Anggi setelah menelepon sekretaris perusahaan.
“Aaaa!” jerit Lidya hingga Anggi terperanjat.
“Sabar, Bu … mungkin Pak Lee punya urusan urgen,” hibur Anggi.
“Diam kamu! Keluar sana, tinggalin saya sendiri,” usir Lidya.
Wajah Anggi memerah dengan kedua tangan terkepal kuat. Dia sedikit menghentakkan kaki, melangkah keluar kamar. “Pantas saja ditinggalin, memang menyebalkan,” gerundelnya.
“Apa kamu bilang? Kurang ajar!” Lidya melemparkan bantal ke arah Anggi, tapi gadis itu selamat karena tubuhnya keburu menghilang di balik pintu.
Anggi tersenyum sinis. ‘Tadinya gue mau berempati sama dia, tapi ternyata memang nggak pantas dikasihani,’ omelnya dalam hati. Kemudian, dia mengirimkan pesan pada Abyan dan mengatakan bahwa misinya telah tuntas.
Abyan tiba di Bandara Internasional Kuala Lumpur menjelang waktu maghrib. Karena penerbangannya menggunakan kelas bisnis, maka dia bisa menikmati fasilitas ruang tunggu premium atau biasa disebut lounge.
Setelah salat Maghrib, Abyan mengecap makan malamnya dari beragam menu yang disajikan di sana. Dia senyum-senyum sendiri membaca pesan dari Anggi. Ada perasaan bersalah pada Lidya atas tindakannya ini, tapi dia tidak punya pilihan lain. Saat itulah, mejanya didatangi sepasang suami istri.
“Wuih, sudah duluan saja, lo,” tegurnya. “Jam berapa dari hotel?”
Abyan senyum-senyum. “Tadi, sebelum penutupan kelar, gue sudah cabut duluan. Dari hotel langsung ke sini,” jawabnya.
“Pantesan pas acara foto bersama nggak lihat lo,” tanggap Shaga sembari duduk di depan Abyan.
Kemudian, suami Elnara ini meletakkan dua piring cajun chicken thigh with sauteed mushrooms yang ada di tangannya. Sebuah masakan yang memadukan panggang paha ayam berbumbu taburan rempah cajun dengan tumisan aneka jamur.
Bumbu cajun berasal dari Louisiana, Amerika Serikat, yang dikembangkan oleh sekelompok imigran asal Perancis. Mereka diasingkan dari Kanada pada abad ke-18 dan menetap di rawa-rawa dan teluk selatan Louisiana.
Bumbu cajun sendiri memiliki rasa pedas dan hangat yang intens. Bumbu ini biasanya terbuat dari kombinasi garam dan berbagai rempah yang ditumbuk halus, seperti paprika, bubuk bawang putih, cabai rawit, daun timi, basil, peterseli, dan oregano.
Bumbu cajun dapat digunakan untuk marinasi daging, seperti iga dan steak, ayam, ataupun seafood, seperti udang. Selain itu, bumbu cajun juga bisa digunakan sebagai bumbu oles jagung bakar, atau sebagai bumbu campur pengganti penyedap rasa.
“Iya, tadi dicariin Mbak Lidya, lho, Mas.” Elnara ikut menimpali sembari duduk di samping suaminya dan meletakkan dua gelas air mineral.
Abyan hanya mengernyih. “Iya, tadi gue kabur.”
“Kenapa sampai harus kucing-kucingan gitu, sih?” tanya Shaga penuh selidik.
Abyan yang sedang menikmati roasted chicken with salad—panggang ayam yang disajikan bersama salad sayuran—terpaksa meletakkan kembali sendoknya yang sudah berada di depan mulut. Dia menghela napas, memandangi Shaga dan istrinya untuk beberapa saat.
“Kalau ragu, lebih baik nggak usah cerita,” saran Shaga sembari mulai memotong ayam panggangnya.
Abyan menggeleng. “Nggak, nggak, gue yakin di dunia ini nggak ada yang kebetulan. Pasti Allah punya alasan kenapa tiba-tiba gue diketemuin lagi sama lo yang sudah bertahun-tahun nggak ketemu,” tanggapnya.
Elnara langsung mesem-mesem ketika mendengar ucapan Abyan barusan.
“Kenapa, Yang … kok, kamu senyum-senyum begitu?” tanya Shaga penasaran.
“Pantesan kalian temenan, ternyata cara berpikirnya juga mirip.” jawab Elnara.
Shaga mengernyit. “Maksud kamu?” tanyanya sambil menukar piringnya dengan sang istri.
“Makasih, Sayang,” ucap Elnara yang dibalas senyuman oleh Shaga.
Kamudian, lelaki itu mengulang apa yang baru saja dilakukannya, yaitu memotong kembali paha ayam panggangnya.
“Iya, dulu, Mas El juga sering ngomong gitu sama aku bahwa di dunia ini nggak ada yang kebetulan. Semua sudah ada dalam perencanaan Allah,” ungkap Elnara sembari mulai menikmati sajian makan malamnya.
