Jakarta, Redaksiku.com
Di lansir dari Nahdlatul Ulama Peringatan maulid tidak bisa disebut bid’ah atau sunnah. Ini adalah cara untuk mengingat dan mengenal Nabi Muhammad SAW dalam segala hal, itu adalah pelajaran bagi umatnya. Oleh karena itu, perayaan hari lahir seringkali dikacaukan dengan nilai-nilai luhur yang dianjurkan Nabi Muhammad untuk diteladani masyarakat.
Ketaatan yang buruk tidak termasuk dalam kategori bid’ah atau sunnah, karena itu hanyalah tradisi atau kebiasaan. Sekedar merayakan hari lahir memiliki banyak manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih untuk mengingat Nabi Muhammad SAW. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengatakan bahwa perayaan ulang tahun ini mungkin memiliki status sesat, bukan karena praktiknya yang relatif baru, tetapi karena kami percaya bahwa Nabi Muhammad SAW diingat dan disebutkan di beberapa titik. Padahal, peringatan dan rujukan Nabi Muhammad harus terjadi setiap saat, bahkan di setiap tarikan napas seorang Muslim.
والحاصل أننا لا نقول بسنية الاحتفال بالمولد المذكور في ليلة مخصوصة بل من اعتقد ذلك فقد ابتدع في الدين لأن ذكره صلى الله عليه وسلم والتعلق به يجب أن يكون في كل حين ويجب أن تملأ به النفوس
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Artinya: “Simpulannya, kami tidak mengatakan kesunnahan peringatan maulid tersebut pada malam tertentu. Bahkan siapa saja yang meyakini demikian, maka ia terjatuh pada bidah dalam Islam. Pasalnya, ingatan dan kaitan diri kita terhadap Nabi Muhammad SAW wajib dilakukan pada setiap waktu dan wajib terisi nafas kita olehnya,” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahhah, Surabaya, Haiatus Shafwah Al-Malikiyyah, tanpa catatan tahun, halaman 341).
Keyakinan bahwa penyebutan atau peringatan Nabi Muhammad SAW hanya berlaku pada hari atau bulan tertentu jelas sesat. Oleh karena itu, keyakinan ini harus dibuang agar kita tidak membatasi diri pada penyebutan Nabi Muhammad SAW pada suatu saat dan mengasosiasikan diri dengan Nabi Muhammad SAW. Namun tentunya karena kuatnya keinginan dan kedermawanan masyarakat saat itu, maka semangat memperingati atau mengenang Nabi Muhammad SAW semakin meningkat di bulan maulid Nabi Muhammad SAW.
عم إن في شهر ولادته يكون الداعي أقوى لإقبال الناس واجتماعهم وشعورهم الفياض بارتباط الزمان بعضه ببعض فيتذكرون بالحاضر الماضي وينتقلون من الشاهد إلى الغائب
Artinya: “Tetapi pada bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, dorongan untuk mengingat dan mengaitkan diri pada Rasulullah SAW lebih kuat karena kedatangan, kumpulan, dan limpahan rasa murah hati mereka terkait satu waktu dengan yang lain sehingga mereka mengingat orang yang hadir di masa lalu dan perhatian mereka beralih dari yang hadir kepada sosok yang telah tiada,” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahhah, Surabaya, Haiatus Shafwah Al-Malikiyyah, tanpa catatan tahun, halaman 341).
Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki ingin mengatakan bahwa umat Islam tidak boleh “terlalu jauh” dari Nabi Muhammad SAW. Mereka harus membawa kenangan akan karakter Nabi Muhammad SAW setiap waktu dan membasahi mulut mereka dengan sholawat. Namun pada saat-saat tertentu, seperti bulan Maulid, umat harus mengingat Nabi Muhammad SAW lebih dalam. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki tidak menyalahkan umat Islam karena mengadakan perayaan ulang tahun di bulan Rabi’ul Awwal. Sebaliknya, ia mengapresiasi tradisi merayakan ulang tahun masyarakat di bulan Rabi’ul Awal. Dengan mengingat dan berdoa setiap bulan dan setiap hari, orang-orang memperkuat sholawat mereka dengan Nabi Muhammad SAW selama bulan Rabi’ul Awwal. Pernyataan Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki tidak berlebihan. Pasalnya, Rasulullah SAW sendiri menganjurkan kita untuk memperbanyak shalawat pada hari Jum’at, meskipun kita juga dianjurkan untuk shalawat setiap hari. Wallahu a‘lam.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di Google News, klik di sini