Abyan mengangkat kedua alisnya. “Wah, serius, Ga?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh Shaga.
“Gue senang dengarnya. Semoga kehadiran lo bisa bantu perbaiki hubungan gue sama Ayya,” ucap Abyan terdengar nelangsa.
“Ooh, nama istrinya Ayya, Mas?” Elnara memotong pembicaraan.
Abyan tersenyum. “Ayya itu nama panggilan, kalau lengkapnya Ayyara Belvi Adsila.”
“Nama yang cantik, pasti orangnya juga cantik,” komentar Elnara.
“Iya, dia perempuan yang membuat gue jatuh cinta pada pandangan pertama,” ucap Abyan dengan bibir tersenyum
Dia pun kembali membayangkan pertemuan pertamanya dengan sang istri. Kemudian, menceritakan kisah indah itu pada pasangan di hadapannya.
Shaga dan Elnara saling berpandangan sambil ikut tersenyum. Keduanya bisa melihat binar di mata Abyan saat menceritakan tentang Ayyara.
“Lalu, apa yang membuat lo tiba-tiba berpaling pada Lidya?” tanya Shaga di sela-sela cerita Abyan.
“Awalnya, gue nggak pernah kepikiran untuk terlibat dalam hubungan nggak jelas dengan Lidya,” ungkap Abyan. “Semua berubah setelah kami dikaruniai anak-anak yang lucu.”
“Anak-anak? Berarti anak Mas Byan lebih dari satu?” potong Elnara yang dijawab anggukan oleh Abyan.
“Zayyan yang sekarang mau 8 tahun dan Tsabita yang memasuki usia 5 tahun.”
“Masyaallah, sepasang,” komentar Elnara lagi.
“Kebahagiaan yang lengkap, tapi kenapa malahan menjadi awal lo berpaling pada perempuan lain?” Shaga kembali mempertanyakan.
“Itu dia permasalahannya. Ayyara semakin sibuk dengan urusan anak dan mulai menjauh dari gue. Dia nggak mau tahu lagi cerita-cerita tentang kerjaan gue yang saat itu lagi padat-padatnya. Dengan alasan nggak ngerti dunia kerja gue, bahkan dia menolak sekedar untuk mendengarkan.”
Saat bercerita itu, binar di mata Abyan mulai redup. Shaga dan Elnara mulai melihat permasalahan temannya ini.
“Perlahan, gue merasa semakin kesepian di tengah keramaian keluarga sendiri. Secara finansial kami pun mengalami perubahan cukup signifikan sehingga gue berpikir, mungkin sudah saatnya punya anak lagi,” lanjut Abyan.
“Rasanya seperti nggak masuk akal, ya? Lo merasa kehadiran anak-anak jadi pemicu renggangnya hubungan kalian berdua, tapi kok, malah pengin nambah anak?” Shaga mengerutkan keningnya.
“Mungkin, Mas Byan merasa orang yang akan menyayanginya jadi bertambah dengan kehadiran anak lagi,” tebak Elnara.
Abyan menoleh pada Elnara. “Tepat sekali, gue terlahir sebagai anak tunggal yang selalu merasa kesepian, sangat berharap punya anak banyak ketika sudah menikah,” ungkapnya.
Shaga manggut-manggut. “Lo pernah komunikasikan ini dengan Ayya?”
“Iya dan Ayya marah besar. Dia menolak mentah-mentah, bahkan saat itu gue baru mengusulkan bukan memutuskan.”
“Lalu hadir Lidya yang seakan lebih memahami lo, gitu?” tebak Shaga lagi.
Abyan kembali terkesiap, lalu menoleh ke arah Shaga. “Kalian berdua konsultan pernikahan? Kok, bisa tahu isi pikiran gue?” tanyanya dengan mata terbelalak.
Shaga dan Elnara tertawa bersama. “Karena gue anak tunggal juga, selain itu kita berdua sudah hatam dalam hal dikhianati pasangan. Gue pernah ditinggalkan calon istri karena laki-laki tajir dan Elnara pernah disia-siain suami pertamanya karena alasan dijodohkan,” ungkap Shaga yang berhasil membuat Abyan melongo.
Suami Elnara kembali tertawa. “Sudah, nggak usah heran gitu, lain kali saja cerita soal kisah pertemuan gue sama Elnara. Sekarang, fokus ke masalah lo dulu,” tegas Shaga.
Abyan tersenyum, isi pikirannya kembali terbaca oleh Shaga. “Oke, tapi janji nanti cerita, ya. Gue penasaran banget,” ujarnya. “Permasalahan gue bertambah setelah berjanji depan ibunya Lidya sebelum dia meninggal. Gue janji bakal jagain anaknya dan membantu menyelesaikan permasalahan dalam perusahaan keluarganya.”
“Ayya tahu soal janji itu?” tanya Shaga.
Halaman : 1 2 Selanjutnya
Follow WhatsApp Channel www.redaksiku.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow